29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:44 AM WIB

Bendesa Desa Adat Intaran Sampaikan Aspirasi Warga ke Jakarta

DENPASAR – Bendesa Desa Adat Intaran Bali bersama dengan Eksekutif Daerah WALHI Bali dan Eksekutif Nasional Walhi menemui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kamis lalu ( 22/9/2022) di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.

Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menyampaikan penolakan terhadap rencana pembangunan terminal LNG Sidakarya yang masuk pada kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dan Pesisir Sanur, Bali.

Dampak pembangunan terminal LNG akan mendorong abrasi yang mengancam keberadaan tempat suci yang berada di sekitar rencana lokasi proyek Terminal LNG. Jaraknya paling jauh sekitar 823,88 meter.

I Gusti Agung Alit Kencana, Bendesa Desa Adat Intaran menyebut, setidaknya ada enam tempat suci yang terancam, yaitu: 1) Pura Dalem Pangembak; (2) Pura Campuhan Dalem Pangembak; (3) Pura Sukamerta; (4) Pura Kayu Menengan; (5) Pura Mertasari; dan (6) Pura Tirta Empul Mertasari.

“Dengan adanya pengerukan tersebut pastinya akan merusak ekosistem laut di Pesisir Sanur akibat proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur. Dan mengencam keberadaan enam tempat suci,” tegas I Gusti Agung Alit Kencana pada Jumat (23/9/2022).

Selain itu Pesisir Sanur merupakan ruang penghidupan bagi 400 orang keluarga nelayan tradisional. Para nelayan yang berada di Desa Intaran, baik untuk aktivitas menangkap ikan maupun aktivitas lainya.

Keberlangsungan Pesisir Sanur sangat penting dijaga dari gempuran proyek pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur. Atas dasar itu, Bendesa Desa Adat Intaran Bali bersama dengan Eksekutif Daerah WALHI Bali dan Eksekutif Nasional Walhi menyampaikan sejumlah desakan.

Antara lain : 1. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem untuk mengembalikan peruntukan Blok Pengelolaan Tahura Ngurah Rai Bali menjadi Blok Perlindungan pada Tapak Terminal LNG Sidakarya.

  1. Mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, untuk mengevaluasi dan mencabut izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKPRL) yang telah dikeluarkan untuk pembangunan terminal LNG.

Dan ketiga, mendesak Gubernur Bali untuk menghentikan seluruh agenda yang membahas peninjauan kembali dan/atau revisi PERDA Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali yang melegalisasi pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove dan Pesisir Sanur.

Menanggapi hal tersebut, Ahmad Munawir, selaku Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi yang menemui mewakili Dirjen KSDAE dalam menemui pertemuan hari ini mengatakan jika standing Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia adalah menjaga mangrove.

“Komitmen kami menjaga mangrove agar tetap utuh dan apabila ada yang rusak akan kami perbaiki hal ini juga sejalan dengan misi Presiden Jokowi dalam merestorasi mangrove” tungkasnya. (ara)

 

 

DENPASAR – Bendesa Desa Adat Intaran Bali bersama dengan Eksekutif Daerah WALHI Bali dan Eksekutif Nasional Walhi menemui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kamis lalu ( 22/9/2022) di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.

Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menyampaikan penolakan terhadap rencana pembangunan terminal LNG Sidakarya yang masuk pada kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dan Pesisir Sanur, Bali.

Dampak pembangunan terminal LNG akan mendorong abrasi yang mengancam keberadaan tempat suci yang berada di sekitar rencana lokasi proyek Terminal LNG. Jaraknya paling jauh sekitar 823,88 meter.

I Gusti Agung Alit Kencana, Bendesa Desa Adat Intaran menyebut, setidaknya ada enam tempat suci yang terancam, yaitu: 1) Pura Dalem Pangembak; (2) Pura Campuhan Dalem Pangembak; (3) Pura Sukamerta; (4) Pura Kayu Menengan; (5) Pura Mertasari; dan (6) Pura Tirta Empul Mertasari.

“Dengan adanya pengerukan tersebut pastinya akan merusak ekosistem laut di Pesisir Sanur akibat proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur. Dan mengencam keberadaan enam tempat suci,” tegas I Gusti Agung Alit Kencana pada Jumat (23/9/2022).

Selain itu Pesisir Sanur merupakan ruang penghidupan bagi 400 orang keluarga nelayan tradisional. Para nelayan yang berada di Desa Intaran, baik untuk aktivitas menangkap ikan maupun aktivitas lainya.

Keberlangsungan Pesisir Sanur sangat penting dijaga dari gempuran proyek pembangunan Terminal LNG di kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur. Atas dasar itu, Bendesa Desa Adat Intaran Bali bersama dengan Eksekutif Daerah WALHI Bali dan Eksekutif Nasional Walhi menyampaikan sejumlah desakan.

Antara lain : 1. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem untuk mengembalikan peruntukan Blok Pengelolaan Tahura Ngurah Rai Bali menjadi Blok Perlindungan pada Tapak Terminal LNG Sidakarya.

  1. Mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, untuk mengevaluasi dan mencabut izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKPRL) yang telah dikeluarkan untuk pembangunan terminal LNG.

Dan ketiga, mendesak Gubernur Bali untuk menghentikan seluruh agenda yang membahas peninjauan kembali dan/atau revisi PERDA Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali yang melegalisasi pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove dan Pesisir Sanur.

Menanggapi hal tersebut, Ahmad Munawir, selaku Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi yang menemui mewakili Dirjen KSDAE dalam menemui pertemuan hari ini mengatakan jika standing Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia adalah menjaga mangrove.

“Komitmen kami menjaga mangrove agar tetap utuh dan apabila ada yang rusak akan kami perbaiki hal ini juga sejalan dengan misi Presiden Jokowi dalam merestorasi mangrove” tungkasnya. (ara)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/