DENPASAR – Aksi massa untuk menolak UU Ombibuslaw kemarin memang ricuh. Tak hanya di Jalan Sudirman, Denpasar atau depan kampus Udayana, tetapi juga di depan Kantor DPRD Bali.
Hal ini pun mendapatkan respon dari Anak Agung Adhi Adhi Ardhana, anggota dewan dari Fraksi PDIP Bali. Atas seijin Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Dewa Made Mahayadnya, Gung Adhi pun menanggapi situational unjuk rasa yang terjadi di DPRD Bali terkait penolakan UU Cipta Kerja yg telah ditetapkan beberapa waktu lalu oleh DPR RI bersama Pemerintah.
“Kami memahami suasana kebatinan adik-adik mahasiswa dan elemen-elemen masyarakat sebagai bagian dari kepedulian dan penyikapan suatu permasalahan yang dirasa tidak berkeadilan, serta bagian dari era kebebasan dalam menyampaikan pendapat,” ujarnya pada Jumat (9/10).
Gung Adhi menyebut, Mahasiswa dan elemen masyarakat, buruh, pemerhati lingkungan dan sosial adalah bagian dari partai PDIP dalam bermitra ideologi politik dalam upaya mensejahterakan rakyat khususnya di Bali.
“Kita ada pada sisi yang sama sejatinya, yaitu melindungi dan memberi rasa keadilan dalam semua aspek karena Bali sebagai daerah yang menjadikan adat dan budaya sebagai pandu kehidupan tidak mungkin lepas dari masyarakat Bali itu sendiri sebagai pengampu budaya,” katanya.
Namun, lanjutnya, agar dipahami apa yang diputuskan oleh DPR RI dan Pemerintah adalah produk hukum yang memiliki filosopi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi dalam upaya menuju negara dengan tingkat pengangguran 0% pada 2045 termasuk menghadapi era industri 4.0 yang memunculkan pola karya/pekerjaan yang memerlukan perlindungan lebih baik.
“Kami berharap adik-adik mahasiswa dan elemen-elemen masyarakat pemerhati dapat menahan diri, mencermati lebih dalam dan dapat diyakinkan bahwa kami fraksi PDI Perjuangan selalu berupaya satu barisan bersama rakyat dengan mengawal secara bijak aturan-aturan turunan yang akan menjadi aturan pelaksana UU Cipta Karya ini,” sebutnya.
Hal ini mengingat UU 13 th 2003 tentang ketenaga kerjaan masih berlaku dan Pemerintah Provinsi Bali sudah memiliki perda-perda yang memiliki legal formil mengacu pada UU tersebut, seperti perda 10/2019 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan maupun perda RTRW dan RZWP3K terkait kebijakan kewilayahan serta lingkungan kerja.
“Satu hal, kami menyerukan untuk menghentikan unjuk rasa yang anarkis dan tidak mengindahkan prokes, meminta pihak penegak hukum untuk bersikap tegas mengingat situasi pendemi serta ekonomi Bali yang sangat tergantung pada stabilitas keamanan dan jaminan kesehatan mengingat ketergantungan kita kepada Industri Pariwisata,” sebutnya.
“Mari kita satukan pikiran bahwa sejatinya kita semua bersaudara (vasudaiva kutumbakam), ditengah anarkisme akan ada saudara kita sendiri yang akan menerima sakit dari pada langkah yg melanggar hukum tersebut,” pungkasnya.