27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:56 AM WIB

Masuk Panen Raya, Petani Cengkeh Desak Revisi Permenkeu Tarif Tembakau

DENPASAR – Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19, ada angin menyejukkan datang menyapa Bali.

Ini menyusul  masa panen cengkeh di Bali diperkirakan terjadi pada Juli atau bulan depan. Musim panen ini akan berlangsung sampai empat bulan ke depan.

Kabar panen cengkeh segera tiba ini menjadi kabar menggembirakan karena di Bali ada 52.413 kepala keluarga (KK) yang bekerja sebagai petani cengkeh.

Dari jumlah itu, sekitar 478.725 orang tenaga kerja terlibat di dalamnya. Di tingkat nasional, jumlah petani cengkeh mencapai 1.059.222 kepala keluarga.

Data tersebut diungkap Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry. Pemerintah pun diminta tanggap membaca kondisi ke depan.

Menurut Sugawa, dengan ongkos petik Rp 5 ribu perkilogram perhari, pendapatan tenaga kerja sekitar Rp 150 ribu/hari.

“Bila kesempatan ini dimanfaatkan, akan ada banyak orang terbantu dari aktivitas perkebunan cengkeh,” ujar Sugawa Korry.

Panen cengkeh di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini diyakini mampu memberikan solusi bagi ketiadaan lapangan pekerjaan sementara ini.

“Banyak yang tidak ngeh (sadar), mungkin termasuk pemerintah,” sentilnya. Kendati demikian, politikus asal Buleleng itu menyebut ada satu problem yang masih dihadapi para petani cengkeh di Bali.

Pemerintah mesti bersedia membantu mengangkat nilai jual hasil panen petani cengkeh. Jangan sampai saat panen raya harga cengkeh malah anjlok. Hal itu tentu saja merugikan petani.

Ia meminta pemerintah membantu petani dengan mengusulkan revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/ PMK.010/2019.

Menurut Sugawa, agar petani terbantu, pemerintah mesti mengembalikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang tarif hasil tembakau.

Dengan harga yang anjlok saat ini di kisaran Rp 60 ribu per kilogram cengkeh kering, para petani harus mengeluarkan ongkos petik dan proses pengeringan sekitar 45 sampai 50 persen dari produksinya.

“Artinya, tenaga kerja yang terbantu, tetapi para petani yang berkorban untuk itu,” ungkapnya.

Sugawa menyarankan agar daya serap tenaga kerja pada sektor perkebunan cengkeh ini mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Bantuan itu bisa dilakukan dengan mengangkat nilai jual hasil panen cengkih. Dengan mengangkat nilai jual hasil panen, maka petani sejahtera dan tenaga kerja terbantu.  

DENPASAR – Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19, ada angin menyejukkan datang menyapa Bali.

Ini menyusul  masa panen cengkeh di Bali diperkirakan terjadi pada Juli atau bulan depan. Musim panen ini akan berlangsung sampai empat bulan ke depan.

Kabar panen cengkeh segera tiba ini menjadi kabar menggembirakan karena di Bali ada 52.413 kepala keluarga (KK) yang bekerja sebagai petani cengkeh.

Dari jumlah itu, sekitar 478.725 orang tenaga kerja terlibat di dalamnya. Di tingkat nasional, jumlah petani cengkeh mencapai 1.059.222 kepala keluarga.

Data tersebut diungkap Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry. Pemerintah pun diminta tanggap membaca kondisi ke depan.

Menurut Sugawa, dengan ongkos petik Rp 5 ribu perkilogram perhari, pendapatan tenaga kerja sekitar Rp 150 ribu/hari.

“Bila kesempatan ini dimanfaatkan, akan ada banyak orang terbantu dari aktivitas perkebunan cengkeh,” ujar Sugawa Korry.

Panen cengkeh di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini diyakini mampu memberikan solusi bagi ketiadaan lapangan pekerjaan sementara ini.

“Banyak yang tidak ngeh (sadar), mungkin termasuk pemerintah,” sentilnya. Kendati demikian, politikus asal Buleleng itu menyebut ada satu problem yang masih dihadapi para petani cengkeh di Bali.

Pemerintah mesti bersedia membantu mengangkat nilai jual hasil panen petani cengkeh. Jangan sampai saat panen raya harga cengkeh malah anjlok. Hal itu tentu saja merugikan petani.

Ia meminta pemerintah membantu petani dengan mengusulkan revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/ PMK.010/2019.

Menurut Sugawa, agar petani terbantu, pemerintah mesti mengembalikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang tarif hasil tembakau.

Dengan harga yang anjlok saat ini di kisaran Rp 60 ribu per kilogram cengkeh kering, para petani harus mengeluarkan ongkos petik dan proses pengeringan sekitar 45 sampai 50 persen dari produksinya.

“Artinya, tenaga kerja yang terbantu, tetapi para petani yang berkorban untuk itu,” ungkapnya.

Sugawa menyarankan agar daya serap tenaga kerja pada sektor perkebunan cengkeh ini mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Bantuan itu bisa dilakukan dengan mengangkat nilai jual hasil panen cengkih. Dengan mengangkat nilai jual hasil panen, maka petani sejahtera dan tenaga kerja terbantu.  

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/