28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 20:22 PM WIB

Tanggungjawab, Badung Siapkan Lahan untuk Kubur 1047 Ekor Bangkai Babi

MANGUPURA – Kasus kematian babi mendadak di Kabupaten Badung kian hari terus bertambah. Bahkan data terakhir total babi mati di Badung sudah tembus angka 1.047 ekor.

Tak heran belakangan juga marak bangkai babi mati di buang begitu saja ke sungai. Mengantisipasi hal tersebut, Tim Penanganan Penyakit Babi

yang dibentuk oleh Pemkab Badung berupaya mencari lahan kosong untuk menjadi tempat penguburan babi secara massal.

“Kami memandang perlu disiapkan lahan khusus untuk mengubur babi yang mati. Ini dalam rangka meminimalkan potensi

penyebaran penyakit ke babi yang masih sehat,” terang Ketua Tim Penanganan Penyakit Babi, dr I Gede Putra Suteja.

Tim Penanganan Penyakit Babi ini terdiri dari Dinas Pertanian dan Pangan, Dinas LHK, Dinas PUPR, Satpol PP, BPKAD, dan aparat kepolisian ini pun terus berkomunikasi dengan perangkat yang ada di kecamatan maupun desa/kelurahan.

Tujuannya mendata lokasi yang pas untuk dijadikan tempat penguburan babi yang mati.  Lebih lanjut, kasus kematian babi semakin meluas, sehingga perlu lahan khusus untuk penguburan babi.

“Kami khawatir kalau tidak disiapkan lahan khusus, ditemukan lagi ada babi dibuang sembarangan, seperti kasus beberapa waktu

lalu ada babi ditemukan di sungai,” terang dr Suteja yang juga Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung ini.

Kata dia, dengan adanya tim ini, begitu mendapat informasi ada kasus kematian babi, maka tim akan langsung bergerak melakukan pengambilan bangkai babi dari peternak untuk dibawa ke tempat penguburan.

“Jadi, sifatnya tersentralisasi di satu tempat,” jelas birokrat asal Mengwitani ini. Pihaknya juga mengimbau para peternak babi tak perlu khawatir, mengingat tidak ada biaya sepeser pun yang dibebankan alias gratis. 

Asalkan begitu ada babi mati, masyarakat bisa langsung melaporkan kepada petugas, biar cepat penanganannya.

Tim Penanganan Penyakit Babi juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali maupun pemerintah kabupaten yang lain.

“Kami juga sedang buatkan kajian, kita apakan peternak ini, pemerintah akan memberdayakan seperti apa terhadap peternak di Badung. Inilah tugas dari tim yang dibentuk,” tanda dr Suteja.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung Wayan Wijana, mengungkapkan hingga saat ini kasus kematian babi di Badung sudah mencapai 1.074 ekor.

Petugas juga  masih terus melakukan edukasi terutama terhadap kasus kematian baru agar tidak menyebar lebih luas dan memberi petunjuk penanganan bangkai babinya agar tidak mencemari lingkungan.

“Kami mengimbau peternak dapat berkoordinasi dengan Tim Penanganan Penyakit Babi. Kami tim ini juga menyediakan sarana

komunikasi melalui call center 112 maupun WA Group yang khusus menangani mitigasi akibat kematian babi,” terangnya.

Secara terpisah, Sementara,  Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa juga sempat  menyarankan agar pemerintah memfasilitasi penguburan tersebut. 

Hal itu lantaran banyak bangkai babi warga yang dibuang sembarangan. “Memang ini (lahan penguburan bangkai babi) yang kami inginkan.

Sehingga masyarakat merasakan tindak lanjut pemerintah terkait babi mati,” ungkap pria asal Abiansemal Badung ini.

 Terlabih  ongkos penggalian tanah untuk mengubur babi mencapai ratusan ribu rupiah per ekor. Peternak pun merasa semakin rugi disaat terkena wabah babi tersebut. 

“Ini yang dikeluhkan peternak, jika babi mereka mati  mereka harus membayar upah Rp 100 sampai 200 ribu setiap penguburan  babi. Hitungannya dibayar per ekor,” pungkasnya.

MANGUPURA – Kasus kematian babi mendadak di Kabupaten Badung kian hari terus bertambah. Bahkan data terakhir total babi mati di Badung sudah tembus angka 1.047 ekor.

Tak heran belakangan juga marak bangkai babi mati di buang begitu saja ke sungai. Mengantisipasi hal tersebut, Tim Penanganan Penyakit Babi

yang dibentuk oleh Pemkab Badung berupaya mencari lahan kosong untuk menjadi tempat penguburan babi secara massal.

“Kami memandang perlu disiapkan lahan khusus untuk mengubur babi yang mati. Ini dalam rangka meminimalkan potensi

penyebaran penyakit ke babi yang masih sehat,” terang Ketua Tim Penanganan Penyakit Babi, dr I Gede Putra Suteja.

Tim Penanganan Penyakit Babi ini terdiri dari Dinas Pertanian dan Pangan, Dinas LHK, Dinas PUPR, Satpol PP, BPKAD, dan aparat kepolisian ini pun terus berkomunikasi dengan perangkat yang ada di kecamatan maupun desa/kelurahan.

Tujuannya mendata lokasi yang pas untuk dijadikan tempat penguburan babi yang mati.  Lebih lanjut, kasus kematian babi semakin meluas, sehingga perlu lahan khusus untuk penguburan babi.

“Kami khawatir kalau tidak disiapkan lahan khusus, ditemukan lagi ada babi dibuang sembarangan, seperti kasus beberapa waktu

lalu ada babi ditemukan di sungai,” terang dr Suteja yang juga Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung ini.

Kata dia, dengan adanya tim ini, begitu mendapat informasi ada kasus kematian babi, maka tim akan langsung bergerak melakukan pengambilan bangkai babi dari peternak untuk dibawa ke tempat penguburan.

“Jadi, sifatnya tersentralisasi di satu tempat,” jelas birokrat asal Mengwitani ini. Pihaknya juga mengimbau para peternak babi tak perlu khawatir, mengingat tidak ada biaya sepeser pun yang dibebankan alias gratis. 

Asalkan begitu ada babi mati, masyarakat bisa langsung melaporkan kepada petugas, biar cepat penanganannya.

Tim Penanganan Penyakit Babi juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali maupun pemerintah kabupaten yang lain.

“Kami juga sedang buatkan kajian, kita apakan peternak ini, pemerintah akan memberdayakan seperti apa terhadap peternak di Badung. Inilah tugas dari tim yang dibentuk,” tanda dr Suteja.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung Wayan Wijana, mengungkapkan hingga saat ini kasus kematian babi di Badung sudah mencapai 1.074 ekor.

Petugas juga  masih terus melakukan edukasi terutama terhadap kasus kematian baru agar tidak menyebar lebih luas dan memberi petunjuk penanganan bangkai babinya agar tidak mencemari lingkungan.

“Kami mengimbau peternak dapat berkoordinasi dengan Tim Penanganan Penyakit Babi. Kami tim ini juga menyediakan sarana

komunikasi melalui call center 112 maupun WA Group yang khusus menangani mitigasi akibat kematian babi,” terangnya.

Secara terpisah, Sementara,  Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa juga sempat  menyarankan agar pemerintah memfasilitasi penguburan tersebut. 

Hal itu lantaran banyak bangkai babi warga yang dibuang sembarangan. “Memang ini (lahan penguburan bangkai babi) yang kami inginkan.

Sehingga masyarakat merasakan tindak lanjut pemerintah terkait babi mati,” ungkap pria asal Abiansemal Badung ini.

 Terlabih  ongkos penggalian tanah untuk mengubur babi mencapai ratusan ribu rupiah per ekor. Peternak pun merasa semakin rugi disaat terkena wabah babi tersebut. 

“Ini yang dikeluhkan peternak, jika babi mereka mati  mereka harus membayar upah Rp 100 sampai 200 ribu setiap penguburan  babi. Hitungannya dibayar per ekor,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/