RadarBali.com – Untuk kali kesekian, Aliansi Sopir Transport (Alstar) Bali berunjukrasa di depan kantor gubernur.
Mereka menolak keberadaan transportasi online, seperti Uber, Grab, GoCar, dan yang sejenis. Mereka meminta pemerintah melarang operasional tiga transportasi online itu.
“Dengan keberadaan transportasi online, keberadaan kami kian sengsara. Bagaimana kami harus menafkahi anak cucu kami,” ujar Witra, koordinator aksi di depan kantor gubernur kemarin.
Sebelum ke kantor gubernur, massa terlebih dulu memadati simpang Dewi Ruci. Mereka lalu menuju kantor gubernur melalui Jalan Bypass Sanur.
“Tolong diakhir masa jabatan bapak (gubernur) beri kami kenangan manis, bukan kenangan pahit,” katanya.
Salah satu perwakilan aksi kemudian menemui Kadishub Bali IGA Ngurah Sudarsana. Pertemuan sempat dirancang terbuka.
Namun, untuk menghindari kericuhan, akhirnya diputuskan secara tertutup. Ketua Alstar Bali Ketut Witra mengatakan, selama dua tahun melakukan penolakan, hampir tidak ada titik temu antara para pihak.
Bahkan, usai pertemuan dengan Kadishub, dia menuding Dinas Perhubungan tidak paham soal aturan transportasi.
Dia mengatakan, keberadaan transportasi online sangat meresahkan. Di saat transportasi konvensional diminta menaati aturan berupa izin, pembayaran KIR, dan lannya, transportasi online justru tidak dibebani apapun.
“Mereka (online) kan sewa mobil, dan tidak membayar pajak segala macam seperti ganti oli, ban, dan biaya bengkel. Ini jelas tidak adil,” katanya.
“Kalau masih tidak ada titik temu dan tuntutan kami tidak dikabulkan, kami akan terus menggelar aksi. Kami minta Kadishub dicopot atau mundur,” imbuhnya.
Aspirasi yang mereka suarakan sama dengan yang di daerah lain. Yakni menuntut penyamarataan tariff batas bawah antara angkutan konvensional dengan online.
Tarif batas bawah taksi konvensional adalah Rp 6.500 sementara online hanya Rp 3.500. Hal ini dinilai merugikan pengemudi konvensional.