29.5 C
Jakarta
25 April 2024, 19:22 PM WIB

Susah Jual Teripang saat Pandemi, Nelayan Sumberkima Stop Produksi

GEROKGAK – Para nelayan di Desa Sumberkima, Gerokgak sejak Desember 2019 telah melakukan budidaya teripang pasir (holothuria scabra).

Bahkan, teripang pasir tersebut juga sudah dilakukan riset penelitian oleh Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol, Kementerian Perikanan dan Kelautan untuk pembenihan dan pengembangan dalam jumlah banyak.

Namun sayangnya budidaya teripang pasir dengan teknologi pemeliharaan kurungan jaring tancap harus terhenti sementara lantaran pandemic Covid-19.

 “Nelayan hari ini susah sekali memasarkan teripang pasir hasil dari budidaya,” tutur Ketua Nelayan Kelompok Usaha bersama (KUB) Segara Indah Sumberkima Gerokgak Khairus Saleh.

Menurutnya, merebaknya virus corona ini menyebabkan tak ada lagi pembeli teripang pasir laut. Padahal jika dihitung sejak budidaya dilakukan, teripang pasir baru bisa dipanen selama 4 bulan.

Nelayan sendiri sudah bisa dua kali panen teripang pasir.  “Kami beberapa kali menghubungi pihak restaurant makanan, hotel dan villa yang biasanya menggunakan teripang pasir

sebagai menu andalan sajian makanan. Tapi Mereka katanya belum bisa membeli, karena sepi wisatawan,” ungkap pria berusia 49 tahun ini.

Biasanya pemasaran teripang pasir untuk kebutuhan pasar pariwisata Bali. Permintaan teripang pasir dari sejumlah hotel dan restaurant yang berada di Ubud, Gianyar dan Kuta, Badung.

Dengan harga untuk per satu ekor teripang pasir dengan berat 20 ons sebesar Rp 20 ribu rupiah.

“Untuk pasar ekspor belum bisa kami lakukan. Karena permintaannya dalam jumlah besar. Dan setiap kali panen kami hanya mampu menghasilkan produksi 40 kilogram,” ujarnya. 

Diakui pria yang akrab disapa Saleh, sulit pemasaran teripang pasir pada tahun ini membuat dirinya dan sejumlah nelayan memilih menghentikan sementara budidaya teripang pasir.

“Ketimbang kami habis biaya operasional pembuat kurungan jaring tancap. Kami stop dulu, menunggu kondisi pariwisata normal kembali.

Setelah itu baru melanjutkan budidaya. Namun untuk indukan teripang pasir masih tetap kami pertahankan,” pungkasnya. 

GEROKGAK – Para nelayan di Desa Sumberkima, Gerokgak sejak Desember 2019 telah melakukan budidaya teripang pasir (holothuria scabra).

Bahkan, teripang pasir tersebut juga sudah dilakukan riset penelitian oleh Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol, Kementerian Perikanan dan Kelautan untuk pembenihan dan pengembangan dalam jumlah banyak.

Namun sayangnya budidaya teripang pasir dengan teknologi pemeliharaan kurungan jaring tancap harus terhenti sementara lantaran pandemic Covid-19.

 “Nelayan hari ini susah sekali memasarkan teripang pasir hasil dari budidaya,” tutur Ketua Nelayan Kelompok Usaha bersama (KUB) Segara Indah Sumberkima Gerokgak Khairus Saleh.

Menurutnya, merebaknya virus corona ini menyebabkan tak ada lagi pembeli teripang pasir laut. Padahal jika dihitung sejak budidaya dilakukan, teripang pasir baru bisa dipanen selama 4 bulan.

Nelayan sendiri sudah bisa dua kali panen teripang pasir.  “Kami beberapa kali menghubungi pihak restaurant makanan, hotel dan villa yang biasanya menggunakan teripang pasir

sebagai menu andalan sajian makanan. Tapi Mereka katanya belum bisa membeli, karena sepi wisatawan,” ungkap pria berusia 49 tahun ini.

Biasanya pemasaran teripang pasir untuk kebutuhan pasar pariwisata Bali. Permintaan teripang pasir dari sejumlah hotel dan restaurant yang berada di Ubud, Gianyar dan Kuta, Badung.

Dengan harga untuk per satu ekor teripang pasir dengan berat 20 ons sebesar Rp 20 ribu rupiah.

“Untuk pasar ekspor belum bisa kami lakukan. Karena permintaannya dalam jumlah besar. Dan setiap kali panen kami hanya mampu menghasilkan produksi 40 kilogram,” ujarnya. 

Diakui pria yang akrab disapa Saleh, sulit pemasaran teripang pasir pada tahun ini membuat dirinya dan sejumlah nelayan memilih menghentikan sementara budidaya teripang pasir.

“Ketimbang kami habis biaya operasional pembuat kurungan jaring tancap. Kami stop dulu, menunggu kondisi pariwisata normal kembali.

Setelah itu baru melanjutkan budidaya. Namun untuk indukan teripang pasir masih tetap kami pertahankan,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/