29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:48 AM WIB

Harga Salak Murah, Petani Salak Sibetan Memilih Tak Panen

AMLAPURA – Sejumlah petani salak di Karangasem memilih tidak memanen hasil kebun salaknya padahal sudah memasuki masa panen. Hal itu dilakukan lantaran harga salak turun drastis di pasaran. 

Petani salak asal Sibetan, I Wayan Putu mengungkapkan, harga yang murah menjadi penyebab sebagian besar petani salak memilih tidak memanen hasil buah.

Kata dia, saat ini harga salak tak lebih dari Rp 2.000. Untuk ukuran salak besar, harganya hanya berkisar Rp 1.500 per kilogram, sementara untuk salak ukuran kecil hanya dihargai Rp 1.000 per kilogram.

“Sudah sejak tiga mingguan harganya turun. Itu beruntun,” kata Wayan Putu. Penurunan harga salak dari yang sebelumnya Rp 10 ribu secara terus menerus terjadi dalam kurun waktu tiga minggu belakangan.

“Sampai saat ini harganya cuma Rp 1.000 per kilo. Karena saat ini memang puncak masa panen,” ucapnya.

Daripada merugi di ongkos panen, dia dan beberapa petani lainnya di wilayah Sibetan memilih tidak memanen mengingat hasil yang didapat tidak sebanding.

Bahkan, cenderung rugi. “Tidak dapat untung. Belum lagi biaya untuk memanen. Secara hitung-hitungan rugi,” tambahnya.

Kebanyakan petani salak yang memilih tidak memanen buah salak adalah petani yang memiliki lahan yang jauh dari perkotaan dan jalan raya.

Petani membiarkan begitu saja salak yang sudah siap panen membusuk hingga jatuh dari pohon.

“Untuk memanen salak butuh tenaga. Seperti tukang suwun membawa hasil panen ke jalan itu butuh ongkos. Belum lagi ongkos kendaraan. Kalau dipanen akan rugi. Dari pada rugi mending dibiarkan,” terang Putu.

Saat ini ketersediaan salak melimpah ruah di Karangasem. Kondisi ini berpengaruh terhadap harga jual.

“Selalu kami rasakan hal seperti ini. Terutama saat panen memasuki bulan Januari sampai Maret dan bulan Agustus sampai Oktober. Harga salak akan anjlok,” jelasnya.

Dirinya berharap, disaat kondisi seperti ini ada perhatian dari pemerintah terutama Pemkab Karangasem.

Misalnya membuat standarisasi harga agar harga salak saat panen bisa tetap memiliki nilai untung yang dirasakan para petani ketika musim panen tiba.

“Bagaimana lah solusinya agar petani tidak merugi setiap kali panen,” harap Wayan Putu. Informasi di pasar, harga salak masih dikisaran Rp 2.500 hingga Rp 3.000  per kilogram.

Petani dan pedagang salak berharap harga normal lagi, sehingga para petani di Karangasem tidak merugi banyak, seperti saat ini. Saat masuk puncak panen, banyak buah salak yang dibuang sia-sia. 

AMLAPURA – Sejumlah petani salak di Karangasem memilih tidak memanen hasil kebun salaknya padahal sudah memasuki masa panen. Hal itu dilakukan lantaran harga salak turun drastis di pasaran. 

Petani salak asal Sibetan, I Wayan Putu mengungkapkan, harga yang murah menjadi penyebab sebagian besar petani salak memilih tidak memanen hasil buah.

Kata dia, saat ini harga salak tak lebih dari Rp 2.000. Untuk ukuran salak besar, harganya hanya berkisar Rp 1.500 per kilogram, sementara untuk salak ukuran kecil hanya dihargai Rp 1.000 per kilogram.

“Sudah sejak tiga mingguan harganya turun. Itu beruntun,” kata Wayan Putu. Penurunan harga salak dari yang sebelumnya Rp 10 ribu secara terus menerus terjadi dalam kurun waktu tiga minggu belakangan.

“Sampai saat ini harganya cuma Rp 1.000 per kilo. Karena saat ini memang puncak masa panen,” ucapnya.

Daripada merugi di ongkos panen, dia dan beberapa petani lainnya di wilayah Sibetan memilih tidak memanen mengingat hasil yang didapat tidak sebanding.

Bahkan, cenderung rugi. “Tidak dapat untung. Belum lagi biaya untuk memanen. Secara hitung-hitungan rugi,” tambahnya.

Kebanyakan petani salak yang memilih tidak memanen buah salak adalah petani yang memiliki lahan yang jauh dari perkotaan dan jalan raya.

Petani membiarkan begitu saja salak yang sudah siap panen membusuk hingga jatuh dari pohon.

“Untuk memanen salak butuh tenaga. Seperti tukang suwun membawa hasil panen ke jalan itu butuh ongkos. Belum lagi ongkos kendaraan. Kalau dipanen akan rugi. Dari pada rugi mending dibiarkan,” terang Putu.

Saat ini ketersediaan salak melimpah ruah di Karangasem. Kondisi ini berpengaruh terhadap harga jual.

“Selalu kami rasakan hal seperti ini. Terutama saat panen memasuki bulan Januari sampai Maret dan bulan Agustus sampai Oktober. Harga salak akan anjlok,” jelasnya.

Dirinya berharap, disaat kondisi seperti ini ada perhatian dari pemerintah terutama Pemkab Karangasem.

Misalnya membuat standarisasi harga agar harga salak saat panen bisa tetap memiliki nilai untung yang dirasakan para petani ketika musim panen tiba.

“Bagaimana lah solusinya agar petani tidak merugi setiap kali panen,” harap Wayan Putu. Informasi di pasar, harga salak masih dikisaran Rp 2.500 hingga Rp 3.000  per kilogram.

Petani dan pedagang salak berharap harga normal lagi, sehingga para petani di Karangasem tidak merugi banyak, seperti saat ini. Saat masuk puncak panen, banyak buah salak yang dibuang sia-sia. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/