25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:23 AM WIB

Duh, Tanah UNHI Jadi Temuan BPK Lantaran Tak Bayar Sewa Ke Pemprov

RadarBali.com – Permasalahan aset milik Pemprov Bali seperti tak ada habisnya. Belum tuntas tanah 2,5 hektare yang raib di kawasan Hotel Bali Hyatt, Sanur, kini muncul masalah lain.

Kali ini yang menjadi kasus adalah tanah seluas 2,74 hektare yang ditempati Universitas Hindu Indonesia (Unhi) di Penatih. 

Dalam rapat pansus aset DPRD Bali kemarin (24/8), terungkap jika aset pemprov berupa tanah yang ditempati Unhi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Bahkan, temuan tersebut sejatinya sudah muncul sejak 2013 silam. Ketua pansus aset DPRD Bali, Nyoman Adnyana mengungkapkan, BPK menjadikan lahan Unhi temuan karena tidak membayar sewa tanah pada pemprov.

Rapat yang diikuti perwakilan UNHI, Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah ‎(BPKAD) itu berlangsung selama dua jam di ruang Banggar lantai tiga DPRD Bali.‎ 

Dijelaskan Adnyana, sesuai aturan yang berlaku, pengelolaan Unhi yang berada di bawah ‎yayasan wajib membayar sewa aset pada pemprov. 

Nah, selama ini tidak ada kontribusi pembayaran sewa pada Pemprov Bali. Sertifikat yang ada pun menunjukkan hak pakai, bukan hak sewa pakai.

“Unhi sudah ada sejak 1960-an. Mereka menempati aset pemprov dengan sistem hak guna pakai, tidak sewa. Rupanya hal itu jadi temuan BPK,” papar Adnyana ditemui usai rapat.

Adnyana yang tampil beda dengan memakai peci cokelat putih itu menambahkan, hal lain yang menjadi perhatian BPK yakni aset pemprov tidak boleh diberikan‎ pada yayasan.

Sebab, jika aset diberikan pada yayasan bisa berpotensi dijual atau dibagi-bagi bila yayasan yang bersangkutan bubar.

“Yang ditakutkan, yayasan bubar asetnya bisa dijual atau dikapling. Aturan formal kan tidak membolehkan itu,” tandas politisi asal Bangli itu.

Lalu bagaimana solusinya? Dijelaskan Adnyana, ‎untuk membayar sewa aset Unhi tampaknya keberatan. Sebab, dalam operasinya Unhi bukan mengorientasikan keuntungan.

Namun, lebih mengutamakan pendidikan agama. Mahasiswa hanya dipungut biaya Rp 1,2 juta selama satu semester. 

Karena itu, lanjut Adnyana, pansus dan BPKAD berusaha mencari problem dilematis aturan. Pansus merekomendasikan agar pemprov menghibahkan tanah yang ditempati Unhi.

Tanah tersebut dihibahkan pada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Status tanah yang dihibahkan juga tidak boleh dipindahtangankan.

“Jadi, kalau ada pihak yang ingin mengaburkan status tanah, harus berurusan dengan PHDI. Kan, PHDI tidak mungkin bubar,” beber politisi PDI Perjuangan itu.

Meski pansus sudah sepakat, menurut Adnyana keputusan tetap berada pada tangan gubernur. Pasalnya, gubernur selaku kepala daerah sebagai pembuat keputusan.

Dia berharap staf BPKAD yang ikut rapat bisa menjelaskan pada gubernur, sehingga gubernur tidak menyamakan Unhi dengan universitas yang lain. Unhi untuk memiliki tugas menjaga kelangsungan umat Hindu dan Bali.

RadarBali.com – Permasalahan aset milik Pemprov Bali seperti tak ada habisnya. Belum tuntas tanah 2,5 hektare yang raib di kawasan Hotel Bali Hyatt, Sanur, kini muncul masalah lain.

Kali ini yang menjadi kasus adalah tanah seluas 2,74 hektare yang ditempati Universitas Hindu Indonesia (Unhi) di Penatih. 

Dalam rapat pansus aset DPRD Bali kemarin (24/8), terungkap jika aset pemprov berupa tanah yang ditempati Unhi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Bahkan, temuan tersebut sejatinya sudah muncul sejak 2013 silam. Ketua pansus aset DPRD Bali, Nyoman Adnyana mengungkapkan, BPK menjadikan lahan Unhi temuan karena tidak membayar sewa tanah pada pemprov.

Rapat yang diikuti perwakilan UNHI, Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah ‎(BPKAD) itu berlangsung selama dua jam di ruang Banggar lantai tiga DPRD Bali.‎ 

Dijelaskan Adnyana, sesuai aturan yang berlaku, pengelolaan Unhi yang berada di bawah ‎yayasan wajib membayar sewa aset pada pemprov. 

Nah, selama ini tidak ada kontribusi pembayaran sewa pada Pemprov Bali. Sertifikat yang ada pun menunjukkan hak pakai, bukan hak sewa pakai.

“Unhi sudah ada sejak 1960-an. Mereka menempati aset pemprov dengan sistem hak guna pakai, tidak sewa. Rupanya hal itu jadi temuan BPK,” papar Adnyana ditemui usai rapat.

Adnyana yang tampil beda dengan memakai peci cokelat putih itu menambahkan, hal lain yang menjadi perhatian BPK yakni aset pemprov tidak boleh diberikan‎ pada yayasan.

Sebab, jika aset diberikan pada yayasan bisa berpotensi dijual atau dibagi-bagi bila yayasan yang bersangkutan bubar.

“Yang ditakutkan, yayasan bubar asetnya bisa dijual atau dikapling. Aturan formal kan tidak membolehkan itu,” tandas politisi asal Bangli itu.

Lalu bagaimana solusinya? Dijelaskan Adnyana, ‎untuk membayar sewa aset Unhi tampaknya keberatan. Sebab, dalam operasinya Unhi bukan mengorientasikan keuntungan.

Namun, lebih mengutamakan pendidikan agama. Mahasiswa hanya dipungut biaya Rp 1,2 juta selama satu semester. 

Karena itu, lanjut Adnyana, pansus dan BPKAD berusaha mencari problem dilematis aturan. Pansus merekomendasikan agar pemprov menghibahkan tanah yang ditempati Unhi.

Tanah tersebut dihibahkan pada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Status tanah yang dihibahkan juga tidak boleh dipindahtangankan.

“Jadi, kalau ada pihak yang ingin mengaburkan status tanah, harus berurusan dengan PHDI. Kan, PHDI tidak mungkin bubar,” beber politisi PDI Perjuangan itu.

Meski pansus sudah sepakat, menurut Adnyana keputusan tetap berada pada tangan gubernur. Pasalnya, gubernur selaku kepala daerah sebagai pembuat keputusan.

Dia berharap staf BPKAD yang ikut rapat bisa menjelaskan pada gubernur, sehingga gubernur tidak menyamakan Unhi dengan universitas yang lain. Unhi untuk memiliki tugas menjaga kelangsungan umat Hindu dan Bali.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/