26.4 C
Jakarta
25 April 2024, 7:24 AM WIB

Usahanya Menggurita, Kelolah 80 Hektare Kebun & Kembangkan Peternakan

Dewa Amerta berhasil mengembangkan perkebunan mangga. Bermula dari mencoba peruntungan menjajal bisnis, kini usahanya menggurita. Buah-buah yang dihasilkan, didistribusikan ke seantero nusantara.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

HINGGA kini Dewa Amerta telah mengontrak 80 hektare kebun mangga. Kebun-kebun itu tersebar di Kecamatan Banjar, Seririt, serta Gerokgak.

 

Dalam sekali panen, ia bisa mengumpulkan 400-500 ton mangga. Biasanya dia memanen mangga tiga hingga empat kali dalam setahun.

 

Apabila pasar dalam kondisi bersahabat, dia bisa menjual mangga seharga Rp 8 ribu per kilogram untuk kualitas standar. Sementara kualitas premium dijual seharga Rp 10 ribu per kilogram. Tapi bila pasar tidak bersahabat, harga jual mangga hanya mencapai Rp 2 ribu per kilogram.

 

Harga serendah itu, jelas membuat usahanya merugi. Tapi Dewa Amerta tak patah arang. “Kalau mau dapat break event point, paling tidak Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu per kilo. Kalau pas dapat harga rendah, ya harus dikejar di panen berikutnya,” ungkap ayah dengan tiga orang anak itu.

 

Sejak setahun terakhir, ia berusaha melakukan ekspansi usaha. Kali ini ia melirik bisnis ternak sapi. Idenya sederhana. Ia ingin mengoptimalkan kebun kelapa miliknya. Kebun itu dikelola dengan sistem tumpang sari. Terdapat tanaman kelapa, mangga, dan rumput gajah di kebun tersebut.

 

Dewa Amerta tak mau rumput terbuang sia-sia. Maka pria yang juga karyawan BRI Unit Goris itu memutuskan memelihara 17 ekor sapi Bali. Dia juga mempekerjakan 2 orang buruh, khusus untuk mengurus ternak dan kebun.

 

Kotoran hewan yang dihasilkan, digunakan untuk pupuk mangka. Sementara urine dari sapi, digunakan sebagai bio urine. Keduanya digunakan untuk menunjang perkebunan mangga yang dia sewa. Kini 70 persen kebun, telah dikelola dengan sistem organik.

 

“Lagi pula ternak sapi tidak ada ruginya. Kotoran bisa pakai pupuk, urinenya bisa pakai semprot hama. Indukan bisa dijual, anak sapi juga boleh dijual. Pakan tinggal ambil di kebun,” ujarnya.

 

Sementara itu Regional CEO BRI Denpasar, Rudy Andimono mengungkapkan, sektor pertanian terbukti sebagai sektor yang bertahan pada masa pandemi.

 

“Kami siap memfasilitasi akses permodalan bagi masyarakat yang menggeluti sektor pertanian dan peternakan. Apalagi sektor ini memberikan daya dorong yang cukup signifikan bagi perekonomian Bali pada masa pandemi ini,” kata Rudy. (Habis)

Dewa Amerta berhasil mengembangkan perkebunan mangga. Bermula dari mencoba peruntungan menjajal bisnis, kini usahanya menggurita. Buah-buah yang dihasilkan, didistribusikan ke seantero nusantara.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

HINGGA kini Dewa Amerta telah mengontrak 80 hektare kebun mangga. Kebun-kebun itu tersebar di Kecamatan Banjar, Seririt, serta Gerokgak.

 

Dalam sekali panen, ia bisa mengumpulkan 400-500 ton mangga. Biasanya dia memanen mangga tiga hingga empat kali dalam setahun.

 

Apabila pasar dalam kondisi bersahabat, dia bisa menjual mangga seharga Rp 8 ribu per kilogram untuk kualitas standar. Sementara kualitas premium dijual seharga Rp 10 ribu per kilogram. Tapi bila pasar tidak bersahabat, harga jual mangga hanya mencapai Rp 2 ribu per kilogram.

 

Harga serendah itu, jelas membuat usahanya merugi. Tapi Dewa Amerta tak patah arang. “Kalau mau dapat break event point, paling tidak Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu per kilo. Kalau pas dapat harga rendah, ya harus dikejar di panen berikutnya,” ungkap ayah dengan tiga orang anak itu.

 

Sejak setahun terakhir, ia berusaha melakukan ekspansi usaha. Kali ini ia melirik bisnis ternak sapi. Idenya sederhana. Ia ingin mengoptimalkan kebun kelapa miliknya. Kebun itu dikelola dengan sistem tumpang sari. Terdapat tanaman kelapa, mangga, dan rumput gajah di kebun tersebut.

 

Dewa Amerta tak mau rumput terbuang sia-sia. Maka pria yang juga karyawan BRI Unit Goris itu memutuskan memelihara 17 ekor sapi Bali. Dia juga mempekerjakan 2 orang buruh, khusus untuk mengurus ternak dan kebun.

 

Kotoran hewan yang dihasilkan, digunakan untuk pupuk mangka. Sementara urine dari sapi, digunakan sebagai bio urine. Keduanya digunakan untuk menunjang perkebunan mangga yang dia sewa. Kini 70 persen kebun, telah dikelola dengan sistem organik.

 

“Lagi pula ternak sapi tidak ada ruginya. Kotoran bisa pakai pupuk, urinenya bisa pakai semprot hama. Indukan bisa dijual, anak sapi juga boleh dijual. Pakan tinggal ambil di kebun,” ujarnya.

 

Sementara itu Regional CEO BRI Denpasar, Rudy Andimono mengungkapkan, sektor pertanian terbukti sebagai sektor yang bertahan pada masa pandemi.

 

“Kami siap memfasilitasi akses permodalan bagi masyarakat yang menggeluti sektor pertanian dan peternakan. Apalagi sektor ini memberikan daya dorong yang cukup signifikan bagi perekonomian Bali pada masa pandemi ini,” kata Rudy. (Habis)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/