DENPASAR – Pihak DPRD Provinsi Bali kembali melakukan sosialisasi terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Bali tentang Desa Adat.
Kali ini, pihaknya bertemu dengan para pendamping Desa Adat di Wantilan DPRD Bali pada Selasa (19/3).
Dalam pertemuan dengan ratusan pendamping tersebut, salah satunya membahas tentang kedudukan pendamping desa adat yang saat ini jumlahnya 300 lebih di dalam Ranperda Desa Adat.
Peranan pendamping Desa Adat tertuang pada pasal 68 angka 3 dan 4, yang pada pointnya pemerintah daerah membentuk pendamping untuk
memfasilitasi penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa adat mulai perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
Yang menjadi persoalan, bila nantinya Ranperda sudah menjadi Perda, bagaimana dengan status pendamping yang sudah terbentuk dan terlatih secara profesional sebelum Perda ini berlaku.
Apakah pembentukan para pendamping di ulang atau memanfaatkan yang sudah ada? Nyoman Parta selaku Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali
yang memimpin pertemuan tersebut menyebut akan mempertahankan para pendamping desa yang sudah terbentuk selama ini.
“Di Bali ini ada 1493 desa adat. Kalau bisa, masing-masing desa adat memiliki pendamping. Untuk itu, sebaiknya menggunakan yang lama. Kan sudah profesional juga.
Tinggal nanti ditambah pelatihan sedikit lagi dan ditambahkan biaya operasionalnya. Itu lebih baik daripada melatih ulang dari nol untuk menjadi pendamping. Namun itu teknis,” ungkapnya.
Hal tersebut disambut I Ketut Wijaya Mataram, salah satu pendamping yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Dikatakan, saat ini, sudah ada sekitar 300 pendamping. Jika. Dibandingkan jumlah desa adat, tentu jumlahnya masih jauh.
“Namun hal ini bisa disiasati dengan penambahan dana operasional. Sebenarnya kami bisa saja 1 orang mengurusi 10 desa,
tapi kalau anggarannya untuk 1 desa saja, kan susah. Makanya perlu ada tambahan dana operasional untuk kami nantinya,” pungkasnya.