28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:53 AM WIB

Terbentur Cuaca, Petani Sukawati Akhirnya Panen Tembakau Rajangan

RadarBali.com – Petani di empat subak di Sukawati kini sedang tersenyum manis. Mereka sedang panen tembakau rajangan.

Pekaseh Subak Juwuk I Ketut Sudiarsa, 57, menyatakan, empat subak yang panen yakni Subak Juwuk seluas 30 ha; Subak Somi seluas 20 ha; Subak Abasan sekitar 29 ha, dan Subak Laud sekitar 30 ha.

Sudiarsa menjelaskan, musim tanam tembakau dimulai sejak awal Mei lalu. Tak ada istilah gagal panen untuk komoditas tembakau.

Yang jadi masalah hanya hasil produksi yang setiap musim tanam bisa naik turun. “Naik turun tergantung cuaca. Kalau hujan terus menerus, hasil panen bisa anjlok,” ujar Sudiarsa, kemarin (25/8).

Sudiarsa menjelaskan, hasil panen tahun ini tidak cukup bagus. “Sekarang per klongkongan (tempat mengeringkan, red) nilainya Rp 2,5 juta.

Pernah anjlok tiga tahun lalu cuma Rp 800 ribu. Kalau pas bagus, 1 klongkongan bisa sampai Rp 5 juta,” katanya.

Menurutnya, 1 ha lahan bisa menghasilkan sekitar 10 sampai 12 klongkongan atau sekitar 384 kg. Untuk satu klongkongan terdiri dari 16 pengancapan dengan berat sekitar 2 kilogram.

Tembakau hasil panen petani, menurutnya, langsung dibeli para tengkulak yang mendistribusikan ke sejumlah pedagang di pasar-pasar seluruh Bali.

“Kadar nikotin tembakau rajangan ini lebih tinggi dari nikotin rokok. Jadi, lebih banyak digunakan untuk susur (nginang/sisig, red),” bebernya.

Selebihnya banyak dimanfaatkan untuk sarana upacara. Per kilogram di pasaran, tembakau bisa mencapai harga Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu.

Salah satu petani tembakau Made Mura menjelaskan, proses menjadikan tembakau rajangan kering memakan waktu cukup lama. Mulai dari pemetikan, daun tembakau disimpan selama 13 hari.

Setelah matang, daun ditumpuk beberapa lembar kemudian digulung. Nah, setelah berwujud gulungan inilah, tembakau siap di cerca menggunakan mesin.

“Dulu memang masih pakai cara manual tradisional, seiring berjalan waktu kami pakai mesin. Dengan tidak membedakan rasa,” ungkapnya.

Setelah tembakau dicacah, para pekerja akan menatanya di atas alat jemur yang disebut pengancapan.

Tembakau yang siap jemur pun lantas dipajang di tempat yang mendapat sinar matahari cukup. “Dijemur sekitar 6 sampai 8 hari. Tiap pagi sore dibolak-balik,” tukasnya. 

RadarBali.com – Petani di empat subak di Sukawati kini sedang tersenyum manis. Mereka sedang panen tembakau rajangan.

Pekaseh Subak Juwuk I Ketut Sudiarsa, 57, menyatakan, empat subak yang panen yakni Subak Juwuk seluas 30 ha; Subak Somi seluas 20 ha; Subak Abasan sekitar 29 ha, dan Subak Laud sekitar 30 ha.

Sudiarsa menjelaskan, musim tanam tembakau dimulai sejak awal Mei lalu. Tak ada istilah gagal panen untuk komoditas tembakau.

Yang jadi masalah hanya hasil produksi yang setiap musim tanam bisa naik turun. “Naik turun tergantung cuaca. Kalau hujan terus menerus, hasil panen bisa anjlok,” ujar Sudiarsa, kemarin (25/8).

Sudiarsa menjelaskan, hasil panen tahun ini tidak cukup bagus. “Sekarang per klongkongan (tempat mengeringkan, red) nilainya Rp 2,5 juta.

Pernah anjlok tiga tahun lalu cuma Rp 800 ribu. Kalau pas bagus, 1 klongkongan bisa sampai Rp 5 juta,” katanya.

Menurutnya, 1 ha lahan bisa menghasilkan sekitar 10 sampai 12 klongkongan atau sekitar 384 kg. Untuk satu klongkongan terdiri dari 16 pengancapan dengan berat sekitar 2 kilogram.

Tembakau hasil panen petani, menurutnya, langsung dibeli para tengkulak yang mendistribusikan ke sejumlah pedagang di pasar-pasar seluruh Bali.

“Kadar nikotin tembakau rajangan ini lebih tinggi dari nikotin rokok. Jadi, lebih banyak digunakan untuk susur (nginang/sisig, red),” bebernya.

Selebihnya banyak dimanfaatkan untuk sarana upacara. Per kilogram di pasaran, tembakau bisa mencapai harga Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu.

Salah satu petani tembakau Made Mura menjelaskan, proses menjadikan tembakau rajangan kering memakan waktu cukup lama. Mulai dari pemetikan, daun tembakau disimpan selama 13 hari.

Setelah matang, daun ditumpuk beberapa lembar kemudian digulung. Nah, setelah berwujud gulungan inilah, tembakau siap di cerca menggunakan mesin.

“Dulu memang masih pakai cara manual tradisional, seiring berjalan waktu kami pakai mesin. Dengan tidak membedakan rasa,” ungkapnya.

Setelah tembakau dicacah, para pekerja akan menatanya di atas alat jemur yang disebut pengancapan.

Tembakau yang siap jemur pun lantas dipajang di tempat yang mendapat sinar matahari cukup. “Dijemur sekitar 6 sampai 8 hari. Tiap pagi sore dibolak-balik,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/