DENPASAR – Perkembangan pada masa remaja tidak bisa diabaikan orang tua. Menurut Caecilia Nirlaksita Rini, di masa anak masih remaja ini, justru orang tua sering kehilangan cara untuk mengontrol masa proses kemandirian dari anak yang melakukan perlawanan saat beranjak remaja. Hal ini dapat berakibat pada beberapa bentuk kenakalan remaja.
Ia mengatakan, kontrol dibaca sebagai teladan pendisiplinan diri remaja sejak dini. Pendisiplinan ini sebagai pendidikan nilai moral pada anak. Seringkali orang tua yang anaknya terlibat dalam kenakalan remaja berusaha menyalahkan anak.
“Bila kita mau mengubah cara pandang kita sebagai orang tua, sebenarnya kenakalan anak muncul karena adanya kegagalan orang tua yang tidak membiasakan disiplin dengan diawali sejak dalam kandungan, saat bayi, terutama pendisiplinan saat usia setelah 5 tahun. Yaitu pendisiplinan yang disesuaikan dengan usia perkembangan mental, pikiran dan fisik anak,” ujar psikolog yang berpraktik di Mutiara Medika, Jalan Sekuta 108 Sanur, Dennpasar, ini.
Ia mencontohkan, orang tua yang sering berkonflik dalam relasi ibu dan bapak, bahkan konflik yang dibawa sampai keluarga besar akan sangat memengaruhi prilaku anak. Anak mempelajari adanya stress atau tekanan dari situasi yang berseteru antara ibu dan bapak, antar-keluarga besar dan lainnya.
Kemampuan yang kurang tepat dari orang tua dalam menghadapi dan mengambil solusi dari kasus konflik keluarga, kurang mampu menjalankan fungsi keterlibatan dan keterdekatan emosi atau perasaan anak dan orang tua. Akibatnya, kemampuan relasi dan komunikasi antara anak dan orang tua tidak terjalin dengan baik.
Saat orang tua kurang mampu melakukan pendekatan secara empati atau menyentuh perasaan anak, anak tidak mengenal tatanan nilai moral dalam hidup di dalam keluarga inti, keluarga besar dan bahkan komunitas atau masyarakat.
“Relasi dan komunikasi yang kurang antara anak dan orang tua disebabkan oleh emosi yang kurang aman (insecurity) dari orang tua yang sedang mengalami stress dan berkonflik. Maka anak mempelajari suatu tatanan yang salah dari relasi seperti ini,” ujarnya.
Akibat relasi keterdekatan dan keterlibatan perasaan atau emosi, pikiran dan sikap antar orang tua dan anak, maka anak juga memiliki akar masalah sama yaitu perasaan tidak aman dan bahkan ketakutan. Nah, dorongan dasar sifat ketakutan dan cemas atau tidak aman inilah yang menjadi akar dari dorongan prilaku kenakalan anak.
Proses mental remaja, tanpa sadar ingin memproduksi perasaan nyaman dan aman. Inilah proses keseimbangan mental, saat ketakutan dan cemas menguasai remaja.
Tanpa sadar perasaan takut ini mendorong pemikiran remaja untuk melakukan rasa sebaliknya dari ketakutan yaitu kenyamanan atau hedon supaya remaja terlepas dari deraan dan dorongan rasa cemas dan ketakutan yang tanpa sadar dipelajari bertahun- tahun di masa perkembangan hidupnya dari konflik dan stress di dalam keluarganya.
Saat melakukan perbuatan hedon, remaja bisa saja memilih bahwa kebut-kebutan mampu melawan rasa takutnya, bahkan tanpa ada pertimbangan membahayakan diri sendiri dan tentunya orang lain atau masyarakat.
“Ketika melakukan kebut-kebutan, tujuannya adalah kemenangan, kemenangan adalah keberanian, keberanian adalah melawan ketakutannya. Ini dinamika mental remaja yang melakukan kenalakan. Terlihat karakteristik individu dari remaja ditumbuhkan dari di mana dia dibesarkan dan bagaimana dia dibesarkan,” paparnya.
Karakteristik ini meliputi bagaimana kepribadian remaja, minat remaja, kreativitas remaja, kemampuan belajar nilai hidup, kematangan perkembangan mental dan fisik remaja dan paling riskan adanya kecenderungan psychopatology yang dipelajari. (Bersambung)