DENPASAR – Keputusan Menteri Budi Karya Sumadi melonggarkan penggunaan transportasi umum 6 Mei lalu berimplikasi luas kepada sejumlah daerah di tanah air yang tengah berjuang melawan Covid-19.
Tak terkecuali bagi Bali. Di saat Pemprov Bali berupaya menjadi provinsi pertama di Indonesia bebas Covid-19, lalulintas orang dari zona merah justru berpotensi merusak rencana Bali jadi wilayah bebas Covid-19.
Namun, keputusan sudah terlanjur diambil. Pemprov Bali mau tak mau menjalankan kebijakan yang diambil pemerintah pusat.
Langkah awal untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Provinsi Bali melakukan pengetatan screening terhadap tiap orang yang
masuk melewati pintu-pintu masuk Bali khususnya Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa dengan mewajibkan untuk menjalani tes swab.
Menurut Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Bali Dewa Made Indra, pengetatan penjagaan di pintu masuk ini dilakukan untuk mencegah masuknya carrier dari daerah zona merah Covid-19 masuk ke Bali.
Sejauh ini orang yang datang ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai maupun Pelabuhan Benoa adalah repatriasi atau pemulangan PMI asal Bali yang bekerja luar negeri.
“Terhadap mereka ini kita lakukan screening luar biasa dengan langsung mengambil uji Swab-nya yang diperiksa PCR.
Selain itu mereka, baik PMI maupun non-PMI mesti menjalani karantina,” kata Dewa Made Indra usai menjadi narasumber Webinar di Kantor Diskominfos Provinsi Bali kemarin.
Tindakan uji Swab ini pula berlaku bagi mereka yang baru tiba Bandara Ngurah Rai dan bukan lagi menggunakan rapid test seperti awal sebelumnya.
Hal itu tetap dilakukan meskipun pemerintah pusat telah menyiapkan instrumen bagi setiap penumpang pesawat wajib menjalani rapid test di bandara sebelum diberangkatan.
“Terhadap kebijakan (Kemenhub) ini, Bali tidak bisa menutup diri, namun kita bisa merespon dengan melakukan screening yang lebih ketat terhadap tiap orang yang masuk ke Bali,” tegasnya.