26.6 C
Jakarta
21 November 2024, 5:22 AM WIB

Waduh! Kambing Lokal Terancam Habis Jika Pasokan dari Luar Bali tetap Dilarang

NEGARA –  Peternak dan pedagang kambing mendesak pemerintah untuk mengizinkan pengiriman kambing dari Jawa masuk Bali. Karena populasi kambing lokal di Jembrana sudah semakin menipis dan membuat harga kambing juga meroket.

Peternak dan pedagang kambing di Jembrana, karena saat ini masih ada larangan pengiriman kambing dari Jawa, mencari kambing untuk dipotong di kabupaten lain di Bali. Harganya juga naik drastis, baik warga beli dan harga jualnya. “Sulit sekarang cari kambing,” kata Mubin, peternak dan pedagang kambing di Desa Banyubiru, Selasa (27/9).

Menurutnya, untuk mendapatkan kambing lokal Bali harus mencari ke Tabanan dan Buleleng, karena kambing lokal di Jembrana, semakin menipis. “Sudah tidak sebanyak dulu kambing di Jembrana, sulit sekali sekarang cari kambing,” ungkapnya.

Selama ini, kebutuhan kambing yang untuk dipotong sebagian besar kiriman dari Jawa. Sedangkan kambing lokal untuk peternakan yang memang khusus untuk dikembangbiakkan. Hanya sebagian kecil yang dipotong untuk memenuhi permintaan.

Karena masih ada larangan masuk kambing dari Jawa ke Bali, maka kambing lokal menjadi alternatif untuk dipotong. Meskipun jumlahnya tidak banyak, jika larangan pengiriman kambing masuk Bali tidak dicabut bisa membuat populasi menipis. “Kalau semakin lama dilarang masuk, bisa habis kambing lokal,” ungkapnya.

Karana itu, mendesak agar pemerintah segera mencabut larangan kambing dari Jawa masuk Bali. Karena dengan larangan itu, populasi kambing berkurang dan harganya sangat mahal. “Harapannya biar dibuka lagi, biar usaha juga tetap jalan. Karena sampai saat ini tidak ada kambing yang kena PMK, kenapa masih dilarang,” terangnya.

Senada diungkapkan Ketut Artawa, peternak kambing di Desa Banyubiru, kambing lokal Jembrana saat ini sudah berkurang drastis, karena ada larangan kambing dari Jawa masuk Bali. “Kalau kambing dari Jawa memang untuk dipotong. Kalau sudah tidak ada kiriman, kambing lokal juga dipotong,” ungkapnya.

Menurutnya, sejak ada larangan kambing Jawa masuk Bali, memang harga jualnya naik drastis. Per ekor kambing baik Rp 400  ribu hingga Rp 500 ribu. Secara teori, naiknya harga kambing ini menguntungkan bagi peternak. Tetapi kenyataannya justru merugikan, karena kambing habis untuk dipotong. “Memang untung kalau dijual, tapi kambingnya ngak ada,” ujarnya.

Peternak tidak bisa serta merta menjual kambing ternaknya, karena kambing ternak memang untuk dikembangbiakkan. Terutama indukan betina, jarang peternak menjual karena memang khusus untuk diternak. “Kalau kayak ini dijual pasti laku mahal, tapi eman tidak ada lagi indukan. Apalagi betina, tidak mungkin dijual,” ujarnya sambil menunjuk kambing jantan di kandang ternaknya.

Kepala Bidang Peternakan Jembrana I Gede Putu Kasthama mengatakan, sejak larangan kambing Jawa masuk Bali, memang ada penurunan populasi kambing. Terutama kambing untuk dipotong, jumlahnya menurun drastis. “Bisa dibilang, saat ini ternak Kambing  untuk dipotong di Bali sudah siaga 1,” ungkapnya.

Menurutnya, program pemerintah kabupaten Jembrana memberikan bantuan kambing, kepada kelompok ternak yang sudah berjalan beberapa tahun terkhir ini dinilai terlihat hasilnya sekarang. Ketika ada larangan kambing masuk Bali dan permintaan yang tinggi, populasi kambing di Jembrana tidak langsung habis. “Kalau tidak ada program itu, mungkin kondisinya berbeda. Jumlah populasi kambing meskipun ada penggunaan, masih tetap ada,” terangnya.

Kasthama mengaku, banyak pedagang dan peternak kambing yang mengadu dan mendesak agar kambing dari Jawa bisa diizinkan lagi masuk Bali. Karena sampai saat ini, belum ada bukti adanya kambing yang tertular penyakit mulut dan kuku. “Saat ini hanya babi dan sapi yang boleh keluar Bali. Kambing dari Jawa masuk Bali masih dilarang. Peternak berharap dibolehkan lagi kambing masuk Bali,” ungkapnya. (m. basir/rid)

 

 

 

 

 

 

 

NEGARA –  Peternak dan pedagang kambing mendesak pemerintah untuk mengizinkan pengiriman kambing dari Jawa masuk Bali. Karena populasi kambing lokal di Jembrana sudah semakin menipis dan membuat harga kambing juga meroket.

Peternak dan pedagang kambing di Jembrana, karena saat ini masih ada larangan pengiriman kambing dari Jawa, mencari kambing untuk dipotong di kabupaten lain di Bali. Harganya juga naik drastis, baik warga beli dan harga jualnya. “Sulit sekarang cari kambing,” kata Mubin, peternak dan pedagang kambing di Desa Banyubiru, Selasa (27/9).

Menurutnya, untuk mendapatkan kambing lokal Bali harus mencari ke Tabanan dan Buleleng, karena kambing lokal di Jembrana, semakin menipis. “Sudah tidak sebanyak dulu kambing di Jembrana, sulit sekali sekarang cari kambing,” ungkapnya.

Selama ini, kebutuhan kambing yang untuk dipotong sebagian besar kiriman dari Jawa. Sedangkan kambing lokal untuk peternakan yang memang khusus untuk dikembangbiakkan. Hanya sebagian kecil yang dipotong untuk memenuhi permintaan.

Karena masih ada larangan masuk kambing dari Jawa ke Bali, maka kambing lokal menjadi alternatif untuk dipotong. Meskipun jumlahnya tidak banyak, jika larangan pengiriman kambing masuk Bali tidak dicabut bisa membuat populasi menipis. “Kalau semakin lama dilarang masuk, bisa habis kambing lokal,” ungkapnya.

Karana itu, mendesak agar pemerintah segera mencabut larangan kambing dari Jawa masuk Bali. Karena dengan larangan itu, populasi kambing berkurang dan harganya sangat mahal. “Harapannya biar dibuka lagi, biar usaha juga tetap jalan. Karena sampai saat ini tidak ada kambing yang kena PMK, kenapa masih dilarang,” terangnya.

Senada diungkapkan Ketut Artawa, peternak kambing di Desa Banyubiru, kambing lokal Jembrana saat ini sudah berkurang drastis, karena ada larangan kambing dari Jawa masuk Bali. “Kalau kambing dari Jawa memang untuk dipotong. Kalau sudah tidak ada kiriman, kambing lokal juga dipotong,” ungkapnya.

Menurutnya, sejak ada larangan kambing Jawa masuk Bali, memang harga jualnya naik drastis. Per ekor kambing baik Rp 400  ribu hingga Rp 500 ribu. Secara teori, naiknya harga kambing ini menguntungkan bagi peternak. Tetapi kenyataannya justru merugikan, karena kambing habis untuk dipotong. “Memang untung kalau dijual, tapi kambingnya ngak ada,” ujarnya.

Peternak tidak bisa serta merta menjual kambing ternaknya, karena kambing ternak memang untuk dikembangbiakkan. Terutama indukan betina, jarang peternak menjual karena memang khusus untuk diternak. “Kalau kayak ini dijual pasti laku mahal, tapi eman tidak ada lagi indukan. Apalagi betina, tidak mungkin dijual,” ujarnya sambil menunjuk kambing jantan di kandang ternaknya.

Kepala Bidang Peternakan Jembrana I Gede Putu Kasthama mengatakan, sejak larangan kambing Jawa masuk Bali, memang ada penurunan populasi kambing. Terutama kambing untuk dipotong, jumlahnya menurun drastis. “Bisa dibilang, saat ini ternak Kambing  untuk dipotong di Bali sudah siaga 1,” ungkapnya.

Menurutnya, program pemerintah kabupaten Jembrana memberikan bantuan kambing, kepada kelompok ternak yang sudah berjalan beberapa tahun terkhir ini dinilai terlihat hasilnya sekarang. Ketika ada larangan kambing masuk Bali dan permintaan yang tinggi, populasi kambing di Jembrana tidak langsung habis. “Kalau tidak ada program itu, mungkin kondisinya berbeda. Jumlah populasi kambing meskipun ada penggunaan, masih tetap ada,” terangnya.

Kasthama mengaku, banyak pedagang dan peternak kambing yang mengadu dan mendesak agar kambing dari Jawa bisa diizinkan lagi masuk Bali. Karena sampai saat ini, belum ada bukti adanya kambing yang tertular penyakit mulut dan kuku. “Saat ini hanya babi dan sapi yang boleh keluar Bali. Kambing dari Jawa masuk Bali masih dilarang. Peternak berharap dibolehkan lagi kambing masuk Bali,” ungkapnya. (m. basir/rid)

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/