RadarBali.com – Buah salak yang menjadi komoditi utama Kabupaten Karangasem terancam jika Gunung Agung erupsi.
Hal ini mengingat sebagian besar tanaman salak yang dikembangkan di Kabupaten Karangasem berada di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB).
Pengembangan tanaman salak tersebar di Kecamatan Bebandem dan Selat serta beberapa wilayah lainnya di Karangasem.
Kepala Bidang Holtikultura Dinas Pertanian Provinsi Bali I Wayan Sunarta mengatakan, salak Karangasem menjadi buah andalan Bali.
Masa panen dari tanaman yang memiliki nama ilmiah Salacca zalacca cukup lama yakni tiga tahun. “Ini akan sangat berpengaruh pada pasokan di pasar. Bahkan, tidak hanya di Bali beberapa wilayah seperti luar Bali pasokan salak akan seret,” bebernya.
Sunarta menjelaskan, produksi salak per tahun mencapai 22 ribu ton. Dengan asumsi harga salak mencapai Rp 2000 per kilogram, maka secara keseluruhan memiliki nilai Rp 44 miliar mencapai 8,3 juta pohon.
Untuk satu pohon bisa menghasilkan salak 4 kilogram. Dia berharap jika terjadi erupsi Gunung Agung, tidak sampai menyebabkan hal fatal.
“Karena yang dikhawatirkan itu adalah hawa panas. Otomatis akan membuat semua tanaman mati. Nah ketika itu komoditi selain salak yang berasal dari Karangasem akan terganggu,” jelas Sunarta.
Apakah akan mendapat asuransi ? Kata dia, hal itu masih akan dikaji. Namun, ketika terjadi kerugian pada petani salak yang berakibat pada gagal panen, dana asuransi masuk ke dalam anggaran bencana.
Langkah yang dipersiapkan yakni dengan memberikan bantuan. Salah satunya dengan menggelar pelatihan atau edukasi untuk menanam kembali.
Jenis salak yang dikembangkan di Karangasem yakni salak endemik setempat, kemudian salak gula pasir. Untuk pemasaran sendiri, selain memenuhi kebutuhan lokal salak ini juga dijual di wilayah Jawa dan Lombok