29.7 C
Jakarta
19 April 2024, 21:26 PM WIB

Harga Bawang Merah Melonjak, Inflasi Tak Terkendali

SINGARAJA– Pemerintah terpaksa mendatangkan komoditas dari luar Kabupaten Buleleng. Keterbatasan pasokan komoditas membuat harga kebutuhan pokok melonjak. Alhasil inflasi juga menjadi tak terkendali.

 

Merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Buleleng, laju inflasi di pada bulan Juni lalu mencapai 2,2 persen. Sehingga pada tahun 2022 ini, laju inflasi Buleleng telah menyentuh angka 4,8 persen. Itu merupakan angka tertinggi sejak tahun 2019 lalu. Apabila inflasi terus meningkat, maka daya beli masyarakat akan merosot.

 

Kini ada beberapa komoditas di Buleleng yang mengalami lonjakan harga. Diantaranya cabai rawit dan cabai merah, bawang merah, serta telur ayam ras. Padahal selama ini produksi komoditas itu terus menunjukkan angka surplus untuk kebutuhan dalam daerah.

 

Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setda Buleleng, Ni Made Rousmini mengungkapkan lonjakan harga itu dipicu gagal panen di luar Buleleng. Dampaknya hasil panen di dalam daerah mengalir ke luar Buleleng. “Hasil panen kita lari ke Jawa dan Denpasar. Padahal di dalam daerah, hasil kita surplus,” ungkap Rousmini.

 

Pemerintah pun meminta agar perusahaan daerah menyerap hasil panen petani, serta mendistribusikannya di dalam daerah. Menurutnya pemenuhan komoditas di dalam daerah harus dilakukan, agar inflasi bisa terkendali.

 

Untuk jangka pendek, perusahaan daerah diminta mendatangkan pasokan ke Buleleng. PD Swatantra diminta mendatangkan bawang merah dan telur. Bawang harus dipasok dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Sementara telur datang dari Bangli dan Tabanan. Setidaknya ada 2 ton bawang yang akan didatangkan.

 

Sementara Perumda Pasar Argha Nayottama diminta mendatangkan cabai. Perusahaan telah membeli cabai dari petani di Desa Pemuteran dan Pakisan sebanyak 200 kuintal.

 

“Dalam bulan ini akan ada operasi pasar untuk mengendalikan harga. Kedepan operasi pasar akan kami lakukan secara rutin. Jadi ketika pasokan mulai tipis, langsung operasi pasar. Jadi tidak menunggu harga naik dulu, baru operasi pasar. Perumda juga harus menyerap hasil panen petani, supaya tidak lari ke luar daerah,” tegasnya.

 

Sementara untuk jangka panjang, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan diminta membagikan bibit cabai pada warga, untuk ditanam di pekarangan rumah. Sehingga warga dapat memanfaatkan cabai yang tumbuh di halaman mereka. (eps)

 

 

SINGARAJA– Pemerintah terpaksa mendatangkan komoditas dari luar Kabupaten Buleleng. Keterbatasan pasokan komoditas membuat harga kebutuhan pokok melonjak. Alhasil inflasi juga menjadi tak terkendali.

 

Merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Buleleng, laju inflasi di pada bulan Juni lalu mencapai 2,2 persen. Sehingga pada tahun 2022 ini, laju inflasi Buleleng telah menyentuh angka 4,8 persen. Itu merupakan angka tertinggi sejak tahun 2019 lalu. Apabila inflasi terus meningkat, maka daya beli masyarakat akan merosot.

 

Kini ada beberapa komoditas di Buleleng yang mengalami lonjakan harga. Diantaranya cabai rawit dan cabai merah, bawang merah, serta telur ayam ras. Padahal selama ini produksi komoditas itu terus menunjukkan angka surplus untuk kebutuhan dalam daerah.

 

Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setda Buleleng, Ni Made Rousmini mengungkapkan lonjakan harga itu dipicu gagal panen di luar Buleleng. Dampaknya hasil panen di dalam daerah mengalir ke luar Buleleng. “Hasil panen kita lari ke Jawa dan Denpasar. Padahal di dalam daerah, hasil kita surplus,” ungkap Rousmini.

 

Pemerintah pun meminta agar perusahaan daerah menyerap hasil panen petani, serta mendistribusikannya di dalam daerah. Menurutnya pemenuhan komoditas di dalam daerah harus dilakukan, agar inflasi bisa terkendali.

 

Untuk jangka pendek, perusahaan daerah diminta mendatangkan pasokan ke Buleleng. PD Swatantra diminta mendatangkan bawang merah dan telur. Bawang harus dipasok dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Sementara telur datang dari Bangli dan Tabanan. Setidaknya ada 2 ton bawang yang akan didatangkan.

 

Sementara Perumda Pasar Argha Nayottama diminta mendatangkan cabai. Perusahaan telah membeli cabai dari petani di Desa Pemuteran dan Pakisan sebanyak 200 kuintal.

 

“Dalam bulan ini akan ada operasi pasar untuk mengendalikan harga. Kedepan operasi pasar akan kami lakukan secara rutin. Jadi ketika pasokan mulai tipis, langsung operasi pasar. Jadi tidak menunggu harga naik dulu, baru operasi pasar. Perumda juga harus menyerap hasil panen petani, supaya tidak lari ke luar daerah,” tegasnya.

 

Sementara untuk jangka panjang, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan diminta membagikan bibit cabai pada warga, untuk ditanam di pekarangan rumah. Sehingga warga dapat memanfaatkan cabai yang tumbuh di halaman mereka. (eps)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/