RadarBali.com – Aksi nekat dilakukan kerabat ahli waris I Gusti Made Mentog menembok kantor PT PLN (Persero) Area Pelaksana Pemelihara Bali, Gardu Induk Pemecutan Kelod, Jalan Imam Bonjol No 350 Denpasar.
Padahal, kantor tersebut masih dalam status sengketa. AA Ngurah Agung Semara Adnyana, perwakilan keluarga I Gusti Made Mentog sekaligus kuasa hukum, mengatakan, aksi penembokan ini sebagai tindak lanjut permasalahan lahan yang dipakai oleh PLN.
Menurutnya, pihak keluarga dan PLN sudah lima kali melakukan mediasi. Tetapi, gagal, karena dari PLN tidak bisa menunjukkan dokumen kepemilikan tanah.
Selain itu juga, pihak PLN melolak melakukan pengukuran lahan. “Pada intinya kami tak ingin bertengkar, kami ingin mencari solusi.
Berhubungan berapa kali mediasi , dari PLN, BPN, dewan, dan bahkan Kapolsek, semua buntu,” ungkap Semara.
Semara mengatakan, pihaknya sudah mengajukan permohonan untuk membuat sertifikat tanah (prona).
Pria yang berasal dari Puri Pemecutan ini, mengaku siap digugat oleh Pihak PLN. Dan akan bersedia mundur, jika dari pihak PLN bisa menunjukkan dokumen kepemilikan lahan yang seluas 4217 meter persegi.
Semara mengaku terakhir kali melakukan mediasi difasilitasi oleh Kapolsek di hotel yang beralamat di Jalan Mahendradatta, Denpasar.
Tapi, gagal dan buntu. Nah, saat gardu ini ditembok oleh pihak yang mengaku ahli waris, tapi aktivitas di dalam gardu itu diizinkan berjalan seperti biasa.
Karena menurut Semara, dia tidak ingin melanggar hukum sebagai Warga Negara Indonesia. General Manager APP Bali, Eka Sudarmaja mengatakan, aktivitas di dalam gardu tersebut untuk menjaga keandalan peralatan.
Disana ada beban trafo 2x 60 MVA yang meliputi Denpasar dan Badung. Untuk kegiatan sehari-hari, dia memastikan kesiapan trafo dan juga pengurusan operasional.
“Penembokan itu jelas menghambat kegiatan yang dilakukan petugas di gardu. Apalagi, kendaraan tidak bisa masuk.
Hal itu barang tentu sangat menghambat, sehingga wilayah Denpasar dan Badung terancam gelap gulita karena terjadi pemadaman listrik,” bebernya.
Yang pasti, PLN telah melaporkan masalah ini ke kepolisian. Tujuannya agar bisa diselesaikan oleh pihak yang berwenang, apalagi ini berkaitan dengan objek vital negara.
Menurutnya Eka, di dalam sertifikat hak milik (SHM) bukan atas nama I Gusti Made Mentog, tapi bernama I Gusti Putu Pemecutan.
Eka hanya ingin menyelesaikan kasus ini di meja pengadilan, bukan dengan cara seperti ini. “Kami agak berat menghadapi orang seperti mereka. Dibuka saja dokumennya di pengadilan.
Itu dokumen negara. Ada sertifikat PLN. Sebenarnya tanah itu bukan atas nama I Gusti Made Mentog. Kalaupun kami yang bersalah ada yang memutuskan, yaitu di pengadilan,” tandasnya.