25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:35 AM WIB

Minyak Kelapa Tradisional Ramai Peminat, Cocok untuk Minyak Rambut

SINGARAJA – Industri rumahan pengolahan minyak kelapa tradisional, sempat limbung karena dihantam industri kelapa sawit.

Namun beberapa tahun terakhir, industri rumahan ini kembali menggeliat. Produk minyak kelapa yang diolah secara tradisional pun cukup diminati.

Konon masakan menjadi lebih enak, jika diolah menggunakan minyak kelapa tradisional. Produksi minyak kelapa tradisional, atau yang lebih dikenal dengan nama lengis tandusan itu, biasanya beroperasi di rumah-rumah.

Produksinya pun tak banyak. Bahkan lebih sering tak mampu memenuhi permintaan pasar. Seperti yang terlihat di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan.

Sejumlah warga masih menjalani pembuatan minyak kelapa tradisional. Buah kelapa yangc ukup tua, diolah sedemikian rupa, agar menghasilkan minyak.

Salah seorang warga yang rutin membuat minyak kelapa tradisional adalah Kompyang Ketut, 67. Wanita lanjut usia ini sudah membuat lengis tandusan sejak 30 tahun lalu.

Hampir tiap hari Ketut membuat lengis tandusan. Butuh waktu setidaknya empat jam untuk membuat minyak kelapa. Semua diawali dengan membuat santan.

Kemudian dilanjutkan dengan memasak santan kelapa selama empat jam. Santan lama kelamaan akan mengeluarkan minyak.

Minyak pun secara otomatis terpisah. Begitu terpisah, harus dilakukan proses pendinginan agar minyak benar-benar terpisah.

Setelah dingin, bukan berarti proses selesai. Minyak yang sudah dihasilkan, harus digoreng kembali. Alasannya, agar minyak kelapa tahan lebih lama.

Bila tak digoreng, minyak kelapa dikhawatirkan cepat rusak dan berbau tengik alias piing. Butuh 10 butir kelapa untuk membuat dua liter minyak goreng.

Kompyang Ketut mengaku menghasilkan 2,5 botol lengis tandusan dalam sehari. Kadang-kadang jumlah itu bisa bertambah, tergantung permintaan.

Sebotol lengis tandusan, dijual dengan harga Rp 20 ribu. Ada pula yang bersedia membeli seharga Rp 25 ribu.

“Ada saja yang cari. Katanya lebih enak kalau pakai lengis tandusan. Kebanyakan beli langsung di saya. Katanya kalau beli di pasar, takut dicampur minyak sawit,” kata Kompyang Ketut.

Kompyang Ketut pun sudah memiliki langganan tetap. Salah satunya Ni Wayan Astuti. Dia rutin membeli minyak kelapa setiap tiga hari. Minyak itu digunakan untuk kepentingan memasak.

“Kadang-kadang juga dipakai minyak rambut. Orang tua saya di rumah masih pakai minyak kelapa sebagai minyak rambut,” kata Astuti.

SINGARAJA – Industri rumahan pengolahan minyak kelapa tradisional, sempat limbung karena dihantam industri kelapa sawit.

Namun beberapa tahun terakhir, industri rumahan ini kembali menggeliat. Produk minyak kelapa yang diolah secara tradisional pun cukup diminati.

Konon masakan menjadi lebih enak, jika diolah menggunakan minyak kelapa tradisional. Produksi minyak kelapa tradisional, atau yang lebih dikenal dengan nama lengis tandusan itu, biasanya beroperasi di rumah-rumah.

Produksinya pun tak banyak. Bahkan lebih sering tak mampu memenuhi permintaan pasar. Seperti yang terlihat di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan.

Sejumlah warga masih menjalani pembuatan minyak kelapa tradisional. Buah kelapa yangc ukup tua, diolah sedemikian rupa, agar menghasilkan minyak.

Salah seorang warga yang rutin membuat minyak kelapa tradisional adalah Kompyang Ketut, 67. Wanita lanjut usia ini sudah membuat lengis tandusan sejak 30 tahun lalu.

Hampir tiap hari Ketut membuat lengis tandusan. Butuh waktu setidaknya empat jam untuk membuat minyak kelapa. Semua diawali dengan membuat santan.

Kemudian dilanjutkan dengan memasak santan kelapa selama empat jam. Santan lama kelamaan akan mengeluarkan minyak.

Minyak pun secara otomatis terpisah. Begitu terpisah, harus dilakukan proses pendinginan agar minyak benar-benar terpisah.

Setelah dingin, bukan berarti proses selesai. Minyak yang sudah dihasilkan, harus digoreng kembali. Alasannya, agar minyak kelapa tahan lebih lama.

Bila tak digoreng, minyak kelapa dikhawatirkan cepat rusak dan berbau tengik alias piing. Butuh 10 butir kelapa untuk membuat dua liter minyak goreng.

Kompyang Ketut mengaku menghasilkan 2,5 botol lengis tandusan dalam sehari. Kadang-kadang jumlah itu bisa bertambah, tergantung permintaan.

Sebotol lengis tandusan, dijual dengan harga Rp 20 ribu. Ada pula yang bersedia membeli seharga Rp 25 ribu.

“Ada saja yang cari. Katanya lebih enak kalau pakai lengis tandusan. Kebanyakan beli langsung di saya. Katanya kalau beli di pasar, takut dicampur minyak sawit,” kata Kompyang Ketut.

Kompyang Ketut pun sudah memiliki langganan tetap. Salah satunya Ni Wayan Astuti. Dia rutin membeli minyak kelapa setiap tiga hari. Minyak itu digunakan untuk kepentingan memasak.

“Kadang-kadang juga dipakai minyak rambut. Orang tua saya di rumah masih pakai minyak kelapa sebagai minyak rambut,” kata Astuti.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/