33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:24 PM WIB

Penilaian Ogoh-Ogoh Dikebut, Yayasan Gases Kirim Hingga Luar Bali

DENPASAR – Penilaian ogoh-ogoh di Kota Denpasar oleh Dinas Kebudayaan terus dikebut. Dalam kurun waktu dua hari Disbud sudah menilai ogoh-ogoh di Kecamatan Denpasar Utara sebanyak 48 seka teruna-teruni (STT) dan Denpasar Selatan 38 STT.

Kamis hari ini tim Disbud melakukan penilaian di Denpasar Selatan 38 STT serta terakhir di Denpasar Timur 58 STT. 

“Penilaian sampai 9 Maret. Setelah itu kami rekap dan segera umumkan,” jelas Kepala Disbud Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Mataram.

Menurutnya, Disbud akan mencari delapan ogoh-ogoh terbaik di masing-masing kecamatan. Delapan ogoh-ogoh itu selanjutnya diserahkan desa pekraman setempat untuk mengatur prosesi saat parade.

Disbud juga memberikan bantuan pembinaan masing-masing Rp 10 juta.  Di lain sisi, salah satu tempat yang konsisten membuat Ogoh-ogoh adalah Yayasan Gases Bali di Sesetan, Denpasar Selatan, masih tetap aktif membuat ogoh-ogoh meski tidak dinilai. 

Kadek Adi Indrayana, Ketua Yayasan Gases Bali, menjelaskan, ogoh-ogoh sudah ada sejak 1990-an. Tapi, mulai booming dan dikomersialkan pada 1995 hingga 2000.

Waktu itu belum banyak bisa menjual ogoh-ogoh. “Harga Ogoh-ogoh yang termurah dari Rp 1 juta, termahal hingga Rp 30 juta.

Order masuk mulai Januari. Permintaan dari dalam Bali, Lombok, Jakarta hingga Ujung Pandang,” jelas Indrayana.

Terkait makna ogoh-ogoh, Indrayana menjelaskan definisi Ogoh-ogoh berarti ogah-ogah atau sesuatu yang dapat digoyang-goyangkan.

Karena berkaitan dengan Nyepi, Ogoh-ogoh dibuat berwujud bhuta kala, atau hal-hal yang menyeramkan seperti raksasa atau roh jahat. Karena diperuntukkan bhuta kala, maka bentuknya dibuat seram.

Kaitannya diperuntukkan roh-roh jahat yang nantinya di-somya menjadi baik, menjadi suci, menjadi sinar.

Saat mengusir raksasa maka yang dipakai harus berbentuk raksasa. “Kalau pakai wanita cantik mengusir kan raksasanya tidak mau pergi,” seloroh putra mendiang Jero Mangku Wayan Candra, salah satu tokoh seniman kondang pembuat ogoh-ogoh di Bali.

Namun, belakangan bentuk Ogoh-ogoh mengalami evolusi. Banyak yang membuat Ogoh-ogoh mengambil tokoh pewayangan.

Ditambahkan, tinggi Ogoh-ogoh normal 2 – 3 meter, kalau terlalu tinggi terbentur pohon dan kabel listrik.

DENPASAR – Penilaian ogoh-ogoh di Kota Denpasar oleh Dinas Kebudayaan terus dikebut. Dalam kurun waktu dua hari Disbud sudah menilai ogoh-ogoh di Kecamatan Denpasar Utara sebanyak 48 seka teruna-teruni (STT) dan Denpasar Selatan 38 STT.

Kamis hari ini tim Disbud melakukan penilaian di Denpasar Selatan 38 STT serta terakhir di Denpasar Timur 58 STT. 

“Penilaian sampai 9 Maret. Setelah itu kami rekap dan segera umumkan,” jelas Kepala Disbud Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Mataram.

Menurutnya, Disbud akan mencari delapan ogoh-ogoh terbaik di masing-masing kecamatan. Delapan ogoh-ogoh itu selanjutnya diserahkan desa pekraman setempat untuk mengatur prosesi saat parade.

Disbud juga memberikan bantuan pembinaan masing-masing Rp 10 juta.  Di lain sisi, salah satu tempat yang konsisten membuat Ogoh-ogoh adalah Yayasan Gases Bali di Sesetan, Denpasar Selatan, masih tetap aktif membuat ogoh-ogoh meski tidak dinilai. 

Kadek Adi Indrayana, Ketua Yayasan Gases Bali, menjelaskan, ogoh-ogoh sudah ada sejak 1990-an. Tapi, mulai booming dan dikomersialkan pada 1995 hingga 2000.

Waktu itu belum banyak bisa menjual ogoh-ogoh. “Harga Ogoh-ogoh yang termurah dari Rp 1 juta, termahal hingga Rp 30 juta.

Order masuk mulai Januari. Permintaan dari dalam Bali, Lombok, Jakarta hingga Ujung Pandang,” jelas Indrayana.

Terkait makna ogoh-ogoh, Indrayana menjelaskan definisi Ogoh-ogoh berarti ogah-ogah atau sesuatu yang dapat digoyang-goyangkan.

Karena berkaitan dengan Nyepi, Ogoh-ogoh dibuat berwujud bhuta kala, atau hal-hal yang menyeramkan seperti raksasa atau roh jahat. Karena diperuntukkan bhuta kala, maka bentuknya dibuat seram.

Kaitannya diperuntukkan roh-roh jahat yang nantinya di-somya menjadi baik, menjadi suci, menjadi sinar.

Saat mengusir raksasa maka yang dipakai harus berbentuk raksasa. “Kalau pakai wanita cantik mengusir kan raksasanya tidak mau pergi,” seloroh putra mendiang Jero Mangku Wayan Candra, salah satu tokoh seniman kondang pembuat ogoh-ogoh di Bali.

Namun, belakangan bentuk Ogoh-ogoh mengalami evolusi. Banyak yang membuat Ogoh-ogoh mengambil tokoh pewayangan.

Ditambahkan, tinggi Ogoh-ogoh normal 2 – 3 meter, kalau terlalu tinggi terbentur pohon dan kabel listrik.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/