31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 10:56 AM WIB

Stop Konsumsi RW, Pecinta Anjing Usulkan Bali Punya Shelter Anjing

DENPASAR – Polemik konsumsi daging anjing di Bali sudah terjadi sejak lama. Bahkan, berulangkali jadi bahan diskusi di forum resmi maupun nonformal.

Antar sesama aktivis, organisasi penyayang binatang dalam dan luar negeri, sampai melibatkan lembaga pemerintah terkait pun sudah pernah dilibatkan untuk menuntaskan masalah ini.

Maret 2017 lalu misalnya, Universitas Udayana bersama seluruh stakeholder merangkum beberapa point penting untuk menghentikan perdagangan anjing Bali.

Hasilnya pun sudah diterima pemerintah dan lalu ditungkan dalam surat edaran yang diteken Gubernur Bali pada saat itu (Made Mangku Pastika). Tepatnya, keputusan itu diambil di Juli 2017.

Sejak itu, mulai bermunculan perarem/perdes dari beberapa desa adat di Bali, yang isinya kurang lebih sama; melarang seluruh aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan daging anjing di wilayah desa tersebut.
Ajiq, aktivis Stop Buang Anjing melihat, regulasinya sudah jalan, walalupun belum total. Kalau pun mau dibuatkan pergub apalagi ditegaskan di kuhp, akan jauh lebih baik.

“Namun, akar permasalahannya mesti dicermati kembali, karena asal muasalnya ada di “penelantaran/pembuangan anjing” yang masih marak terjadi di masyarakat,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Bali.

Ajiq yang juga seorang musisi asal Karangasem ini menyarankan, kalau pemda punya lahan kosong, lebih baik dibuatkan shelter atau penampungan.

Tujuannya, untuk menampung anjing-anjing yang dibuang/ditelantarkan. Bekerja sama dengan yayasan, organisasi lain, libatkan aktivis, mahasiswa untuk mengelola, merawat dan mengawasi shelter tersebut.

“Buat yang besar sekalian, lalu jadikan satu hari sebagai Adoption Day, masyarakat bisa kesana untuk kembali mengadopsi yang sudah sehat,” ujar penggebuk drum dari Band The Bullhead ini.

Bisa juga menjadi bojek wisata edukasi, jadi masyarakat yang belum siap mengadopsi, paling tidak bisa belajar bagaimana menjaga hewan peliharaan anjing yang baik.

“Saya yakin kalau itu terwujud di Bali, dampak positifnya akan kemana-mana, termasuk menekan aktivitas perdagangan daging anjing,” tuturnya. 

DENPASAR – Polemik konsumsi daging anjing di Bali sudah terjadi sejak lama. Bahkan, berulangkali jadi bahan diskusi di forum resmi maupun nonformal.

Antar sesama aktivis, organisasi penyayang binatang dalam dan luar negeri, sampai melibatkan lembaga pemerintah terkait pun sudah pernah dilibatkan untuk menuntaskan masalah ini.

Maret 2017 lalu misalnya, Universitas Udayana bersama seluruh stakeholder merangkum beberapa point penting untuk menghentikan perdagangan anjing Bali.

Hasilnya pun sudah diterima pemerintah dan lalu ditungkan dalam surat edaran yang diteken Gubernur Bali pada saat itu (Made Mangku Pastika). Tepatnya, keputusan itu diambil di Juli 2017.

Sejak itu, mulai bermunculan perarem/perdes dari beberapa desa adat di Bali, yang isinya kurang lebih sama; melarang seluruh aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan daging anjing di wilayah desa tersebut.
Ajiq, aktivis Stop Buang Anjing melihat, regulasinya sudah jalan, walalupun belum total. Kalau pun mau dibuatkan pergub apalagi ditegaskan di kuhp, akan jauh lebih baik.

“Namun, akar permasalahannya mesti dicermati kembali, karena asal muasalnya ada di “penelantaran/pembuangan anjing” yang masih marak terjadi di masyarakat,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Bali.

Ajiq yang juga seorang musisi asal Karangasem ini menyarankan, kalau pemda punya lahan kosong, lebih baik dibuatkan shelter atau penampungan.

Tujuannya, untuk menampung anjing-anjing yang dibuang/ditelantarkan. Bekerja sama dengan yayasan, organisasi lain, libatkan aktivis, mahasiswa untuk mengelola, merawat dan mengawasi shelter tersebut.

“Buat yang besar sekalian, lalu jadikan satu hari sebagai Adoption Day, masyarakat bisa kesana untuk kembali mengadopsi yang sudah sehat,” ujar penggebuk drum dari Band The Bullhead ini.

Bisa juga menjadi bojek wisata edukasi, jadi masyarakat yang belum siap mengadopsi, paling tidak bisa belajar bagaimana menjaga hewan peliharaan anjing yang baik.

“Saya yakin kalau itu terwujud di Bali, dampak positifnya akan kemana-mana, termasuk menekan aktivitas perdagangan daging anjing,” tuturnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/