DENPASAR – Penanganan Covid-19 di Bali belum berjalan optimal. Berdasar hasil evaluasi sejak pandemi datang setahun lalu, Pemprov Bali tidak bisa memenuhi minimal jumlah tim tracing.
Akibatnya, pelacakan kasus Covid-19 berjalan dengan tenaga seadanya. Menurut Ketua Harian Satgas Covid-19 Bali, Dewa Made Indra, perintah Menteri Kesehatan Budi Gunadi,
untuk sistem pemeriksaan Covid-19 di Indonesia menerapkan 3T yakni testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan atau isolasi).
Minimal satu kasus penemuan yang dilacak 25 sampai 30 orang. Tapi, di Bali hanya mampu melacak 8 sampai 9 orang untuk satu kasus.
“Saat ini tracing ditingkatkan testingnya, testing dan tracing setiap kali kasus dari Menkes setiap satu kali yang ditracing dan testing 25 sampai 30 orang. Kalau kasusnya dikit testing dan tracing berpengaruh,” ucap Dewa Made Indra.
Kepala Dinas Kesehatan, dr Ketut Suarjaya menyatakan kemampuan testing di Bali sampai 2500 sampel, sedangkan rata-rata setiap harinya 500 sampai 600 sampel.
Jadi sangat jauh pelaksanaan dari jumlah kuotanya. “Kemampuan 2500 sampel rata- rata setiap hari kami cek periksa 500 sampai 600 sampel masih banyak harus memeriksa,
tapi itu tergantung kemampuan tracing kalau kasus turun tracing kan berkurang. Walau rasio dengan tracing rendah rata rata 8 sampai 9 ditracing idealnya 25 sampai 30,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan dibutuhkan tracing seperti perlu kader protokol kesehatan. Jumlahnya tracer dari BNBP (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) 388 orang diitambah mengandalkan tiap-tiap puskesmas serta TNI dan Polri.
Menurutnya, minimal setiap puskesmas ada lima tracer tapi saat ini belum tercapai. Jadi, dengan jumlah 120 puskesmas dikalikan lima orang sehingga dibutuhkan minimal 600 pelacak.
Sayangnya juga tenaga yang ada harus menanggung beban banyak, selain sebagai pelacak juga bertugas menjadi vaksinator.
“Seluruh puskesmas ada, cuma sekarang banyak tim tracer ditugaskan vaksinasi tugas rangkap tidak bisa maksimal 25 sampai 30,” ujarnya.
Untuk diketahui, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, Kamis lalu (27/5) menyatakan,
kualitas dalam pengendalian Covid-19 bisa dinilai dari bed occupancy rate (BOR) dan penelusuran kasus (tracing).
Bali termasuk yang mendapat nilai jelek yakni D dan terjelek adalah Jakarta mendapat E. Dewa Made Indra mengaku belum dapat informasi resmi terkait informasi yang beredar.
Dewa Made Indra mempertanyakan indikator yang dipakai dalam penilaian. ” Kemudian indikator belum tahu coba kami lihat apa indikatornya.
Bicara kami bisa lihat angka -angka indikator resmi penanganan covid kasus mengalami penurunan, tingkat kesembuhan 95 persen dan BOR mengecil,
kasus aktif berkurang dan vaksinasi yang bisa mengungguli daerah lain itu indikator resmi itu mengindikasi kalau penanganan itu baik,” ucapnya.
Ia menyatakan kalau ada penilaian kurang baik pihaknya harus melihat indikatornya. Disinggung apakah mempengaruhi kinerja, Dewa Made Indra akan terus melakukan sinergi dengan instansi lain untuk pengendalian dan penangan Covid-19.
“Kalau screeningnya ketat disana ( Jawa Timur, red) kan meringankan kami karena sudah tidak lolos di sana makanya perlu kerja sama,” terangnya.