DENPASAR – DPRD Provinsi Bali menggelar rapat kerja (raker) gabungan dengan jajaran eksekutif di Ruang Rapat Gabungan, Gedung DPRD Provinsi Bali kemarin.
Raker gabungan yang dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Sekda Dewa Made Indra dan Pimpinan OPD di lingkungan Pemprov Bali.
Rapat kerja bertujuan memperdalam pembahasan tiga buah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) sebelum nantinya disahkan.
Tiga Ranperda tersebut yaitu Raperda Perubahan atas Perda Nomor 11 Tahun Anggaran 2019 Tentang APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2020,
Raperda Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Tahun 2020-2040 dan Raperda Tentang Perubahan kedua atas Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Restribusi Jasa Umum.
Dalam rapat gabungan, Koordinator Pembahasan Ranperda Retribusi Jasa Umum Ida Gede Komang Kresna Budi mengusulkan penggratisan biaya rapid tes.
Menurut Kresna Budi, usulan rapid tes secara gratis mencontoh langkah Pemprov NTB yang sudah menggratiskan rapit tes bagi masyarakatnya.
Masih ada kaitannya dengan langkah pencegahan penyebaran Covid-19, srikandi DPRD Bali Grace Anastasia Surya Widjaja mempertanyakan landasan hukum keluarnya
Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 46 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan
yang antara lain mengatur tentang pengenaan sanksi bagi masyarakat yang tak mengenakan masker saat beraktifitas di ruang publik.
Wagub Cok Ace menyambut baik aspirasi dan masukan dewan yang disampaikan oleh masing-masing coordinator pembahasan Ranpeda.
Menurutnya, masukan dari dewan akan makin menyempurnakan tiga Ranperda sebelum nantinya disahkan.
Secara lebih teknis, Sekda Dewa Indra menanggapi satu persatu pertanyaan dari dewan. Menurut Sekda, eksekutif telah mengambil sejumlah langkah strategis.
Selain fokus pada upaya penanganan pasien dan upaya pencegahan, Pemprov Bali memberi perhatian pada kelompok masyarakat yang ekonominya terdampak Covid-19.
Perhatian kepada masyarakat terdampak itu antara lain diaktualisasikan dalam bentuk pemberian dana stimulus untuk berbagai sektor.
Dalam penanganan pasien Covid-19, Pemprov Bali terus berupaya memaksimalkan daya tampung di tiap rumah sakit rujukan. Dewa Indra menyebut, saat ini hampir seluruh RS Pemerintah Kabupaten/Kota telah menjadi rujukan Covid-19.
Hanya saja, belakangan upaya penanganan pasien menghadapi tantangan lebih berat karena Covid-19 telah menyentuh kelompok rentan sehingga masa rawatnya menjadi lebih panjang dan berpengaruh pada kapasitas rumah sakit.
Untuk menjamin ketersediaan ruang isolasi, gugus tugas saat ini tengah menyiapkan kamar tambahan di RS Bali Mandara.
“Selain ketersediaan ruang perawatan, kapasitas uji SWAB juga kita tingkatkan. Demikian juga sarana pendukung seperti ventilator yang sangat dibutuhkan pasien Covid-19.
Hari ini kita memperoleh bantuan 4 buah ventilator dari Singapura dan diterima oleh Kadis Kesehatan,” tuturnya.
Sedangkan menyangkut besaran biaya rapid tes yang diatur dalam Ranperda Retribusi Jasa Umum, birokrat kelahiran Singaraja ini berpendapat usulan tarif Rp. 150 ribu masih masuk akal.
Ia menerangkan, keberadaan payung hukum ini bukan semata kebutuhan provinsi tapi juga akan menjadi rujukan bagi kabupaten/kota.
Ketentuan tarif ini perlu diatur karena saat ini pasokan alat rapid tes dari pusat sudah tidak ada lagi.
“Akan menjadi beban bagi daerah yang minim penghasilan jika digratiskan,” imbuhnya sembari menegaskan bahwa rapid tes berbayar adalah yang dilakukan secara mandiri.
Sedangkan rapid tes yang menjadi bagian dari tugas gugus tugas tetap diberikan secara gratis. Rapid tes mandiri yang dimaksud Dewa Indra adalah yang dimohonkan oleh masyarakat untuk kelengkapan syarat administrasi seperti perjalanan.
Saat ini gugus tugas masih melakukan kajian terhadap syarat rapid tes tersebut. “Sesuai dengan apa yang disampaikan Kementerian Kesehatan,
rapid tes bukan sarana untuk menegakkan diagnosis. Namun lebih pada upaya screening. Kami di gugus tugas sedang melakukan kajian,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Sekda Dewa Indra juga menanggapi pertanyaan tentang dasar hukum keluarnya Pergub Nomor 46 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan.
Ia menjelaskan, dasar hukum yang menjadi acuan dikeluarkannya Pergub ini adalah Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan
Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 dan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Penyusunan
Peraturan Kepala Daerah Dalam Rangka Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di Daerah.
Kata Dewa Indra, Pergub ini tak membutuhkan payung hukum berupa Perda karena hanya mengatur sanksi administrasi, bukan sanksi pidana.
Uang yang terkumpul dari denda yang dikenakan kepada pelanggar Pergub nantinya akan masuk ke kas daerah.
Namun ia mengingatkan agar sanksi denda ini jangan dikategorikan sebagai sumber pendapatan. “Ingat, ini bukan temasuk sumber pendapatan tapi bertujuan mendisiplinkan.
Akan lebih baik kalau kasnya kosong. Itu artinya tak ada yang kena denda dan menandakan masyarakat sudah disiplin,” urainya.
Sejalan dengan Pergub, ia menginformasikan bahwa Kabupaten/Kota juga telah merancang Peraturan Bupati/Walikota.
Jika tidak ada aral melintang, setelah melewati masa sosialisasi, penegakan hukum Pergub, Perbup dan Perwali akan dilaksanakan serentak pada 7 September mendatang.
Selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pecepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, Dewa Indra berharap penyakit yang menyerang saluran penapasan benar-benar bisa dikendalikan agar kasus positif dan kematian dapat ditekan.