KUTA – Babak baru rencana reklamasi Teluk Benoa dimulai. Pasca izin lokasi reklamasi yang dipegang oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) kedaluarsa sejak 26 Agustus 2018 lalu, muncul riak-riak baru.
Diam-diam, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerbitkan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa akhir November 2018 lalu.
Mencoba berlindung dari kritikan sejumlah pihak, Menteri Susi berdalih izin tersebut dibuat berdasar tata ruang yang ada.
Menteri Susi juga menyebut izin lokasi yang diterbitkan itu diperlukan seseorang atau perusahaan sebagai dasar permohonan pembuatan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal ini terkuak dalam rapat Konsultasi Teknis Dokumen antara RZWP3K Provinsi Bali yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (19/12) lalu.
Made Juli Untung Pratama, Direktur Walhi Bali, menuturkan bahwa inisiatif daerah yang termuat dalam Ranperda RZWP3K harus terus dikawal ketat,
Dokumen RZWP3K harus tetap mengkomodir kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim sebagaimana yang sudah ada di dalam dokumen saat ini.
Tidak boleh ada upaya untuk menggugurkan inisiatif Bali untuk menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi.
Masyarakat harus mengawal dokumen RZWP3K saat ini agar tidak ada pihak yang menggugurkan inisiatif daerah untuk mengatur Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi.
Koordinator ForBALI sekaligus Dewan Nasional Walhi, I Wayan Gendo Suardana, menyatakan situasi itu sudah dicurigai dari awal.
Mantan Koordinator Pasubayan Desa Adat/ Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, I Wayan Swarsa mengaku sama sekali tidak terkejut.
Izin lokasi baru yang diterbitkan oleh Menteri Susi Pudjiastuti sudah diperkirakan sebelumnya. Tersirat dalam beberapa kesempatan bahwa siapa pun itu berhak mengajukan izin lokasi sebagai dasar kelengkapan izin selanjutnya. Salah satunya Amdal.
“Yang disampaikan Ibu Menteri sangat normatif. Apa yang disampaikan Gubernur Bali I Wayan Koster saat masa kampanye dan menjelang kedaluwarsanya izin lokasi reklamasi juga sesungguhnya tidak kuat.
Dua hal ini yang membuat kita, barisan penolak reklamasi Teluk Benoa ragu penghentian bisa sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah,” ucap mantan Bendesa Adat Kuta, Jumat (21/12).
Sebagai individu yang berjuang dalam pergerakan tolak reklamasi, Swarsa mengaku BTR (Bali Tolak Reklamasi,red)
bisa mengukur kekuatan yang dimiliki saat ini. Kekuatan dimaksud berupa ketulusan hati untuk bergerak memperjuangkan aspirasi penolakan sebagai sikap masyarakat adat Bali.
“Hal ini tentu tidak akan menggoyahkan bentuk perjuangan masyarakat adat Bali, baik dalam pasubayan maupun basis komunitas lain di bawah koordinasi For Bali.
Keluarnya izin lokasi yang baru ini tidak akan melemahkan mental dan semangat barisan massa penolak reklamasi Teluk Benoa,” tandasnya.
Sikap Menteri Susi, imbuh Swarsa justru menjadi momentum memperjuangkan apa yang belum tuntas diperjuangkan, yakni pencabutan Perpres 51 Tahun 2014.
“Ada rencana untuk melakukan reklamasi. Ini artinya ada hal yang belum tuntas kami perjuangkan,” tegas alumnus SMA Negeri 1 (Smansa) Denpasar itu. (rba)