DENPASAR – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berwacana kembali membuka keran impor beras 1 juta ton pada awal tahun ini.
Rencana kebijakan tersebut sontak mendapat respons pro dan kontra dari kalangan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.
Salah satunya dari DPC GMNI Denpasar yang secara tegas menolak rencana impor beras tersebut. Ketua DPC GMNI Denpasar I Putu Chandra Riantama menyampaikan kekhawatiran kebijakan impor beras sangat berpotensi menciderai petani Bali.
Apalagi, kebijakan impor beras sangat bertentangan dengan visi Gubernur Bali: Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
“Rencana impor beras menciderai semangat petani dan sangat bertentangan dengan visi gubernur. Pada 22 misi pembangunan Bali, poin pertama dengan tegas menyatakan komitmen
mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Chandra Riantama.
Chandra Riantama mengatakan, Gubernur Bali Wayan Koster seharusnya langsung merespons rencana impor beras ini, tidak abu abu seperti ini.
“Beliau selalu mendengung-dengungkan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Tapi, terkait rencana impor beras bagaimana? Diam seribu bahasa, ini kan lucu,” tegasnya.
Menurutnya, Gubernur Bali harus berani tegas menyatakan sikap menolak impor beras. “Kita sedang dipertontonkan, apakah Gubernur Bali komitmen menjalankan visi yang dicanangkan.
Jika gubernur benar-benar menepati apa yang telah menjadi tujuan pembangunan Bali, seharusnya berani dengan tegas menyatakan sikap menolak beras impor demi kesejahteraan petani Bali,” tambah Chandra.
Di sisi lain Wakil Ketua Bidang Buruh Tani dan Nelayan DPC GMNI Denpasar, I Putu Edi Swastawan menyatakan bahwa Bali memang seharusnya tidak membutuhkan beras impor.
Mahasiswa Magister Agribisnis Unud ini menyatakan, berdasar data statistik, proyeksi ketersediaan beras di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk.
“BPS memproyeksikan potensi produksi padi subround Januari-April 2021 sebesar 253.780 ton GKG. Sedangkan jika mengacu pada data BPS 2019,
rata-rata konsumsi beras penduduk Bali adalah 7,24 kg/kapita/bulan. Jika asumsi nilai rendemen gabah 64,02% sesuai angka revisi BPS 2018,
dengan jumlah penduduk sesuai SP 2020 sebanyak 4,32 juta jiwa, maka potensi ketersediaan beras per kapita di Bali adalah 9,4 kg/bulan pada subround 1. Sehingga jelas, Bali tidak membutuhkan beras impor,” ujar Edi Swastawan.
Edi Swastawan juga mengungkapkan bahwa ketersediaan beras di Bali berpotensi over suplay karena sampai saat ini pariwisata Bali belum normal.
“Pariwisata Bali masih jauh dari kata normal, beras untuk kebutuhan sektor pariwisata juga masih minim, dan potensi over suplay beras di Bali semakin kuat.
Dengan kondisi demand yang cenderung rendah seperti itu, gimana nasib petani Bali? Bahkan, jika gubernur tidak bersikap pada isu impor beras ini, artinya beliau menciderai Tri Sakti Bung Karno”. tandasnya.