26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:36 AM WIB

Di Hadapan Mahasiswa, Pejabat Dinas Pertanian Bali Setuju Impor Beras

DENPASAR – Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Bali, Lanang Aryawan ikut hadir ke DPRD Bali saat DPC GMNI Denpasar menggeruduk DPRD Bali, Jumat (7/5). Lanang pun berbicara di hadapan para mahasiswa.

 

 

Dia menjelaskan, pihaknya tidak menolak  impor beras. Kata dia, impor beras bisa dicegah kalau stok beras aman.  Seperti Bali membutuhkan 430 ribu ton beras dan memiliki 550 ribu ton beras. Itupun data tahun 2019 yang disebutkan.

 

Dikatakan bahwa ketersediaan itu belum aman. Selain itu lahan 150 ribu hektare harus dioptimalkan jika ingin tidak impor beras. 

 

“Kalau situasi seperti ini kita ngomong apa? Kami berharap anomali iklim terjadi bisa diantisipasi sehingga stok pangan mencukupi. Itu kurang  untuk satu musim empat bulan satu musim itu kurang, Contoh maksudnya persoalan satu musim empat bulan itu terserang hama tikus, dan gagal panen di Bali.  Itu kata kuncinya. Apa yang harus dilakukan dengan ketersediaan kita stok kita terbatas. Kalau ingin keluar dari impor, apa harus dilakukan, 150 ribu areal bisa dioptimalkan atau tidak,” jelasnya. 

 

Sehingga  secara tidak langsung  pihak Distan setuju dengan impor beras karena tidak ada pilihan lain untuk mengatasi stok beras jika kurang. Bahkan, Lanang di dalam forum menyalahkan petani yang tidak secara optimal mengelola lahannya. 

 

“Panen apakah mereka panen, tidak juga mengupahkan panen. Pertanyaannya bagaimana memperoleh pendapatan yang cukup baik kalau semua disewakan inilah faktanya. Ini menjadi pencermatan teman-teman apa yang kita suarakan betul-betul utuh. Pendapatan petani, berapa nilai tukar petani yang 92, 100 saja tidak menguntungkan lagi dibawah 100. Kami berharap adik-adik bisa melakukan pencermatan lebih apa yang harus dilakukan penguatan pada Bali. Lembaga penelitian dan pendidikan harus berdaya sinergi dengan pemerintah daerah mewujudkan ketahanan pangan, ” jelasnya 

 

Lanang mengatakan bahwa tidak bisa berharap distribusi beras dari daerah lain karena mereka juga terkena Covid-19. Sebab, selama ini daerah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat mengirim beras ke Bali. Namun, dalam kondisi saat ini tidak memungkinkan karena daerah tersebut pasti akan mengutamakan daerah mereka. 

 

“Mereka mengalami tidak Covid-19 kalau mengalami Covid-19 mereka pasti mempertahankan produknya. Tidak mungkin melepas dengan mudah. Saat ini tidak mudah melepaskan, semua daerah bertahan dengan posisinya ketahanan pangan kita rawan dan bagaimana bertahan dalam kondisi setahun kedepan itu  menjadi catatan mereka,” ujarnya. 

 

Lanang pun meminta untuk berpikir realistis dan melihat potensi di Bali kalau potensinya cukup memenuhi, setuju pemikiran  menolak impor beras. Namun, ketersediaan lahan dan produksi beras yang tidak mendukung. Panen beras harus dikali untuk memenuhi syarat aman stok beras di Bali.  Bahkan, produksi beras 550 ribu ton itu data tahun 2019, dan saat ini sudah ada penurunan  sekitar 8 persen. 

 

“Bukan berarti mendukung impor kita harus safe. Penduduk Bali  berjumlah 4,5 juta, kebutuhan per kapita 10 kilogram dan kalau dikalikan 450.000  ton produksi kami gabah kering kurang dari 800 ribu ton  dalam kondisi produksi beras kurang 500 ribu ton. Surplusnya kan tidak banyak dalam setahun kebutuhan 450 (ribu ton), idealnya aman dua musim ketersediaan tidak boleh  kurang 750 sampai 800 ribu ton,” jelasnya. 

DENPASAR – Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Bali, Lanang Aryawan ikut hadir ke DPRD Bali saat DPC GMNI Denpasar menggeruduk DPRD Bali, Jumat (7/5). Lanang pun berbicara di hadapan para mahasiswa.

 

 

Dia menjelaskan, pihaknya tidak menolak  impor beras. Kata dia, impor beras bisa dicegah kalau stok beras aman.  Seperti Bali membutuhkan 430 ribu ton beras dan memiliki 550 ribu ton beras. Itupun data tahun 2019 yang disebutkan.

 

Dikatakan bahwa ketersediaan itu belum aman. Selain itu lahan 150 ribu hektare harus dioptimalkan jika ingin tidak impor beras. 

 

“Kalau situasi seperti ini kita ngomong apa? Kami berharap anomali iklim terjadi bisa diantisipasi sehingga stok pangan mencukupi. Itu kurang  untuk satu musim empat bulan satu musim itu kurang, Contoh maksudnya persoalan satu musim empat bulan itu terserang hama tikus, dan gagal panen di Bali.  Itu kata kuncinya. Apa yang harus dilakukan dengan ketersediaan kita stok kita terbatas. Kalau ingin keluar dari impor, apa harus dilakukan, 150 ribu areal bisa dioptimalkan atau tidak,” jelasnya. 

 

Sehingga  secara tidak langsung  pihak Distan setuju dengan impor beras karena tidak ada pilihan lain untuk mengatasi stok beras jika kurang. Bahkan, Lanang di dalam forum menyalahkan petani yang tidak secara optimal mengelola lahannya. 

 

“Panen apakah mereka panen, tidak juga mengupahkan panen. Pertanyaannya bagaimana memperoleh pendapatan yang cukup baik kalau semua disewakan inilah faktanya. Ini menjadi pencermatan teman-teman apa yang kita suarakan betul-betul utuh. Pendapatan petani, berapa nilai tukar petani yang 92, 100 saja tidak menguntungkan lagi dibawah 100. Kami berharap adik-adik bisa melakukan pencermatan lebih apa yang harus dilakukan penguatan pada Bali. Lembaga penelitian dan pendidikan harus berdaya sinergi dengan pemerintah daerah mewujudkan ketahanan pangan, ” jelasnya 

 

Lanang mengatakan bahwa tidak bisa berharap distribusi beras dari daerah lain karena mereka juga terkena Covid-19. Sebab, selama ini daerah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat mengirim beras ke Bali. Namun, dalam kondisi saat ini tidak memungkinkan karena daerah tersebut pasti akan mengutamakan daerah mereka. 

 

“Mereka mengalami tidak Covid-19 kalau mengalami Covid-19 mereka pasti mempertahankan produknya. Tidak mungkin melepas dengan mudah. Saat ini tidak mudah melepaskan, semua daerah bertahan dengan posisinya ketahanan pangan kita rawan dan bagaimana bertahan dalam kondisi setahun kedepan itu  menjadi catatan mereka,” ujarnya. 

 

Lanang pun meminta untuk berpikir realistis dan melihat potensi di Bali kalau potensinya cukup memenuhi, setuju pemikiran  menolak impor beras. Namun, ketersediaan lahan dan produksi beras yang tidak mendukung. Panen beras harus dikali untuk memenuhi syarat aman stok beras di Bali.  Bahkan, produksi beras 550 ribu ton itu data tahun 2019, dan saat ini sudah ada penurunan  sekitar 8 persen. 

 

“Bukan berarti mendukung impor kita harus safe. Penduduk Bali  berjumlah 4,5 juta, kebutuhan per kapita 10 kilogram dan kalau dikalikan 450.000  ton produksi kami gabah kering kurang dari 800 ribu ton  dalam kondisi produksi beras kurang 500 ribu ton. Surplusnya kan tidak banyak dalam setahun kebutuhan 450 (ribu ton), idealnya aman dua musim ketersediaan tidak boleh  kurang 750 sampai 800 ribu ton,” jelasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/