29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:27 AM WIB

BI Genjot Sektor Properti Kembali Bergairah, Begini Skenarionya…

DENPASAR – Real Estat Indonesia (REI) Bali menyambut baik kebijakan Bank Indonesia (BI) mendorong bergairahnya sektor properti melalui pelonggaran kebijakan makroprudensial.

Kebijakan dalam bentuk ketentuan rasio loan to value (LTV) atau financing to value (FTV) dari fasilitas kredit atau pembiayaan

perumahan sebagai salah satu solusi membangkitkan kembali bisnis properti yang sempat terpuruk dua tiga terakhir.

Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura mengungkapkan, penerapan relaksasi LTF diharapkan memberi efek positif untuk meningkatkan pembelian rumah dan pembiayaan melalui fasilitas KPR.

Pengembang sendiri concern pada kesiapan perbankan dalam penyaluran kredit dengan skema yang baru.

Meski relaksasi ini sangat baik, namun terdapat beberapa hal yang masih perlu didiskusikan lebih lanjut antara pihak perbankan dan pengembang.

“Seperti permasalahan persyaratan administrasi khususnya bagi calon debitur KPR tipe kecil,” tutur Pande Agus Permana Widura usai menggelar pertemuan dengan BI kemarin.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya yakni relaksasi LTV di tahun 2016, dampak positif yang langsung dirasakan para anggota REI adalah adanya peningkatan penjualan khususnya pada kepemilikan rumah kedua.

“Ketika penerapan LTF ini berlaku di bulan Agustus 2018, kami berharap permintaan pada sektor properti residensial dapat terakselerasi,” kata Pande.

Kepala Kantor BI Provinsi Bali Causa Iman Karana memaparkan bahwa kebijakan makroprudensial yang akomodatif melalui LTV dan FTV ditujukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Selain itu, ini juga bisa menjadi stabilitas sistem keuangan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.

Kebijakan diterapkan pada sektor properti yang berlaku mulai 1 Agustus mendatang melalui beberapa aspek.

Beberapa di antaranya pelonggaran rasio LTV untuk kredit properti dan rasio FTV untuk pembiayaan properti,

pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden, serta penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit maupun pembiayaan.

“Kami berharap kebijakan ini mendukung kinerja sektor properti yang saat ini masih memiliki potensi akselerasi

dan dampak pengganda cukup besar terhadap perekonomian nasional pada umumnya dan Bali pada khususnya,” jelas dia.

Dia menambahkan, BI memberikan kewenangan kepada industri perbankan untuk mengatur sendiri jumlah LTV

dari fasilitas kredit pertama sesuai dengan analisis bank terhadap debiturnya dan kebijakan manajemen risiko masing-masing bank.

Dalam menetapkan besaran LTV, pihak bank harus memperhatikan aspek prudensial dalam penerapannya.

Sehingga hanya bank yang memiliki Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah dengan total kredit net kurang dari 5 persen dan NPL KPR gross kurang dari 5 persen yang dapat memanfaatkan kebijakan ini.

“Skema penyaluran kredit perlu ditindaklanjuti dengan mitigasi risiko yang govern oleh industri perbankan sehingga nanti tidak menghambat bisnis ketika gairah sektor properti yang mulai naik,” bebernya.

Ke depan, penerapan kebijakan ini diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan kredit KPR yang mulai menunjukkan tendensi peningkatan.

Pertumbuhan KPR Provinsi Bali pada Mei 2018 tercatat sebesar 6,12 persen (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan I (Maret 2018) yang mengalami kontraksi sebesar -11,51 persen (yoy).

DENPASAR – Real Estat Indonesia (REI) Bali menyambut baik kebijakan Bank Indonesia (BI) mendorong bergairahnya sektor properti melalui pelonggaran kebijakan makroprudensial.

Kebijakan dalam bentuk ketentuan rasio loan to value (LTV) atau financing to value (FTV) dari fasilitas kredit atau pembiayaan

perumahan sebagai salah satu solusi membangkitkan kembali bisnis properti yang sempat terpuruk dua tiga terakhir.

Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura mengungkapkan, penerapan relaksasi LTF diharapkan memberi efek positif untuk meningkatkan pembelian rumah dan pembiayaan melalui fasilitas KPR.

Pengembang sendiri concern pada kesiapan perbankan dalam penyaluran kredit dengan skema yang baru.

Meski relaksasi ini sangat baik, namun terdapat beberapa hal yang masih perlu didiskusikan lebih lanjut antara pihak perbankan dan pengembang.

“Seperti permasalahan persyaratan administrasi khususnya bagi calon debitur KPR tipe kecil,” tutur Pande Agus Permana Widura usai menggelar pertemuan dengan BI kemarin.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya yakni relaksasi LTV di tahun 2016, dampak positif yang langsung dirasakan para anggota REI adalah adanya peningkatan penjualan khususnya pada kepemilikan rumah kedua.

“Ketika penerapan LTF ini berlaku di bulan Agustus 2018, kami berharap permintaan pada sektor properti residensial dapat terakselerasi,” kata Pande.

Kepala Kantor BI Provinsi Bali Causa Iman Karana memaparkan bahwa kebijakan makroprudensial yang akomodatif melalui LTV dan FTV ditujukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Selain itu, ini juga bisa menjadi stabilitas sistem keuangan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.

Kebijakan diterapkan pada sektor properti yang berlaku mulai 1 Agustus mendatang melalui beberapa aspek.

Beberapa di antaranya pelonggaran rasio LTV untuk kredit properti dan rasio FTV untuk pembiayaan properti,

pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden, serta penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit maupun pembiayaan.

“Kami berharap kebijakan ini mendukung kinerja sektor properti yang saat ini masih memiliki potensi akselerasi

dan dampak pengganda cukup besar terhadap perekonomian nasional pada umumnya dan Bali pada khususnya,” jelas dia.

Dia menambahkan, BI memberikan kewenangan kepada industri perbankan untuk mengatur sendiri jumlah LTV

dari fasilitas kredit pertama sesuai dengan analisis bank terhadap debiturnya dan kebijakan manajemen risiko masing-masing bank.

Dalam menetapkan besaran LTV, pihak bank harus memperhatikan aspek prudensial dalam penerapannya.

Sehingga hanya bank yang memiliki Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah dengan total kredit net kurang dari 5 persen dan NPL KPR gross kurang dari 5 persen yang dapat memanfaatkan kebijakan ini.

“Skema penyaluran kredit perlu ditindaklanjuti dengan mitigasi risiko yang govern oleh industri perbankan sehingga nanti tidak menghambat bisnis ketika gairah sektor properti yang mulai naik,” bebernya.

Ke depan, penerapan kebijakan ini diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan kredit KPR yang mulai menunjukkan tendensi peningkatan.

Pertumbuhan KPR Provinsi Bali pada Mei 2018 tercatat sebesar 6,12 persen (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan I (Maret 2018) yang mengalami kontraksi sebesar -11,51 persen (yoy).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/