DENPASAR – Nasib buruh di Bali saat pandemi Covid-19 makin parah saja. Puluhan ribu pekerja dirumahkan hingga alami pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, dalam beberapa bulan ini, setelah adanya kepastian turis asing tidak akan masuk Indonesia, termasuk Bali, sampai akhir 2020, gelombang PHK makin menggila.
Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali mengungkapkan, saat ini ada kurang lebih 74.000 pekerja pariwisata yang dirumahkan, dan 3.000 lebih pekerja yang di-PHK. Jumlah itu belum termasuk yang tidak melaporkan dengan pekerja yang pasrah menerima keputusan di-PHK sehingga tidak mau melaporkannya.
Sehingga para pekerja pariwisata yang tergabung dalam FSPM Regional Bali mengadukan masalah itu ke DPRD Bali. Mereka diterima Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Sugawa Korry dan Ketua Komisi IV DPRD Bali I Gusti Putu Budiarta, Wakil Ketua Komisi IV, I Wayan Disel Astawa dan Anggota Komisi IV Ni Wayan Sari Galung. Ratusan pekerja ini diterima di Wantilan DPRD Bali.
“Sudah banyak sekali perusahaan merumahkan pekerjanya, kemudian ada yang melakukan PHK terhadap pekerjanya,” kata koordinator aksi Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana.
Mereka menilai, perusahaan yang melakukan PHK melanggar Surat Edaran Gubernur Bali tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dampak Covid-19 tertanggal 10 Juni, yang melarang perusahaan melakukan PHK dengan alasan dampak Covid-19.
“Gubernur sudah mengeluarkan Surat Edaran jangan sampai ada PHK tapi karena masih ada PHK maka kami menyuarakan itu ke DPRD Bali,” kata Budi Darsana.
Mereka meminta DPRD Bali memanggil pengusaha yang melakukan PHK, dan meminta pengusaha itu untuk tidak melakukan PHK.
“Kami mengadu ke DPRD Bali agar dengan kewenangan yang dimilikinya dapat memanggil pengusaha-pengusaha itu untuk meminta agar jangan ada PHK. Karena PHK dalam situasi seperti saat ini justru akan mempersulit semua, akan menimbulkan masalah sosial ke depannya,” tegas Budi Darsana.
Sekretaris FSPM Regional Bali ini bahkan mengungkap, sejatinya ada motif lain di balik PHK tersebut. Menurut dia, perusahaan ingin memberangus pekerja tetap lalu diganti dengan pekerja outsourcing ketika hotel dibuka kembali.
“Pekerja tetap itu mereka PHK, kemudian ketika nanti hotel sudah mulai buka dan mulai datang tamu mereka akan diganti dengan tenaga kerja kontrak, mereka diganti dengan pekerja outsourcing,” papar dia.
Rai heran ketika di satu sisi perusahaan mengatakan tidak punya uang, tapi kenapa mereka melakukan PHK. Padahal, dengan PHK, mereka dibebani dengan membayar pesangon.
“Kalau PHK, pekerja tuntut pesangon, berarti mereka punya uang,” katanya menohok.
DPRD Bali menegaskan siap menindaklanjuti aspirasi tersebut. Mereka akan memperjuangkan agar tak ada pekerja yang di-PHK. “Kewajiban yang besar untuk berada di pihak para pekerja. Kami sudah sepakat, kita akan berada di belakang para pekerja, dan kami pastikan itu akan segera dikawal,” tegas Wakil Ketua DPRS Bali I Nyoman Sugawa Korry.
Sugawa akan mengeluarkan rekomendasi kepada Pemprov Bali untuk mencabut izin usaha perusahaan yang melakukan PHK dengan melanggar aturan. “Kalau melanggar ketentuan, tanpa melalui mekanisme yang diatur kami dari DPRD tidak segan-segan merekomendasikan kepada eksekutif (cabut izin usaha),” kata Sugawa Korry.
Terkait dengan upaya untuk membatalkan PHK itu, menurut dia, perlu dilakukan evaluasi terhadap keputusan perusahaan yang melalukan PHK. Komisi IV DPRD Bali akan memanggil berbagai pihak terkait untuk membahas ini. “Akan dievaluasi. Nanti akan dipanggil oleh komisi IV,” kata Sugawa Korry.
Ketua Komisi IV DPRD Bali I Gusti Putu Budiarta menegaskan, dalam situasi pandemi Covid-19 ini, tak boleh ada perusahaan yang melakukan PHK.
“Kalau semua perusahaan seperti itu di mana mereka (pekerja) bisa mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu kita akan berjuang sampai tuntas supaya mereka mereka tidak kena PHK,” tegas Budiarta.