25.6 C
Jakarta
19 September 2024, 8:46 AM WIB

Demo Tolak Omnibus Law, Ini Poin-poin yang Ditolak Massa BERAKSI

DENPASAR – Aksi menolak RUU Omnibus Law terus berlanjut meski Indonesia dan dunia dalam kondisi pandemic wabah corona.

Tak terkecuali di Bali. Dimotori Barisan Rakyat Pro Demokrasi (BERAKSI), massa tetap menuntut pemerintahan Jokowi membatalkan RUU Omnibus Law.

“Selain virus Corona yang berbahaya, RUU Cilaka (Cipta Kerja) juga berbahaya,” ujar Humas Aksi Krisna Dinata.

Kepada awak media, Krisna menyebut RUU Cilaka yang kini tengah dirancang pemerintah memberikan banyak ancaman terhadap hak-hak masyarakat. 

Terlebih lagi, dalam perumusanya RUU Cipta Kerja ini sudah melanggar hukum di antaranya hak partisipasi publik.

“Fakta yang terjadi adalah, organisasi masyarakat sipil sangat sulit untuk mengetahui informasi terkait RUU Cilaka ini.

Bahkan yang lebih parahnya lagi, perwakilan dari masyarakat sipil tidak ada dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Cilaka,” ujar Krisna.

Ironisnya, pelibatan masyarakat sipil justru dilakukan saat Naskah Akademis serta RUU Cilaka sudah diserahkan kepada DPR.

“Pelibatan partisipasi publik dalam konteks ini juga masih tergolong manipulasi,”tegasnya. Selain itu, juga melanggar asas keterbukaan peraturan perundangan-undangan.

Sebelum RUU Cipta Kerja diserahkan kepada DPR, sempat beredar dokumen RUU Cipta Lapangan Kerja. 

Katanya juga, masing-masing Kementerian tidak memberi konfirmasi secara tegas dan jelas apakah draft yang beredar merupakan RUU yang akan diserahkan Pemerintah kepada DPR.

Bahkan, Kemenkopolhukam merespons permintaan informasi terkait draft yang beradar melalui surat tanggal 6 Februari 2020 yang ditandatangani oleh

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kemenko Polhukam Sidiq Mustofa menyebutkan RUU Cipta Lapangan Kerja sebagai informasi yang termasuk rahasia.

“Selain itu, RUU Cipta Kerja ini berpotensi merampas hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” ujar jelasnya.

Ia menjelaskan, dihapusnya izin lingkungan dalam RUU ini akan mengancam keberlangsungan lingkungan hidup.

“Padahal, Izin Lingkungan selama ini menjadi filter bagi investor ataupun koorporasi dalam menjalankan proyek,”tuturnya.

Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja tidak adanya pengaturan yang ketat dan jelas terhadap kegiatan wajib Amdal, tentu menjadi ancaman serius terhadap

hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ditengah praktik-praktik investasi yang tidak patuh dengan Amdal.

Terlebih lagi, gugatan administrasi lingkungan juga dihapus dalam RUU ini. Gugatan administratif merupakan salah satu upaya preventif

untuk menghambat bahkan menghentikan proyek sebelum menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan hidup.

“Gugatan adminstratif juga merupakan bentuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin

kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain,”jelasnya.

Pengaturan gugatan administratif pada RUU cilaka justru dihapus. Tidak ada satu pun ketentuan di RUU Cilaka yang memberikan ruang

kepada masyarakat untuk mengajukan gugatan administratif terhadap Keputusan tata Usaha Negara penguasa yang mengancam kelestarian lingkungan hidup.

Padahal, ketentuan tersebut sangat penting karena melalui ketentuan tersebut, rakyat memiliki ruang untuk mengkoreksi kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada kelestarian lingkungan hidup.

Dihapusnya Pasal 93 UU PPLH pada RUU Cilaka menyebabkan tidak ada ruang koreksi bagi rakyat atas izin lingkungan yang mengancam kelestarian lingkungan hidup.

Hal tersebut menyebabkan hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sabagaimana yang ditentukan dalam konstitusi menjadi terancam.

“Maka dari itu kami tuntut agar RUU Cipta Kerja ini dihapuskan,” pungkasnya.

DENPASAR – Aksi menolak RUU Omnibus Law terus berlanjut meski Indonesia dan dunia dalam kondisi pandemic wabah corona.

Tak terkecuali di Bali. Dimotori Barisan Rakyat Pro Demokrasi (BERAKSI), massa tetap menuntut pemerintahan Jokowi membatalkan RUU Omnibus Law.

“Selain virus Corona yang berbahaya, RUU Cilaka (Cipta Kerja) juga berbahaya,” ujar Humas Aksi Krisna Dinata.

Kepada awak media, Krisna menyebut RUU Cilaka yang kini tengah dirancang pemerintah memberikan banyak ancaman terhadap hak-hak masyarakat. 

Terlebih lagi, dalam perumusanya RUU Cipta Kerja ini sudah melanggar hukum di antaranya hak partisipasi publik.

“Fakta yang terjadi adalah, organisasi masyarakat sipil sangat sulit untuk mengetahui informasi terkait RUU Cilaka ini.

Bahkan yang lebih parahnya lagi, perwakilan dari masyarakat sipil tidak ada dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Cilaka,” ujar Krisna.

Ironisnya, pelibatan masyarakat sipil justru dilakukan saat Naskah Akademis serta RUU Cilaka sudah diserahkan kepada DPR.

“Pelibatan partisipasi publik dalam konteks ini juga masih tergolong manipulasi,”tegasnya. Selain itu, juga melanggar asas keterbukaan peraturan perundangan-undangan.

Sebelum RUU Cipta Kerja diserahkan kepada DPR, sempat beredar dokumen RUU Cipta Lapangan Kerja. 

Katanya juga, masing-masing Kementerian tidak memberi konfirmasi secara tegas dan jelas apakah draft yang beredar merupakan RUU yang akan diserahkan Pemerintah kepada DPR.

Bahkan, Kemenkopolhukam merespons permintaan informasi terkait draft yang beradar melalui surat tanggal 6 Februari 2020 yang ditandatangani oleh

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kemenko Polhukam Sidiq Mustofa menyebutkan RUU Cipta Lapangan Kerja sebagai informasi yang termasuk rahasia.

“Selain itu, RUU Cipta Kerja ini berpotensi merampas hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” ujar jelasnya.

Ia menjelaskan, dihapusnya izin lingkungan dalam RUU ini akan mengancam keberlangsungan lingkungan hidup.

“Padahal, Izin Lingkungan selama ini menjadi filter bagi investor ataupun koorporasi dalam menjalankan proyek,”tuturnya.

Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja tidak adanya pengaturan yang ketat dan jelas terhadap kegiatan wajib Amdal, tentu menjadi ancaman serius terhadap

hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ditengah praktik-praktik investasi yang tidak patuh dengan Amdal.

Terlebih lagi, gugatan administrasi lingkungan juga dihapus dalam RUU ini. Gugatan administratif merupakan salah satu upaya preventif

untuk menghambat bahkan menghentikan proyek sebelum menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan hidup.

“Gugatan adminstratif juga merupakan bentuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin

kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain,”jelasnya.

Pengaturan gugatan administratif pada RUU cilaka justru dihapus. Tidak ada satu pun ketentuan di RUU Cilaka yang memberikan ruang

kepada masyarakat untuk mengajukan gugatan administratif terhadap Keputusan tata Usaha Negara penguasa yang mengancam kelestarian lingkungan hidup.

Padahal, ketentuan tersebut sangat penting karena melalui ketentuan tersebut, rakyat memiliki ruang untuk mengkoreksi kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada kelestarian lingkungan hidup.

Dihapusnya Pasal 93 UU PPLH pada RUU Cilaka menyebabkan tidak ada ruang koreksi bagi rakyat atas izin lingkungan yang mengancam kelestarian lingkungan hidup.

Hal tersebut menyebabkan hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sabagaimana yang ditentukan dalam konstitusi menjadi terancam.

“Maka dari itu kami tuntut agar RUU Cipta Kerja ini dihapuskan,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/