RadarBali.com – Dorongan DPP Real Estate Indonesia (REI) kepada 35 DPD REI masing-masing daerah untuk mendukung Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan Presiden Jokowi menemui sejumlah kendala.
Menurut Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura, sejumlah kendala itu di antaranya harga tanah di Bali yang cukup tinggi.
Karena itu, proyek rumah bersubsidi hanya bisa diterapkan di tiga kabupaten di Bali. Kendala lain adalah peyamaan persepsi antara stakeholder menyikapi terbitnya PP 64 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Misalnya besaran tanah minimal untuk satu rumah adalah 60 meter persegi. Sementara ada aturan di beberapa kabupaten di Bali menerapkan minimal kavling 2 are.
“Khusus pembangunan rumah bersubsidi memang harus di sederhanakan,” ujar Pande kemarin. Pria asal Beng, Gianyar, ini menjelaskan, perbedaan harga antara aturan dengan realita di masing daerah adalah kendala lain yang ditemukan di lapangan.
Di tahun 2015 harga tanah di Bali selain Denpasar dan Badung mencapai Rp 127 juta per are. Kemudian naik 5 persen di tahun 2016 menjadi Rp 133 juta.
“Dengan harga ini bagi kami masih terlalu rendah, kami berharap harga tanah di Bali bisa mencapai Rp 195 juta,” katanya.
Untuk itu, REI Bali akan berkoordinasi kembali dengan Kementerian (PUPR) untuk membuat rumusan ulang.
Dengan begitu, pihaknya bisa memenuhi target yang ditentukan pusat sebanyak 3.500 backlog rumah subsidi.
“Yang berat Pemda diminta mengikuti PP 64 khusus untuk perumahan bersubsidi. Tapi, kan tidak semudah membalik tangan karena masing-masing pemda memiliki perda. Kalau merubah prosesnya panjang,” pungkasnya