RadarBali.com – Peraturan Menteri Perhubungan No.26/2017 (Permenhub 26/2017) tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek segera direvisi.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, per 1 November 2017 revisi dimaksud mulai dilakukan.
Pasalnya banyak poin revisi yang diumumkan melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi yang diadakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
dan laporan berbagai media yang berpotensi menimbulkan polemik baru terutama terkait kredibilitas Permenhub baru tersebut.
Polemik pertama akan muncul terkait dengan muncul kembalinya butir-butir yang sudah pernah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung No.37P/HUM/2017 (PMA.37/2017)
termasuk di antaranya mengenai pemberlakuan tarif atas dan tarif bawah serta kuota jumlah kendaraan yang beroperasi.
Munculnya kembali pengaturan tarif dan kuota di revisi Permenhub 26/2017 menunjukkan bahwa Kemenhub masih terjebak dalam paradigma lama
yang berusaha mengatur sebuah model bisnis baru yang tumbuh karena inovasi teknologi dengan cara-cara lama seperti angkutan umum konvensional.
Kepastian hukum sangat penting sebagai penunjang kegiatan ekonomi di sektor apapun, termasuk angkutan umum baik itu online atau konvensional.
Mengeluarkan peraturan yang beresiko untuk kembali diuji materilkan karena memuat butir-butir yang sudah dicabut oleh keputusan MA sebelumnya bukanlah solusi untuk mengakhiri polemik antara angkutan umum konvensional dan online.
“Mekanisme pasar dalam penentuan harga sudah efektif selama terjadi persaingan yang sehat serta tidak ada price fixing.
Yang harus ditindak tegas adalah penerapan predatory pricing. Dan ini sebetulnya merupakan ranah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memeriksa,
menghitung, dan menentukan, sama seperti ketika KPPU memberikan aturan tentang tarif di industri penerbangan sehingga saat ini
kita bisa menikmati tiket pesawat dengan harga yang terjangkau,” ujarnya saat diskusi bertajuk “Menyambut Revisi Permenhub No.26/2017 dan Menilik Masa Depan Angkutan Online” di Bali.
“Kemenhub harus menyadari bahwa mobil yang digunakan oleh pengemudi angkutan online adalah kebanyakan mobil pribadi.
Mobil itu mereka pakai juga untuk kebutuhan sehari-hari atau personal mereka. Sehingga memang jika ada aturan yang mengganggu estetika mobil itu dan kodifikasi khusus plat nomor wajar muncul banyak penolakan,” ungkap Bhima.
Namun di luar itu, INDEF mengapresiasi Kemenhub dalam upayanya meningkatkan keamanan dan keselamatan penumpang angkutan online terutama dengan menambahkan pasal mengenai kewajiban asuransi.
Ia menambahkan memang operator angkutan online atau perusahaan aplikasi yang menaunginya wajib menyediakan asuransi agar penumpang dan pengemudi terlindungi.