DENPASAR – Api perlawanan rakyat Bali untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa terus membara sampai saat ini.
Mereka memprotes kebijakan rezim Jokowi yang seperti ngotot mereklamasi Teluk Benoa. Bentuk perlawanan paling mendasar adalah memasang baliho tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Setelah sebelumnya di Desa Adat Lebih, Gianyar, kini pemasangan baliho kembali dilakukan oleh warga Desa Pakraman Denpasar.
Sama seperti sejumlah desa pakraman lainnya, pendirian baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa juga dilakukan untuk merespon terbitnya izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang di keluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Di Desa Pakraman Denpasar sendiri, baliho berukuran 2X3 yang bertuliskan Kembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi pun didirikan di Jalan Imam Bonjol (di dekat kuburan Badung) dan di perempatan Jalan Gajah Mada – Jalan Sumatra.
Koordinator pemasangan baliho, Kompyang Astika mengatakan, warga adat Desa Pakraman Denpasar telah bertekad akan terus bergerak bersama-sama Desa Adat
lainnya dan ForBali untuk tetap melawan kebijakan yang tidak pro terhadap Adat dan Budaya Bali serta tidak berpihak pada Kelestarian Alam.
“Kini setelah menteri KKP mengeluarkan kembali izin lokasi, kami anggap itu menyakiti hati rakyat Bali yang selama hampir 5 tahun ada di jalan melawan dan menolak reklamasi,” ujar Astika, Sabtu malam (26/1).
Sekadar diketahui, Desa Pakraman Denpasar dengan basis Amphibi Busung Yeh Kauh merupakan basis yang konsisten menolak reklamasi Teluk Benoa.
Dalam pemasangan baliho yang dilakukan oleh puluhan masyarakat adat ini merupakan wujud bahwa perlawanan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa tidak pernah pupus.
“Kami akan tetap melawan sampai Perpres 51 tahun 2014 dibatalkan dan Teluk Benoa menang,” imbuh Koordinator basis Amphibi Busung Yeh Kauh I Wayan Gede Sugiartha yang juga hadir dalam kegiatan pemasangan baliho tersebut.