28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:16 AM WIB

Covid-19 dan Momentum Bernama Nyepi

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan cuci tangan, hindari menyentuh wajah, dan menjaga jarak dengan orang lain sebagai cara-cara pencegahan penyebaran virus corona.

Presiden Indonesi Jokowi pun mengimbau agar seluruh rakyatnya belajar di rumah, bekerja dari rumah, dan ibadah di rumah.

Imbauan itu bertujuan untuk mengurangi kontak fisik antar manusia atau disebut social distancing. 

Pembatasan Sosial (bahasa Inggris: social distancing) adalah serangkaian tindakan pengendalian infeksi non farmasi yang dimaksudkan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular (Covid-19).

Tujuan dari pembatasan sosial adalah untuk mengurangi kemungkinan kontak antara orang terinfeksi dan orang lain yang tidak terinfeksi.

Pembatasan sosial paling efektif dilakukan ketika infeksi dapat ditularkan melalui kontak percikan atau droplet (batuk atau bersin);

kontak fisik langsung, kontak fisik tidak langsung (misalnya dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi seperti fomit).

Indonesia saat ini merupakan negara terjangkit Covid-19 yang tingkat angka kematian menduduki peringkat kedua di dunia setelah Negeri Pisa, Italia. 

Dilansir dari Live Science, Jumat (20/3/2020); tingkat kematian akibat virus corona di Wuhan, Tiongkok, tempat infeksi ini pertama kali ditemukan, ternyata hanya 1,4 persen.

Angka ini jauh lebih rendah dari angka kematian akibat virus corona di seluruh dunia yang menurut WHO adalah 3,4 persen. 

Apalagi bila dibandingkan dengan tingkat kematian di Indonesia (8 persen per tanggal 19 Maret 2020) dan Italia (8,34 persen per tanggal 19 Maret 2020).

Angka 1,4 persen ini dihitung berdasarkan data yang tersedia hingga 29 Februari 2020. Berdasarkan data itu, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi terjangkit dalam jumlah yang masif.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, jumlah warga Indonesia yang berisiko terjangkit virus corona mencapai 600.000 hingga 700.000 orang.

Angka tersebut didasarkan dari simulasi penelusuran siapa saja yang selama 14 hari terakhir melakukan kontak dekat dengan pasien positif corona.

 

Bagimana dengan Bali? 

Bali sebagai pulau tujuan wisata,  potensi penularannya juga sangat besar. Interaksi antar manusia Bali dengan warga negara asing sangat intensif.

Manusia Bali memiliki potensi karena frekuensi terlibat kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 sangat besar. 

Berdasar data per 20 Maret 2020, Pemprov Bali mengumumkan ada tiga pasien baru positif Covid-19.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah melacak (contact tracing) terdapat 199 orang yang pernah kontak dengan ketiga pasien tersebut.

Sebanyak 199 orang pun berpotensi melakukan kontak dengan rata-rata 4,7 orang setiap hari. Angka ini merupakan potensi menjadikan Bali sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang jumlah penderitanya besar. 

 

Nyepi dan Protokol Covid-19

Sesuai protokol Covid-19, sosial distancing cara yang efektif untuk mencegah penularan virus corona. Hari Raya Nyepi merupakan salah praktik yang selaras dengan social distancing.

Saat Nyepi, interaksi satu orang dengan orang lain di luar rumah menjadi nol. Hampir tidak ada kontak antara orang yang kemungkinan terinfeksi Covid-19 dengan orang lain yang tidak terinfeksi di areal publik. 

 

Kenapa bisa tidak ada kontak sama sekali, karena saat Nyepi, manusia Bali sedang melaksanakan Tapa Brata Penyepian.

Sebuah ritual tahunan yang memiliki spirit kultural. Yaitu, Amati Karya (tidak bekerja), Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).

Ritual ini dilakukan dalam satu hari penuh. Di mana, tidak ada aktivitas atau Bali beristrirahat total. Wabah Covid-19 yang terjadi

saat masyarakat Hindu melaksanakan Nyepi, kita diajarkan kembali untuk mengamalkan budaya dan ritual dengan penuh hikmat.

Tak lagi hanya menjadi rutinitas tahunan tetapi layak direnungkan kembali untuk bersungguh-sungguh melaksanakan kebaikan di mulai dari rumah tangga hingga bernegara. 

Aktivitas Tapa Brata Penyepian ini selaras dengan protokol Covid-19 dan imbauan Presiden Jokowi untuk mencegah meluasnya penyebaran virus corona. 

Wuhan, Tiongkok menjadi wilayah yang berhasil menanangani Covid-19 telah menjadi bukti nyata. Sejak virus ini merebak awal Januari 2020, Wuhan diisolasi dari dunia luar.

Penduduknya tidak diijinkan beraktivitas di dan keluar rumah. Hasilnya, berdasar data pada 21 Maret 2020, laju penyebaran Covid-19 mengalami perlambatan.

Bahkan, dalam tiga hari terakhir, otoritas Cina kembali melaporkan tidak ada kasus baru virus Corona di kota Wuhan yang menjadi lokasi awal terdeteksinya virus ini.

Bali memiliki momentum untuk melakukan isolasi secara mandiri layaknya Wuhan. Bali memiliki pengalaman bertahun-tahun mengisolasi dirinya dari dunia luar.

Bali memiliki potensi budaya, ritual, dan spiritual untuk menjalani isolasi. Momentum dan potensi itu adalah Nyepi.

Hari ini diyakini sebagai cikal bakal bumi Bali kembali suci dari unsur-unsur negatif. Nyepi juga mengajarkan manusia untuk bertranformasi dari keangkuhan menuju kedamaian. 

Jika selama ini kita hanya me-Nyepi selama satu hari, pemerintah atau guru wisesa dan rakyat Bali bisa memanfaatkan momentum ini untuk me-Nyepi selama sepekan. 

Selamat hari raya Nyepi, semoga alam ini terhidar dari petaka Covid-19. (Dr. Gede Suardana/Waketum DPP Persadha Nusantara)

 

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan cuci tangan, hindari menyentuh wajah, dan menjaga jarak dengan orang lain sebagai cara-cara pencegahan penyebaran virus corona.

Presiden Indonesi Jokowi pun mengimbau agar seluruh rakyatnya belajar di rumah, bekerja dari rumah, dan ibadah di rumah.

Imbauan itu bertujuan untuk mengurangi kontak fisik antar manusia atau disebut social distancing. 

Pembatasan Sosial (bahasa Inggris: social distancing) adalah serangkaian tindakan pengendalian infeksi non farmasi yang dimaksudkan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular (Covid-19).

Tujuan dari pembatasan sosial adalah untuk mengurangi kemungkinan kontak antara orang terinfeksi dan orang lain yang tidak terinfeksi.

Pembatasan sosial paling efektif dilakukan ketika infeksi dapat ditularkan melalui kontak percikan atau droplet (batuk atau bersin);

kontak fisik langsung, kontak fisik tidak langsung (misalnya dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi seperti fomit).

Indonesia saat ini merupakan negara terjangkit Covid-19 yang tingkat angka kematian menduduki peringkat kedua di dunia setelah Negeri Pisa, Italia. 

Dilansir dari Live Science, Jumat (20/3/2020); tingkat kematian akibat virus corona di Wuhan, Tiongkok, tempat infeksi ini pertama kali ditemukan, ternyata hanya 1,4 persen.

Angka ini jauh lebih rendah dari angka kematian akibat virus corona di seluruh dunia yang menurut WHO adalah 3,4 persen. 

Apalagi bila dibandingkan dengan tingkat kematian di Indonesia (8 persen per tanggal 19 Maret 2020) dan Italia (8,34 persen per tanggal 19 Maret 2020).

Angka 1,4 persen ini dihitung berdasarkan data yang tersedia hingga 29 Februari 2020. Berdasarkan data itu, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi terjangkit dalam jumlah yang masif.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, jumlah warga Indonesia yang berisiko terjangkit virus corona mencapai 600.000 hingga 700.000 orang.

Angka tersebut didasarkan dari simulasi penelusuran siapa saja yang selama 14 hari terakhir melakukan kontak dekat dengan pasien positif corona.

 

Bagimana dengan Bali? 

Bali sebagai pulau tujuan wisata,  potensi penularannya juga sangat besar. Interaksi antar manusia Bali dengan warga negara asing sangat intensif.

Manusia Bali memiliki potensi karena frekuensi terlibat kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 sangat besar. 

Berdasar data per 20 Maret 2020, Pemprov Bali mengumumkan ada tiga pasien baru positif Covid-19.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah melacak (contact tracing) terdapat 199 orang yang pernah kontak dengan ketiga pasien tersebut.

Sebanyak 199 orang pun berpotensi melakukan kontak dengan rata-rata 4,7 orang setiap hari. Angka ini merupakan potensi menjadikan Bali sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang jumlah penderitanya besar. 

 

Nyepi dan Protokol Covid-19

Sesuai protokol Covid-19, sosial distancing cara yang efektif untuk mencegah penularan virus corona. Hari Raya Nyepi merupakan salah praktik yang selaras dengan social distancing.

Saat Nyepi, interaksi satu orang dengan orang lain di luar rumah menjadi nol. Hampir tidak ada kontak antara orang yang kemungkinan terinfeksi Covid-19 dengan orang lain yang tidak terinfeksi di areal publik. 

 

Kenapa bisa tidak ada kontak sama sekali, karena saat Nyepi, manusia Bali sedang melaksanakan Tapa Brata Penyepian.

Sebuah ritual tahunan yang memiliki spirit kultural. Yaitu, Amati Karya (tidak bekerja), Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).

Ritual ini dilakukan dalam satu hari penuh. Di mana, tidak ada aktivitas atau Bali beristrirahat total. Wabah Covid-19 yang terjadi

saat masyarakat Hindu melaksanakan Nyepi, kita diajarkan kembali untuk mengamalkan budaya dan ritual dengan penuh hikmat.

Tak lagi hanya menjadi rutinitas tahunan tetapi layak direnungkan kembali untuk bersungguh-sungguh melaksanakan kebaikan di mulai dari rumah tangga hingga bernegara. 

Aktivitas Tapa Brata Penyepian ini selaras dengan protokol Covid-19 dan imbauan Presiden Jokowi untuk mencegah meluasnya penyebaran virus corona. 

Wuhan, Tiongkok menjadi wilayah yang berhasil menanangani Covid-19 telah menjadi bukti nyata. Sejak virus ini merebak awal Januari 2020, Wuhan diisolasi dari dunia luar.

Penduduknya tidak diijinkan beraktivitas di dan keluar rumah. Hasilnya, berdasar data pada 21 Maret 2020, laju penyebaran Covid-19 mengalami perlambatan.

Bahkan, dalam tiga hari terakhir, otoritas Cina kembali melaporkan tidak ada kasus baru virus Corona di kota Wuhan yang menjadi lokasi awal terdeteksinya virus ini.

Bali memiliki momentum untuk melakukan isolasi secara mandiri layaknya Wuhan. Bali memiliki pengalaman bertahun-tahun mengisolasi dirinya dari dunia luar.

Bali memiliki potensi budaya, ritual, dan spiritual untuk menjalani isolasi. Momentum dan potensi itu adalah Nyepi.

Hari ini diyakini sebagai cikal bakal bumi Bali kembali suci dari unsur-unsur negatif. Nyepi juga mengajarkan manusia untuk bertranformasi dari keangkuhan menuju kedamaian. 

Jika selama ini kita hanya me-Nyepi selama satu hari, pemerintah atau guru wisesa dan rakyat Bali bisa memanfaatkan momentum ini untuk me-Nyepi selama sepekan. 

Selamat hari raya Nyepi, semoga alam ini terhidar dari petaka Covid-19. (Dr. Gede Suardana/Waketum DPP Persadha Nusantara)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/