29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:24 AM WIB

Bali Potensi Megatrust, Desak BMKG Rilis Larangan Bangun Megaproyek

DENPASAR – Pernyataan Presiden Joko Widodo pada 23 Juli 2019 di pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

yang menyatakan Indonesia berada di  kawasan cincin api rawan bencana, sampai saat ini belum direspons institusi bersangkutan.

Karena itu, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) mengirimkan surat terbuka kepada BMKG untuk segera menerbitkan surat larangan membangun di megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan.

Divisi Politik ForBali Suriadi Darmoko menjelaskan alasannya mengirimkan surat terbuka ini kepada BMKG.

“Pengiriman surat desakan penerbitan larangan membangun mengaproyek di kawasan rawan bencana di Bali selatan kepada BMKG dimaksudkan agar BMKG segera melakukan

langkah cepat untuk menerbitkan larangan terhadap pembangunan megaproyek infrastruktur dan properti yang direncanakan di daerah rawan bencana,” ujar Darmoko.

Suriadi Darmoko menjelaskan, saat ini setidaknya ada empat megaproyek besar yang akan dibangun di Bali Selatan seperti Reklamasi Teluk Benoa seluas 700 ha,

reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai, reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa oleh Pelindo III dan rencana untuk

reklamasi untuk pembangunan sport tourism yang akan dilakukan di pesisir Tanjung Benoa dengan kedok normalisasi.

Keempat proyek yang sedang dalam perencanaan dan sedang berjalan tersebut berada dalam kawasan rawan bencana.

Dalam daftar desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami, yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) disebutkan,

di Bali khususnya di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Denpasar Selatan, terdapat 19 Desa/Kelurahan yang terkategori dalam kelas bahaya tinggi tsunami.

Kawasan Perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuifaksi, berdasarkan analisis potensi bahaya likuefaksi dan penurunan oleh LIPI,

di daerah ini menunjukkan bahwa hampir semua titik pengujian mengindikasikan terjadinya likuefaksi dan penurunan berdasarkan skenario gempabumi dengan magnitude 7.2 SR.

Berdasar publikasi dari Pusat Studi Gempa Nasional tahun 2017, Bali selatan merupakan salah satu titik dari 16 titik gempa megathrust di Indonesia dengan potensi gempa magnitudo 9,0.

 “Mencermati kembali pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo pada pembukaan rakornas BMKG yang melarang pembangunan di daerah rawan bencana

dan disandingkan dengan fakta-fakta bahwa wilayah Bali Selatan terutama di kawasan perairan Teluk Benoa dan sekitarnya  merupakankawasan rawan  bencana gempa bumi,

tsunami dan likuifaksi, maka kami mendesak Kepala BMKG untuk segera menerbitkan larangan membangun terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare,

perluasan pelabuhan benoa dengan cara reklamasi, perluasan bandara dengan cara reklamasi seluas 147, 45 Ha termasuk rencana pembangunan

Bali sport hub yang diwacanakan oleh Bupati Badung seluas 50 hektar yang secara faktual berada pada kawasan rawan bencana,”ungkapnya.

Selain itu, dalam tuntutannya ForBALI juga meminta BMKG agar segera menerbitkan rekomendasi kepada kementerian terkait dalam hal ini yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan untuk memastikan agar keempat proyek yang berada di kawasan rawan bencana yakni

perluasan pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklmamasi, rencana reklamasi Teluk Banoa seluas 700 hektare,

dan rencana reklamasi untuk pembangunan Bali Sport Hub/Sport Tourims destination dibatalkan atau tidak dilanjutkan.

Selanjutnya ForBALI juga meminta agar BMKG segera menerbitkan surat rekomendasi kepada Gubernur Bali termasuk kepada Pokja RZWP3K untuk

mengeluarkan megaproyek perluasan Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai dari dokumebn RZWP3K yang

secara faktual berada di wilayah dengan kelas tinggi bahaya tsunami, kawasan rawan gempa bumi dan likuifaksi.

Surat desakan tersebut dikirim pada hari ini  Kamis (12/9) kemarin melalui Pos Indonesia. Suriadi Darmoko bersama Direktur WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama memperlihatkan surat dan bukti pengiriman surat yang dikirimkan ke BMKG.

Sementara itu, dikonfirmasi Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar, Iman Fatchurochman mempersilahkan untuk bertanya ke bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Lanjutnya, walaupun sebenarnya untuk infrastruktur masih bisa dibangun dengan mempertimbangkan kerawanan kebencanaan, misaldengan memodifikasi bangunan tahan gempa seperti yang dilakukan oleh Jepang. 

DENPASAR – Pernyataan Presiden Joko Widodo pada 23 Juli 2019 di pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

yang menyatakan Indonesia berada di  kawasan cincin api rawan bencana, sampai saat ini belum direspons institusi bersangkutan.

Karena itu, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) mengirimkan surat terbuka kepada BMKG untuk segera menerbitkan surat larangan membangun di megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan.

Divisi Politik ForBali Suriadi Darmoko menjelaskan alasannya mengirimkan surat terbuka ini kepada BMKG.

“Pengiriman surat desakan penerbitan larangan membangun mengaproyek di kawasan rawan bencana di Bali selatan kepada BMKG dimaksudkan agar BMKG segera melakukan

langkah cepat untuk menerbitkan larangan terhadap pembangunan megaproyek infrastruktur dan properti yang direncanakan di daerah rawan bencana,” ujar Darmoko.

Suriadi Darmoko menjelaskan, saat ini setidaknya ada empat megaproyek besar yang akan dibangun di Bali Selatan seperti Reklamasi Teluk Benoa seluas 700 ha,

reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai, reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa oleh Pelindo III dan rencana untuk

reklamasi untuk pembangunan sport tourism yang akan dilakukan di pesisir Tanjung Benoa dengan kedok normalisasi.

Keempat proyek yang sedang dalam perencanaan dan sedang berjalan tersebut berada dalam kawasan rawan bencana.

Dalam daftar desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami, yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) disebutkan,

di Bali khususnya di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Denpasar Selatan, terdapat 19 Desa/Kelurahan yang terkategori dalam kelas bahaya tinggi tsunami.

Kawasan Perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuifaksi, berdasarkan analisis potensi bahaya likuefaksi dan penurunan oleh LIPI,

di daerah ini menunjukkan bahwa hampir semua titik pengujian mengindikasikan terjadinya likuefaksi dan penurunan berdasarkan skenario gempabumi dengan magnitude 7.2 SR.

Berdasar publikasi dari Pusat Studi Gempa Nasional tahun 2017, Bali selatan merupakan salah satu titik dari 16 titik gempa megathrust di Indonesia dengan potensi gempa magnitudo 9,0.

 “Mencermati kembali pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo pada pembukaan rakornas BMKG yang melarang pembangunan di daerah rawan bencana

dan disandingkan dengan fakta-fakta bahwa wilayah Bali Selatan terutama di kawasan perairan Teluk Benoa dan sekitarnya  merupakankawasan rawan  bencana gempa bumi,

tsunami dan likuifaksi, maka kami mendesak Kepala BMKG untuk segera menerbitkan larangan membangun terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare,

perluasan pelabuhan benoa dengan cara reklamasi, perluasan bandara dengan cara reklamasi seluas 147, 45 Ha termasuk rencana pembangunan

Bali sport hub yang diwacanakan oleh Bupati Badung seluas 50 hektar yang secara faktual berada pada kawasan rawan bencana,”ungkapnya.

Selain itu, dalam tuntutannya ForBALI juga meminta BMKG agar segera menerbitkan rekomendasi kepada kementerian terkait dalam hal ini yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan untuk memastikan agar keempat proyek yang berada di kawasan rawan bencana yakni

perluasan pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklmamasi, rencana reklamasi Teluk Banoa seluas 700 hektare,

dan rencana reklamasi untuk pembangunan Bali Sport Hub/Sport Tourims destination dibatalkan atau tidak dilanjutkan.

Selanjutnya ForBALI juga meminta agar BMKG segera menerbitkan surat rekomendasi kepada Gubernur Bali termasuk kepada Pokja RZWP3K untuk

mengeluarkan megaproyek perluasan Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai dari dokumebn RZWP3K yang

secara faktual berada di wilayah dengan kelas tinggi bahaya tsunami, kawasan rawan gempa bumi dan likuifaksi.

Surat desakan tersebut dikirim pada hari ini  Kamis (12/9) kemarin melalui Pos Indonesia. Suriadi Darmoko bersama Direktur WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama memperlihatkan surat dan bukti pengiriman surat yang dikirimkan ke BMKG.

Sementara itu, dikonfirmasi Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar, Iman Fatchurochman mempersilahkan untuk bertanya ke bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Lanjutnya, walaupun sebenarnya untuk infrastruktur masih bisa dibangun dengan mempertimbangkan kerawanan kebencanaan, misaldengan memodifikasi bangunan tahan gempa seperti yang dilakukan oleh Jepang. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/