31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 12:10 PM WIB

Terungkap! Ayam Potong Kembali Langka Ternyata Karena Ini…

DENPASAR – Sejak kemarin ayam potong langka di pasaran. Kondisi ini terjadi lantaran Gabungan Ayam (Gada) Bali kembali melakukan aksi libur, tidak mengirim ayam potong ke pemotong.

Gada Bali terpaksa libur karena pasokan ayam potong di tingkat peternak saat ini minim. Hanya 20 sampai 30 persen dari kebutuhan.

Gada Bali menuding kondisi ini terjadi karena minimnya pasokan DOC ke peternak sehingga mempengaruhi jumlah produksi ayam potong.

Ketua Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Broiler Bali I Ketut Yahya Kurniadi mengakui bahwa pasokan DOC memang menurun di tingkat peternak.

Kata dia, ini terjadi sejak H-7 Lebaran Idul Fitri hingga H+7 lebaran. Produksi DOC yang biasanya mencapai 4 kali dalam seminggu, namun saat waktu tersebut produksi DOC hanya dua kali dalam seminggu.

“Jadi, ada penurunan 50 persen, karena saat menjelang Lebaran sampai selesai Lebaran takut tidak terserap,” katanya.

Penurunan DOC, kata Yahya, bukan tanpa alasan. Ini mengingat dari pengalaman selama empat tahun terakhir.

Di mana menjelang lebaran hingga seminggu setelah lebaran konsumsi ayam di Bali berkurang.

Karena, sebagian besar konsumsi ayam lebih banyak diserap warga pendatang yang beragama Muslim sedang mudik.

“Sementara sepulang dari kampung, mereka tidak ada dana. Jadi, masih belum begitu banyak yang menggunakan daging ayam. Itu selalu terjadi selama empat tahun ini saat momen lebaran,” terangnya.

Selain itu, sejak pencabutan pemakaian antibiotic growth promoters (AGP) pada pakan ternak dilarang, membuat peternak kesulitan dalam pemeliharaan ayam.

Untuk menghindari penyakit, diperlukan kehati-hatian serta manajemen yang bagus. “Kalau kami (peternak) mandiri, sudah melakukan itu.

Makanya ada peningkatan berat ayam, selama 35 hari tanpa AGP bertanya mencapai 1,3 kilogram,” jelas Yahya.

Lebih lanjut pria asal Badung ini menjelaskan, penerapan manajemen yang kurang bagus justru terjadi pada peternak kemitraan.

Di Bali sendiri, 80 persen, peternak dikuasai kemitraan. Sehingga pola pengawasan dari kemitraan kepada peternak berkurang. “Ini menyebabkan, ayam rawan penyakit,” lanjutnya.

Kondisi kelangkaan ayam juga terjadi di wilayah Jawa, dimana harga ayam di tingkat peternak ayam di Jawa yang sebelumnya Rp 17.000 per kilogram (ayam hidup), saat ini menyentuh Rp 21.500 per kilogram.

Ini memiliki selisih harga Rp 1.000 ketimbang di Bali yang mencapai Rp 22.500 per kilogram. “Biasanya pasokan dari Jawa kalau Bali langka, lancar.

Sekarang dengan perbedaan harga Rp 1.000, ini kan mikir mau kirim ke Bali. Sementara ayam di Jawa juga langka,” tandasnya.

DENPASAR – Sejak kemarin ayam potong langka di pasaran. Kondisi ini terjadi lantaran Gabungan Ayam (Gada) Bali kembali melakukan aksi libur, tidak mengirim ayam potong ke pemotong.

Gada Bali terpaksa libur karena pasokan ayam potong di tingkat peternak saat ini minim. Hanya 20 sampai 30 persen dari kebutuhan.

Gada Bali menuding kondisi ini terjadi karena minimnya pasokan DOC ke peternak sehingga mempengaruhi jumlah produksi ayam potong.

Ketua Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Broiler Bali I Ketut Yahya Kurniadi mengakui bahwa pasokan DOC memang menurun di tingkat peternak.

Kata dia, ini terjadi sejak H-7 Lebaran Idul Fitri hingga H+7 lebaran. Produksi DOC yang biasanya mencapai 4 kali dalam seminggu, namun saat waktu tersebut produksi DOC hanya dua kali dalam seminggu.

“Jadi, ada penurunan 50 persen, karena saat menjelang Lebaran sampai selesai Lebaran takut tidak terserap,” katanya.

Penurunan DOC, kata Yahya, bukan tanpa alasan. Ini mengingat dari pengalaman selama empat tahun terakhir.

Di mana menjelang lebaran hingga seminggu setelah lebaran konsumsi ayam di Bali berkurang.

Karena, sebagian besar konsumsi ayam lebih banyak diserap warga pendatang yang beragama Muslim sedang mudik.

“Sementara sepulang dari kampung, mereka tidak ada dana. Jadi, masih belum begitu banyak yang menggunakan daging ayam. Itu selalu terjadi selama empat tahun ini saat momen lebaran,” terangnya.

Selain itu, sejak pencabutan pemakaian antibiotic growth promoters (AGP) pada pakan ternak dilarang, membuat peternak kesulitan dalam pemeliharaan ayam.

Untuk menghindari penyakit, diperlukan kehati-hatian serta manajemen yang bagus. “Kalau kami (peternak) mandiri, sudah melakukan itu.

Makanya ada peningkatan berat ayam, selama 35 hari tanpa AGP bertanya mencapai 1,3 kilogram,” jelas Yahya.

Lebih lanjut pria asal Badung ini menjelaskan, penerapan manajemen yang kurang bagus justru terjadi pada peternak kemitraan.

Di Bali sendiri, 80 persen, peternak dikuasai kemitraan. Sehingga pola pengawasan dari kemitraan kepada peternak berkurang. “Ini menyebabkan, ayam rawan penyakit,” lanjutnya.

Kondisi kelangkaan ayam juga terjadi di wilayah Jawa, dimana harga ayam di tingkat peternak ayam di Jawa yang sebelumnya Rp 17.000 per kilogram (ayam hidup), saat ini menyentuh Rp 21.500 per kilogram.

Ini memiliki selisih harga Rp 1.000 ketimbang di Bali yang mencapai Rp 22.500 per kilogram. “Biasanya pasokan dari Jawa kalau Bali langka, lancar.

Sekarang dengan perbedaan harga Rp 1.000, ini kan mikir mau kirim ke Bali. Sementara ayam di Jawa juga langka,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/