DENPASAR – Kasus kematian ratusan babi mendadak dan massal akhir-akhir ini belum terpecahkan. Hal itu berdampak pada kerugian para peternak.
Kondisi ini juga memberi pengaruh terhadap menurunnya penjualan daging di pasaran. Hal itu diungkapkan oleh salah seorang pedagang daging di Pasar Badung, Ni Made Sekarini.
Sekariani mengatakan, sejak munculnya isu merebaknya virus African Swine Fever (ASF) pembeli daging menurun.
Meski isu yang beredar virus ini tidak menular kepada tubuh manusia, menurut Sekarini, tetap ada ketakutan dari pembeli yang membuat penjualan daging babi menurun.
“Sepinya penjualan sudah terjadi sejak 3 bulan lalu. Dan, diperparah lagi dengan adanya kejadian banyak babi mati mendadak, membuat penjualan makin sepi,”ungkap Sekarini.
Padahal dari segi kebersihan dan kesehatan hewan, pedagang di Pasar Badung khususnya yang berjualan di dalam gedung selalu memperhatikan hal tersebut.
Sekarini mengatakan, pihaknya mengambil daging dari rumah potong hewan (RPH) yang kesehatan dicek sebelum dipotong serta kebersihannya terjamin.
Sebelumnya, Sekarini mengaku setiap harinya bisa menjual hingga 7 ekor babi setiap harinya. Sementara sejak pembeli sepi, dia hanya menyediakan 2-3 ekor per harinya. Itupun terkadang tidak habis.
Disinggung soal harga, dia mengatakan hingga saat ini belum ada perubahan. Saat ini dijualnya masing Rp 55.000 hingga Rp 60.000 per kilogram.
Hal senada juga diungkapkan oleh pedagang lainnya, Kadek Sukari. Dia mengatakan saat ini harga daging babi yang dijualnya masih tetap sama yaitu Rp 65.000 per kilogram.
Dia juga mengeluhkan pembeli sepi saat ini yang diakibatkan adanya fenomena babi mati mendadak.