DENPASAR – Meningkatnya aktivitas Gunung Agung membawa dampak serius bagi industri pariwisata Bali yang menjadi jantung pergerakan ekonomi Pulau Dewata.
Bahkan, gara-gara Bandara Gusti Ngurah Rai tutup tanggal 27 – 29 November, Bali kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata sebesar Rp 193 miliar.
Lesunya sektor pariwisata juga berpengaruh dengan kinerja jasa ekspor pada triwulan ke empat tahun ini.
“Dampaknya, ekonomi Bali melambat di kisaran 5,7 hingga 6, 1 persen (yoy) tahun ini,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Causa Iman Karana kemarin.
Agar tidak makin terpuruk, beberapa langkah harus dilakukan pelaku usaha. Pertama, untuk meningkatkan ekspor jasa, sektor MICE (meeting incentives conferences and exhibitions) perlu kembali digenjot.
BI juga mendorong ekspor sektor perikanan seperti ikan sarden, dan tuna terus ditingkatkan.“Buleleng itu tempat rajanya buah-buahan di Bali.
Ini bisa digalakkan kembali. Harapan kami Bali bisa jadi Hub ekspor impor untuk barang dan jasa,” jelas Pak Cik, sapaan akrabnya.
BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Bali pada 2018 meningkat di rentang 6,00 hingga 6,40 persen (yoy). Pariwisata masih menjadi sumber pertumbuhan utama.
Optimistis muncul karena beberapa faktor. Mulai dari persiapan dan rencana pelaksanaan sidang tahunan IMF-World Bank pada bulan Oktober 2018.
Pelaksanaan Pilkada serentak pada bulan Juni 2018, serta pengerjaan beberapa proyek infrastruktur pemerintah maupun swasta yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Bali.
“Saya yakin dengan berbagai potensi yang dimiliki Bali ditambah investasi untuk IMF ekonomi Bali bisa tumbuh, asalkan dikelola baik,” jelasnya.