26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 9:40 AM WIB

Koster Sebut Keluar Duit Miliaran untuk Rapid Test, Ini Kata Kadiskes

DENPASAR – Pemprov Bali kembali bersuara terkait pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster yang menyebut pemerintah menghabiskan anggaran miliaran rupiah untuk rapid test.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Ketut Suarjaya menilai apa yang disampaikan Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDIP itu sudah tepat.

Menurut Suarjaya, jumlah Rp 1,3 miliar yang disampaikan gubernur tersebut merupakan jumlah komulatif dari biaya rapid test yang dilakukan baik di Bandara I Gusti Ngurah Rai,

Pelabuhan Gilimanuk maupun Pelabuhan Padangbai serta pelaksanaan rapid test di beberapa wilayah akibat terjadinya transmisi lokal.

Selain itu, biaya tersebut juga termasuk pelaksanaan swab test dengan metode PCR yang dilaksanakan setiap 2 (dua) hari sekali bagi

pasien Covid-19 yang sedang dirawat di berbagai rumah sakit rujukan dan tempat karantina yang disiapkan Pemerintah Provinsi Bali.

“Jadi Pemprov Bali mengeluarkan anggaran milliaran rupiah setiap harinya bukan hanya untuk biaya rapid test di Pelabuhan Gilimanuk saja, akan tetapi penanganan Covid-19 secara menyeluruh,” kata Suarjaya, Sabtu (20/6) malam.

Suarjaya juga menegaskan memang di Pelabuhan Gilimanuk frekuensinya sangat tinggi, paling sedikit 1.000 orang per harinya bahkan bisa sampai 2.000 orang harus di rapid test.

Khususnya untuk awak kendaraan logistik yang menuju Bali. Belum lagi, lanjut Suarjaya, petugas secara rutin melaksanakan test di tempat atau desa yang menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

“Ambil contoh di Desa Abuan, Bangli atau Bondalem, Buleleng, kita laksanakan rapid test massal, bahkan berlanjut swab berbasis PCR,” jelasnya.

Ditambahkannya, saat ini Dinas Kesehatan Provinsi Bali menghabiskan rapid test berkisar 3.000 – 4.000 ribu test sehari, baik di pelabuhan, tracing kontak, dan keperluan surveilans lainnya.

Besaran biaya rapid test di fasilitas kesehatan swasta saat ini berkisar Rp 400 – 500 ribu untuk sekali rapid test.

Menurut pria kelahiran Pengastulan Buleleng ini, Pemerintah Provinsi Bali selama ini telah menanggung sepenuhnya biaya pelaksanaan rapid test

yang dilakukan di pintu masuk Bali Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai secara gratis bagi awak kendaraan logistik.

Sehingga, ditambahkan Suarjaya, berdasar Surat Edaran Nomor: 257/GugasCovid19/VI/2020 tanggal 16 Juni 2020 tentang Penghentian Rapid Test Gratis

di Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai, Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Provinsi Bali tidak akan lagi memberikan pelayanan rapid test gratis untuk

awak kendaraan logistik di Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai yang dimulai pada hari Kamis, 18 Juni 2020 mulai pukul 08.00 Wita.

“Sudah seharusnya awak kendaraan logistik wajib membawa surat keterangan rapid test secara mandiri, semua biaya seharusnya ditanggung oleh perusahaannya,” ujar Suarjaya.

Selain itu, berdasar Surat Edaran No.440/8890/Yankes.Diskes/2020 tanggal 18 Juni 2020, untuk pemeriksaan rapid test dan swab PCR

pelaku perjalanan dan keperluan sendiri (mandiri) dapat dipungut biaya sesuai ketentuan tarif di masing-masing Fasilitas Kesehatan.

Ketentuan tarif rapid test yang diberlakukan di masing-masing Fasilitas Kesehatan agar menyesuaikan dengan unit cost dengan mengupayakan biaya tidak melebihi Rp. 400.000.

Sedangkan untuk biaya pemeriksaan Swab PCR agar disesuaikan dengan unit cost dan diupayakan tidak melebihi Rp. 1.800.000.

Lebih jauh Suarjaya menjelaskan, rincian rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk melaksanakan rapid test dan swab per harinya.

Dikatakannya, antara lain terdiri dari rapid test di Pelabuhan Gilimanuk Rp 200-250 juta, di Pelabuhan Padangbai Rp 50-an juta, rapid test dan swab pasien di karantina/rumah sakit dan tempat lainnya mencapai Rp 1 miliar sehari.

Secara hitung-hitungan matematisnya memang menghabiskan anggaran berkisar Rp 1,3 miliar per harinya.

Itu belum dihitung biaya operasional SDM yang harus bekerja sampai 24 jam setiap harinya.  “Besaran biaya ini yang dimaksud gubernur saat menjawab pertanyaan doorstop

dengan awak media seusai mengikuti rapat koordinasi GTPP Covid-19 Provinsi Bali di Jayasabha Jumat (19/6) kemarin,” ungkap Suarjaya. 

DENPASAR – Pemprov Bali kembali bersuara terkait pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster yang menyebut pemerintah menghabiskan anggaran miliaran rupiah untuk rapid test.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Ketut Suarjaya menilai apa yang disampaikan Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDIP itu sudah tepat.

Menurut Suarjaya, jumlah Rp 1,3 miliar yang disampaikan gubernur tersebut merupakan jumlah komulatif dari biaya rapid test yang dilakukan baik di Bandara I Gusti Ngurah Rai,

Pelabuhan Gilimanuk maupun Pelabuhan Padangbai serta pelaksanaan rapid test di beberapa wilayah akibat terjadinya transmisi lokal.

Selain itu, biaya tersebut juga termasuk pelaksanaan swab test dengan metode PCR yang dilaksanakan setiap 2 (dua) hari sekali bagi

pasien Covid-19 yang sedang dirawat di berbagai rumah sakit rujukan dan tempat karantina yang disiapkan Pemerintah Provinsi Bali.

“Jadi Pemprov Bali mengeluarkan anggaran milliaran rupiah setiap harinya bukan hanya untuk biaya rapid test di Pelabuhan Gilimanuk saja, akan tetapi penanganan Covid-19 secara menyeluruh,” kata Suarjaya, Sabtu (20/6) malam.

Suarjaya juga menegaskan memang di Pelabuhan Gilimanuk frekuensinya sangat tinggi, paling sedikit 1.000 orang per harinya bahkan bisa sampai 2.000 orang harus di rapid test.

Khususnya untuk awak kendaraan logistik yang menuju Bali. Belum lagi, lanjut Suarjaya, petugas secara rutin melaksanakan test di tempat atau desa yang menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

“Ambil contoh di Desa Abuan, Bangli atau Bondalem, Buleleng, kita laksanakan rapid test massal, bahkan berlanjut swab berbasis PCR,” jelasnya.

Ditambahkannya, saat ini Dinas Kesehatan Provinsi Bali menghabiskan rapid test berkisar 3.000 – 4.000 ribu test sehari, baik di pelabuhan, tracing kontak, dan keperluan surveilans lainnya.

Besaran biaya rapid test di fasilitas kesehatan swasta saat ini berkisar Rp 400 – 500 ribu untuk sekali rapid test.

Menurut pria kelahiran Pengastulan Buleleng ini, Pemerintah Provinsi Bali selama ini telah menanggung sepenuhnya biaya pelaksanaan rapid test

yang dilakukan di pintu masuk Bali Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai secara gratis bagi awak kendaraan logistik.

Sehingga, ditambahkan Suarjaya, berdasar Surat Edaran Nomor: 257/GugasCovid19/VI/2020 tanggal 16 Juni 2020 tentang Penghentian Rapid Test Gratis

di Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai, Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Provinsi Bali tidak akan lagi memberikan pelayanan rapid test gratis untuk

awak kendaraan logistik di Pelabuhan Gilimanuk dan Pelabuhan Padangbai yang dimulai pada hari Kamis, 18 Juni 2020 mulai pukul 08.00 Wita.

“Sudah seharusnya awak kendaraan logistik wajib membawa surat keterangan rapid test secara mandiri, semua biaya seharusnya ditanggung oleh perusahaannya,” ujar Suarjaya.

Selain itu, berdasar Surat Edaran No.440/8890/Yankes.Diskes/2020 tanggal 18 Juni 2020, untuk pemeriksaan rapid test dan swab PCR

pelaku perjalanan dan keperluan sendiri (mandiri) dapat dipungut biaya sesuai ketentuan tarif di masing-masing Fasilitas Kesehatan.

Ketentuan tarif rapid test yang diberlakukan di masing-masing Fasilitas Kesehatan agar menyesuaikan dengan unit cost dengan mengupayakan biaya tidak melebihi Rp. 400.000.

Sedangkan untuk biaya pemeriksaan Swab PCR agar disesuaikan dengan unit cost dan diupayakan tidak melebihi Rp. 1.800.000.

Lebih jauh Suarjaya menjelaskan, rincian rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk melaksanakan rapid test dan swab per harinya.

Dikatakannya, antara lain terdiri dari rapid test di Pelabuhan Gilimanuk Rp 200-250 juta, di Pelabuhan Padangbai Rp 50-an juta, rapid test dan swab pasien di karantina/rumah sakit dan tempat lainnya mencapai Rp 1 miliar sehari.

Secara hitung-hitungan matematisnya memang menghabiskan anggaran berkisar Rp 1,3 miliar per harinya.

Itu belum dihitung biaya operasional SDM yang harus bekerja sampai 24 jam setiap harinya.  “Besaran biaya ini yang dimaksud gubernur saat menjawab pertanyaan doorstop

dengan awak media seusai mengikuti rapat koordinasi GTPP Covid-19 Provinsi Bali di Jayasabha Jumat (19/6) kemarin,” ungkap Suarjaya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/