RadarBali.com – Sempat mengalami gagal panen pada bulan Juli dan Agustus lalu, petani cengkeh berharap agar kondisi cuaca di tahun depan bisa bersahabat.
Dengan harapan, cuaca atau pergantian musim sesuai siklus. Dengan demikian, tanaman cengkeh yang menjadi komoditi Buleleng bisa panen sesuai harapan petani.
Salah seorang petani di Desa Cempaga, Made Suweja mengungkapkan pada Agustus lalu, tanaman cengkehnya mengalami gagal panen hingga 80 persen.
Kondisi ini disebabkan lantaran musim hujan yang sangat panjang sehingga berbuntut pada kandungan air dalam tanaman cengkeh terlalu tinggi.
“Kalau kandungan air hujan terlalu tinggi, tidak bisa sempurna, buahnya juga busuk. Dan hasilnya tidak maksimal,” tuturnya Minggu (12/11).
Dari tanaman cengkeh miliknya seluas 50 are tersebut, panen yang biasanya mencapai Rp 120 juta dengan asumsi harga cengkeh kering Rp 120 per kilogram tersebut hanya didapat Rp 20 juta saja.
Jika dihitung berat, dari tanaman cengkeh milik Suweja biasanya berat panen mencapai 1 ton hanya didapat 1 kuintal saja.
“Bukan saya saja yang mengalami kerugian, tapi hampir semua dari ratusan petani cengkeh di Desa saya mengalami hal yang sama,” tutur Suweja.
Bulan empat tahun 2018 mendatang, ia dan beberapa petani akan memasuki masa tanam. Suweja berharap dengan agar siklus musim hujan kemarau dan lainnya bisa terencana seperti biasanya.
Namun melihat kondisi saat ini, ia pun optimis panen musim depan akan sesuai target yang ditentukan. Untuk satu kali musim tanam ia menghabiskan dana Rp 25 juta dengan luas lahan 50 are tersebut.
“Ada sedikit kekhawatiran, tapi melihat hujan sudah mulai turun sesuai musim kami optimis dan semoga tidak terjadi hujan berkepanjangan,” tandasnya.
Saat ini harga cengkeh di Buleleng cukup tinggi. Cengkeh kering yang sebelumnya hanya berada di bawah Rp 100 ribu, kini naik drastis menjadi Rp 120 ribu.
Sementara untuk cengkeh yang masih basah dengan kandungan air berkisar antara Rp 35 sampai 40 ribu per kilogram. Dia pun berharap harga ini bisa tetap stabil