DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster, sepertinya bimbang, melanjutkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang disepakati dengan Pemkot Denpasar, Pemkab Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Kebimbangan tersebut termaktub saat Rapat Paripurna ke 19 di DPRD Bali kemarin. Gubernur Koster akan mengevaluasi proyek PLTSa yang saat ini masih dalam tahap pencarian investor.
Ia mengatakan jika itu dipilih pasti akan menggunakan tipping fee (biaya yang dikeluarkan sebagai anggaran pemerintah kepada pengelola sampah) yang biayanya sangat tinggi.
Itu akan membebankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Masalahnya harus bayar. Kalau bisa tanpa itulah. Bebani APBD. Kami akan evaluasi kembali,” ucapnya.
Saat ditanya apakah proyek tersebut terancam batal, Koster menyatakan tidak. Yang jelas, Koster sangat menyayangkan pemakaian tipping fee yang membebani APBD Kabupaten/Kota.
Koster pun menginginkan cara yang lain dengan tidak membayar seperti itu. “Tidak batal. Saya belum dapat laporan. Kalau dengan tipping fee jelas membebani APBD. Kasihan mereka (pemda Sarbagita), darimana duitnya, kasihan,” tukasnya.
Kepala UPT Pengolahan Sampah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bali Ni Made Armadi membenarkan hal tersebut.
Dijelaskan PLTSa untuk di TPA Regional Sarbagita ditugaskan PT. PLN oleh Mentri ESDM selaku pengembang PLTSa dan PT PLN menunjung anak perusahaannya PT. Indonesiaan Power untuk mengembangkan PLTSa tersebut.
Dalam proses pengembangannya tersebut PT Indonesia Power mencari mitra (investor) dalam pembangunan PLTSa.
Menurut infromasi, ada 28 investor yang berminat sebagai pengembang dan ikut melakukan bidding contest (kontes penawaran).
Sayangnya, PT. Indonesia Power belum mendapatkan satupun yang memenuhi kriteria. “Salah satu kendalanya karena persyaratannya tanpa tipping fee dan Pemerintah Daerah
baik itu Pemerintah Provinsi Bali dan Pemda Sarbagita belum bersedia ada tipping fee karena akan membebani APBD,” ucapnya.