26.8 C
Jakarta
13 September 2024, 0:06 AM WIB

Permintaan Minim, Harga Pertanian Anjlok, Petani Getakan Bertahan

SEMARAPURA – Banyaknya hotel dan restoran yang tutup sejak adanya pandemi virus corona, berdampak pada anjloknya harga hasil pertanian para petani di Subak Getakan, Desa Getakan, Kecamatan Banjarangkan.

Kondisi itu akhirnya membuat para petani merugi mengingat biaya operasional yang tetap normal.

Meski begitu, mereka tetap bertani dengan harapan harga produk pertanian akan normal kembali mengingat hanya profesi itu yang bisa mereka lakoni.

Kelian Subak Getakan I Wayan Putu Yasa mengungkapkan, sejak virus corona mewabah, harga produk pertanian di subaknya seperti bunga pacah, sayuran hijau, dan cabai terus mengalami penurunan harga.

Seperti hari ini, menurutnya, harga bunga pacah hanya Rp 2 ribu per kg, sayur hijau hanya Rp 1.000 per kg dan cabai rawit merah hanya Rp 10 ribu per kg.

“Padahal, di bulan-bulan ini harga bunga pacah bisa berkisar Rp 25 ribu per kg, untuk sayur hijau sekitar Rp 4 ribu per kg dan cabai rawit merah sekitar Rp 50 ribu per kg,” katanya.

Anjloknya harga produk pertanian di Subak Getakan, menurutnya, lantaran terkena imbas wabah Covid-19.

Tutupnya hotel dan restoran akibat pandemi Covid-19 membuat permintaan atas produk pertanian menurun.

Begitu juga dengan upacara agama yang kini berlangsung singkat dan sangat sederhana membuat permintaan terhadap hasil pertanian berupa bunga juga menurun drastis.

“Sekarang permintaan sangat sedikit sekali. Hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang tidak terlalu banyak. Apalagi dengan kondisi ekonomi seperti ini, masyarakat tentunya melakukan pengirian,” terangnya.

Di sisi lain, biaya operasional sampai saat ini masih normal seperti sebelum pandemi Covid-19. Mengingat sampai saat ini harga bibit dan juga buruh petani masih tetap sama.

Kondisi itu menurutnya membuat para petani merugi. Meski begitu, anggota Subak Getakan yang jumlahnya sekitar 250 orang masih tetap setia untuk menggarap lahan pertaniannya.

“Karena hanya itu profesi mereka. Kalau lahan pertaniannya tidak digarap, ada rasa tidak nyaman pada diri mereka karena sudah dilakoni sejak lama dan sudah menjadi kebiasaan.

Saya berharap ada perhatian dari pemerintah. Terutamanya untuk pemberian subsidi bibit sehingga kami tidak merugi,” tandasnya. 

SEMARAPURA – Banyaknya hotel dan restoran yang tutup sejak adanya pandemi virus corona, berdampak pada anjloknya harga hasil pertanian para petani di Subak Getakan, Desa Getakan, Kecamatan Banjarangkan.

Kondisi itu akhirnya membuat para petani merugi mengingat biaya operasional yang tetap normal.

Meski begitu, mereka tetap bertani dengan harapan harga produk pertanian akan normal kembali mengingat hanya profesi itu yang bisa mereka lakoni.

Kelian Subak Getakan I Wayan Putu Yasa mengungkapkan, sejak virus corona mewabah, harga produk pertanian di subaknya seperti bunga pacah, sayuran hijau, dan cabai terus mengalami penurunan harga.

Seperti hari ini, menurutnya, harga bunga pacah hanya Rp 2 ribu per kg, sayur hijau hanya Rp 1.000 per kg dan cabai rawit merah hanya Rp 10 ribu per kg.

“Padahal, di bulan-bulan ini harga bunga pacah bisa berkisar Rp 25 ribu per kg, untuk sayur hijau sekitar Rp 4 ribu per kg dan cabai rawit merah sekitar Rp 50 ribu per kg,” katanya.

Anjloknya harga produk pertanian di Subak Getakan, menurutnya, lantaran terkena imbas wabah Covid-19.

Tutupnya hotel dan restoran akibat pandemi Covid-19 membuat permintaan atas produk pertanian menurun.

Begitu juga dengan upacara agama yang kini berlangsung singkat dan sangat sederhana membuat permintaan terhadap hasil pertanian berupa bunga juga menurun drastis.

“Sekarang permintaan sangat sedikit sekali. Hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang tidak terlalu banyak. Apalagi dengan kondisi ekonomi seperti ini, masyarakat tentunya melakukan pengirian,” terangnya.

Di sisi lain, biaya operasional sampai saat ini masih normal seperti sebelum pandemi Covid-19. Mengingat sampai saat ini harga bibit dan juga buruh petani masih tetap sama.

Kondisi itu menurutnya membuat para petani merugi. Meski begitu, anggota Subak Getakan yang jumlahnya sekitar 250 orang masih tetap setia untuk menggarap lahan pertaniannya.

“Karena hanya itu profesi mereka. Kalau lahan pertaniannya tidak digarap, ada rasa tidak nyaman pada diri mereka karena sudah dilakoni sejak lama dan sudah menjadi kebiasaan.

Saya berharap ada perhatian dari pemerintah. Terutamanya untuk pemberian subsidi bibit sehingga kami tidak merugi,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/