DENPASAR – Sistem Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) mencatat tahun ini ada penurunan jumlah kasus stunting atau anak bertubuh pendek di Bali dibanding dengan dua tahun belakangan.
Dalam data tersebut, tercatat tahun 2018 persentase stunting di angka 14,2 persen. Di tahun berikutnya atau 2019 terjadi penurunan hingga diangka 10,8 persen.
Di tahun 2020 juga mengalami penurunan drastis meski berada dalam suasana pandemi Covid-18. Yakni dalam data, angkanya mencapai 7,6 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya menyebut penanggulangan stunting pada masa pandemi masih terus dilaksanakan.
“Diambil dari siklus hidup pasangan pranikah kami konseling melalui program catin (calon pengantin), bumil (ibu hamil) mendapatkan pelayanan sama seperti sebelumnya dengan tambahan protokol covid-19. Bayi baru lahir dan balita juga sama. Menyesuaikan pedoman yang ada,” ujarnya Jumat (14/8).
Untuk kasus yang berat seperti gizi buruk atau bumil resti (risiko tinggi), kata dia, akan mendapat prioritas berupa jemput bola dari petugas. Kemudian melakukan monitoring lewat jejaring sosial.
Ada pengaruh saat pandemi? “Kalau dibilang berpengaruh pasti ada pengaruhnya karena sebanding dengan pertumbuhan ekonomi. Kalau diambil data e-PPGBM malah stunting turun dari sebelum angka 12 persen menjadi 7 persenan,” jawabnya.
Mengacu pada data e-PPGBM itu juga, 3 wilayah di Bali, yakni Bangli, Karangasem dan Buleleng masih tetap paling tinggi sejak 3 tahun belakangan ini. Walau demikian, dari data tersebut, kasus stunting di tiga kabupaten dimaksud sudah mengalami penurunan juga. Di Bangli, secara berturut- turut dari 2018-2020 adalah 24,8 persen; 21,8 persen; dan 11 persen. Di Karangasem 21,6 persen; 15,3 persen; dan 11,9 persen.
Sedangkan untuk kasus stunting terkecil ada di Denpasar dengan 2,8 persen pada 2020, menurun dibanding tahun 2018 sebesar 8,9 persen, dan 2019 sebesar 3 persen. Disusul Badung 6,9; 7,2; 3,8 persen. Dan Gianyar sebesar 10,9; 6,6; 5,8 dan Jembrana 12,7; 9,7; 5,8.
Sedangkan kasus stunting di Klungkung dan Tabanan justru mengalami kenaikan. Yakni Klungkung dari 8,4, kemudian 4,8, dan tahun 2020 menjadi 7 persen, sedangkan Tabanan, 13; 7,3; 8,3 persen.
Untuk itu pula, pihak Dinkes memprioritaskan tiga wilayah tersebut untuk menurunkan angka stunting. Suarjaya menyebuy ada 8 aksi konvergensi yang dilakukan untuk penurunan ini.
Yakni, menganalisa situasi, merencanakan kegiatan, rembuk stunting, penguatan melalui pergub/perwali dan sebagainya, kader pembangunan manusia, manajemen data, pengukuran dan publikasi dan meriview kinerja tahunan.
“Delapan aksi ini tidak serta-merta dilakukan oleh Dinas Kesehatan semata, lintas sektor sangat berperan dalam proses ini, sehingga Bali bisa menurunkan angka stunting,” sebutnya.
Dia menjelaskan, PR saat ini adalah menajemen data. Yakni bagaimana data harus bisa senyata mungkin dan gerak masih terbatas akibat pandemi.
Dia berharap masyarakat selalu menaati protokol dan memantau pertumbuhan dan perkembangan balita dan bumil.
Terakhir, Suarjaya berpesan kepada para ibu-ibu untuk menjaga kehamilannya tetap sehat, dengan makan makanan bergizi selama 1000 hari pertama kehidupan (9 bulan hamil plus 2 tahun setelah lahir).