31.8 C
Jakarta
19 November 2024, 22:02 PM WIB

RIIL! Keluh Kesah Pedagang: Gara-gara PPKM, Penjualan Turun 60 Persen

KUTA – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat Bali yang sunyi kian menjadi sunyi.

Aktivitas perekonomian masyarakat berantakan. Seperti yang dilontarkan pedagang kopi keliling di Kuta, Made Suarjaya.

Pria asal Temukus, Buleleng ini awalnya bekerja disebuah art shop pakaian kuli selama 10 tahun lamanya.

Karena pandemi Covid 19, tempat usahanya pun tutup. Untuk menghidupi keluarganya, dia tentu harus bekerja lagi. “Saya sudah tiga bulan jualan kopi di Kuta,” ujar Made Suarjaya kemarin.

Setiap pukul 07.00 pagi, dia berangkat keliling dengan sepeda motor bututnya. Sampai siang, dia kembali ke rumah. Setelah itu dia kembali mengais rejeki untuk berjualan nasi goreng.

Namun sayang, rejeki menjadi penjual nasi goreng tak seindah yang dia bayangkan. Hal ini karena peraturan PPKM yang ketat, membuat ia berjualan tak maskimal.

“Tidak bisa kayak kemarin lagi. PPKM ketat kan. Gimana mau jualan, jam 8 malam sudah disuruh tutup,” sebutnya.

Hal ini berpengaruh terhadap jualannya. Namun, untuk mencukupi untuk makan saja, saat ini ia tetap bisa bersyukur meski penghasilan tak seperti dulu lagi.

Ini juga dirasakan salah satu penjual gorengan di wilayah Nusa Dua. Biasanya dia bisa menggais rejeki hingga pukul 11 malam, namun karena PPKM, dia mengalami penurunan penjualan yang sangat drastis.

“Sepi sekali. Jam dibatasi lagi, penjualannya menurun sampai enam puluh persen,” sebutnya. Penjual gorengan ini pun berharap pemerintah

memberikan kebijakan yang peduli terhadap para pedagang kecil seperti ini agar dapat menyambungkan hidup yang layak

KUTA – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat Bali yang sunyi kian menjadi sunyi.

Aktivitas perekonomian masyarakat berantakan. Seperti yang dilontarkan pedagang kopi keliling di Kuta, Made Suarjaya.

Pria asal Temukus, Buleleng ini awalnya bekerja disebuah art shop pakaian kuli selama 10 tahun lamanya.

Karena pandemi Covid 19, tempat usahanya pun tutup. Untuk menghidupi keluarganya, dia tentu harus bekerja lagi. “Saya sudah tiga bulan jualan kopi di Kuta,” ujar Made Suarjaya kemarin.

Setiap pukul 07.00 pagi, dia berangkat keliling dengan sepeda motor bututnya. Sampai siang, dia kembali ke rumah. Setelah itu dia kembali mengais rejeki untuk berjualan nasi goreng.

Namun sayang, rejeki menjadi penjual nasi goreng tak seindah yang dia bayangkan. Hal ini karena peraturan PPKM yang ketat, membuat ia berjualan tak maskimal.

“Tidak bisa kayak kemarin lagi. PPKM ketat kan. Gimana mau jualan, jam 8 malam sudah disuruh tutup,” sebutnya.

Hal ini berpengaruh terhadap jualannya. Namun, untuk mencukupi untuk makan saja, saat ini ia tetap bisa bersyukur meski penghasilan tak seperti dulu lagi.

Ini juga dirasakan salah satu penjual gorengan di wilayah Nusa Dua. Biasanya dia bisa menggais rejeki hingga pukul 11 malam, namun karena PPKM, dia mengalami penurunan penjualan yang sangat drastis.

“Sepi sekali. Jam dibatasi lagi, penjualannya menurun sampai enam puluh persen,” sebutnya. Penjual gorengan ini pun berharap pemerintah

memberikan kebijakan yang peduli terhadap para pedagang kecil seperti ini agar dapat menyambungkan hidup yang layak

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/