25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:09 AM WIB

Biaya Perawatan Istri yang Tewas Ditikam Suami di RSUP Sanglah Klir

DENPASAR – Polemik biaya pengobatan korban penusukan oleh mantan suaminya sendiri di Bali akhirnya mencapai titik temu.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memfasilitasi pelunasan biaya pengobatan ke RSUP Sanglah Bali melalui bantuan psikososial.

Pemenuhan bantuan psikososial terwujud dengan memanfaatkan alokasi dana Program Bantuan Corporate Social Responsibility  (CSR) PT. Pegadaian (Persero).
Penyerahan bantuan psikososial diserahkan langsung PT. Pegadaian (Persero) Kantor Wilayah VII Denpasar di RSUP Sanglah kemarin (12/12).

Bantuan yang diberikan berupa bantuan medis sesaat setelah peristiwa dan bantuan ekonomi produktif kepada korban.

Penyerahan disaksikan langsung oleh pihak LPSK, Ombudsman Bali, BPJS Bali, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bali, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bali.
Bantuan psikososial diterima I Gusti Ngurah Pandu yang berstatus sebagai ayah kandung korban dengan nominal Rp 20 juta.

Sebagian besar uang yang diterima kemudian dibayarkan langsung keluarga korban kepada pihak rumah sakit untuk melunasi kekurangan biaya pengobatan yang mencapai Rp 18 juta.

Sisa uang yang ada kemudian dimasukan dalam bentuk tabungan emas program pegadaian sebagai modal usaha.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk mengatasi kesulitan keluarga korban.

Tidak lupa Susilaningtias mengucapkan duka cita yang mendalam atas peristiwa menimpa keluarga korban.
“Kerja sama yang selama ini terjalin antara LPSK, P2TP2A Bali, Pemerintah Daerah Bali serta kelompok pendamping korban sudah sangat baik dalam membantu korban

tindak pidana khususnya terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, saya rasa kerja sama ini harus terus berlanjut” ujar Susi
Secara khusus Susilaningtias menyampaikan apresiasi kepada pihak Pegadaian yang telah mengalokasikan dana CSR untuk kepentingan layanan perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana.

Pemberian bantuan kepada korban semacam ini diketahui bukan pertama kali dilakukan oleh Pegadaian.
Susilaningtias lantas menyoroti perihal problem baru yang muncul pasca terbitnya Perpres No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mengakibatkan banyak dijumpai kasus korban tindak kejahatan tidak lagi mendapatkan layanan medis dari pemerintah.

Di sisi lain, LPSK memiliki kewenangan serta sumber daya yang terbatas untuk menjangkau seluruh korban tindak pidana.
Menurut Susi, pemerintah harus mencari jalan keluar agar korban tindak pidana tetap bisa mendapatkan layanan medis dari negara.

Susi mendorong agar pemerintah daerah menyiapkan dana khusus di masing-masing wilayahnya yang dialokasikan untuk menolong korban tindak pidana khususnya untuk tindak pidana yang tidak dapat dilayani oleh LPSK.
Selanjutnya Susi mendorong agar pemerintah mengumpulkan seluruh stakeholders untuk merumuskan aturan baku tentang pengumpulan

dana dari berbagai pihak baik yang berasal pemerintah, swasta ataupun masyarakat yang sepenuhnya digunakan untuk menolong korban tindak kejahatan.
“Hal semacam ini sudah banyak dilakukan di negara lain, semacam fund for victim gitu, saya dengar di Indonesia juga sudah

dilakukan melalui aksi-aksi penggalangan dana online. Tapi yang seperti ini harus diatur sedemikian rupa oleh pemerintah” tegas Susi
Sebagai informasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebelumnya pernah menggelar pertemuan membahas penjaminan biaya pengobatan perempuan korban KDRT

atas nama Ni Gusti Ayu Sriasih, 21, korban tewas akibat ditikam suaminya sendiri, I Ketut Gede Ariasta, 23, di Jalan Gunung Sanghyang, Denpasar, Kamis (17/10) silam.
Pertemuan dilakukan pada bulan Oktober lalu. Bertempat di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bali, LPSK bersama BPJS Denpasar,

Ombudsman Bali, Dinas Kesehatan Bali, RSUP Sanglah, LBH Apik dan keluarga korban duduk bersama, Jumat (15/11).

DENPASAR – Polemik biaya pengobatan korban penusukan oleh mantan suaminya sendiri di Bali akhirnya mencapai titik temu.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memfasilitasi pelunasan biaya pengobatan ke RSUP Sanglah Bali melalui bantuan psikososial.

Pemenuhan bantuan psikososial terwujud dengan memanfaatkan alokasi dana Program Bantuan Corporate Social Responsibility  (CSR) PT. Pegadaian (Persero).
Penyerahan bantuan psikososial diserahkan langsung PT. Pegadaian (Persero) Kantor Wilayah VII Denpasar di RSUP Sanglah kemarin (12/12).

Bantuan yang diberikan berupa bantuan medis sesaat setelah peristiwa dan bantuan ekonomi produktif kepada korban.

Penyerahan disaksikan langsung oleh pihak LPSK, Ombudsman Bali, BPJS Bali, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bali, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bali.
Bantuan psikososial diterima I Gusti Ngurah Pandu yang berstatus sebagai ayah kandung korban dengan nominal Rp 20 juta.

Sebagian besar uang yang diterima kemudian dibayarkan langsung keluarga korban kepada pihak rumah sakit untuk melunasi kekurangan biaya pengobatan yang mencapai Rp 18 juta.

Sisa uang yang ada kemudian dimasukan dalam bentuk tabungan emas program pegadaian sebagai modal usaha.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk mengatasi kesulitan keluarga korban.

Tidak lupa Susilaningtias mengucapkan duka cita yang mendalam atas peristiwa menimpa keluarga korban.
“Kerja sama yang selama ini terjalin antara LPSK, P2TP2A Bali, Pemerintah Daerah Bali serta kelompok pendamping korban sudah sangat baik dalam membantu korban

tindak pidana khususnya terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, saya rasa kerja sama ini harus terus berlanjut” ujar Susi
Secara khusus Susilaningtias menyampaikan apresiasi kepada pihak Pegadaian yang telah mengalokasikan dana CSR untuk kepentingan layanan perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana.

Pemberian bantuan kepada korban semacam ini diketahui bukan pertama kali dilakukan oleh Pegadaian.
Susilaningtias lantas menyoroti perihal problem baru yang muncul pasca terbitnya Perpres No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mengakibatkan banyak dijumpai kasus korban tindak kejahatan tidak lagi mendapatkan layanan medis dari pemerintah.

Di sisi lain, LPSK memiliki kewenangan serta sumber daya yang terbatas untuk menjangkau seluruh korban tindak pidana.
Menurut Susi, pemerintah harus mencari jalan keluar agar korban tindak pidana tetap bisa mendapatkan layanan medis dari negara.

Susi mendorong agar pemerintah daerah menyiapkan dana khusus di masing-masing wilayahnya yang dialokasikan untuk menolong korban tindak pidana khususnya untuk tindak pidana yang tidak dapat dilayani oleh LPSK.
Selanjutnya Susi mendorong agar pemerintah mengumpulkan seluruh stakeholders untuk merumuskan aturan baku tentang pengumpulan

dana dari berbagai pihak baik yang berasal pemerintah, swasta ataupun masyarakat yang sepenuhnya digunakan untuk menolong korban tindak kejahatan.
“Hal semacam ini sudah banyak dilakukan di negara lain, semacam fund for victim gitu, saya dengar di Indonesia juga sudah

dilakukan melalui aksi-aksi penggalangan dana online. Tapi yang seperti ini harus diatur sedemikian rupa oleh pemerintah” tegas Susi
Sebagai informasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebelumnya pernah menggelar pertemuan membahas penjaminan biaya pengobatan perempuan korban KDRT

atas nama Ni Gusti Ayu Sriasih, 21, korban tewas akibat ditikam suaminya sendiri, I Ketut Gede Ariasta, 23, di Jalan Gunung Sanghyang, Denpasar, Kamis (17/10) silam.
Pertemuan dilakukan pada bulan Oktober lalu. Bertempat di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bali, LPSK bersama BPJS Denpasar,

Ombudsman Bali, Dinas Kesehatan Bali, RSUP Sanglah, LBH Apik dan keluarga korban duduk bersama, Jumat (15/11).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/