28.3 C
Jakarta
11 Desember 2024, 9:42 AM WIB

Optimalkan Pungut Pajak, Buleleng Gandeng Kementerian Keuangan

SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng dan Kementerian Keuangan menandatangani kesepakatan bersama dalam hal pemungutan pajak.

Kesepakatan itu ditandatangani agar tak ada tumpang tindih dalam pemungutan pajak. Terlebih saat ini sudah ada pembagian kewenangan pungutan pajak antara pusat dengan daerah.

Penandatanganan kesepakatan bersama itu dilakukan di Ruang Rapat Kantor Bupati Buleleng.

Kesepakatan bersama itu ditandatangani oleh Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti, bersama 78 kepala daerah.

Salah satunya adalah Kabupaten Buleleng. Penandatangan itu dilakukan secara daring. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD)

Buleleng Gede Sugiartah Widiada mengatakan, kesepakatan itu ditandatangani untuk mengoptimalkan proses pemungutan pajak.

Mengingat di sebuah objek pajak, ada beberapa potensi pajak yang dapat dipungut. Sugiartha mencontohkan dalam sebuah objek pajak berupa hotel, ada beberapa potensi pajak yang dipungut.

Di antaranya Pajak Hotel dan Restoran (PHR), Pajak Hiburan, serta Pajak Penghasilan (PPh). PHR dan Pajak Hiburan saat ini sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah, sementara PPh menjadi kewenangan pemerintah pusat.

“Misalnya kita memungut pajak ke hotel. Di sana kan ada beberapa potensi. PHR-nya kami di daerah yang memungut,

PPh nanti dipungut oleh Kantor Pajak Pratama (KPP) Singaraja. Jadi antara daerah dan pusat, saling memantapkan sinergi lagi,” kata Sugiartha.

Contoh lainnya ialah dalam tata kelola pungutan jual-beli tanah. Dalam proses jual beli, ada dua sektor pajak yang harus dibayar.

Yakni PPh dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PPh menjadi kewenangan pusat sementara BPHTB menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Dalam transaksi jual beli, PPh sebesar 2,5 persen akan dikenakan pada penjual tanah, sementara BPHTB sebesar 5 persen dikenakan pada pembeli tanah.

Di sisi lain, Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, kerjasama itu sangat penting untuk menyamakan persepsi dalam pemungutan pajak.

Dengan optimalisasi dan sinkronisasi antara pusat dan daerah, maka pungutan bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

“Kinerja pajak yang baik itu kan ada penagihan dan pungutan yang efektif. Karena ini akan berpengaruh juga pada pendapatan daerah.

Meskipun PPh itu dipungut pemerintah pusat, nanti juga akan kembali ke daerah dalam bentuk DBH (Dana Bagi Hasil) Pajak,” kata Suyasa.

Sekadar diketahui, pada tahun 2020 ini Pemkab Buleleng memasang target penerimaan pajak daerah sebesar Rp 88,4 miliar.

Hingga Selasa (25/8), realisasi pungutan pajak daerah telah mencapai angka Rp 66,46 miliar atau sekitar 75,16 persen dari target. 

SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng dan Kementerian Keuangan menandatangani kesepakatan bersama dalam hal pemungutan pajak.

Kesepakatan itu ditandatangani agar tak ada tumpang tindih dalam pemungutan pajak. Terlebih saat ini sudah ada pembagian kewenangan pungutan pajak antara pusat dengan daerah.

Penandatanganan kesepakatan bersama itu dilakukan di Ruang Rapat Kantor Bupati Buleleng.

Kesepakatan bersama itu ditandatangani oleh Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti, bersama 78 kepala daerah.

Salah satunya adalah Kabupaten Buleleng. Penandatangan itu dilakukan secara daring. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD)

Buleleng Gede Sugiartah Widiada mengatakan, kesepakatan itu ditandatangani untuk mengoptimalkan proses pemungutan pajak.

Mengingat di sebuah objek pajak, ada beberapa potensi pajak yang dapat dipungut. Sugiartha mencontohkan dalam sebuah objek pajak berupa hotel, ada beberapa potensi pajak yang dipungut.

Di antaranya Pajak Hotel dan Restoran (PHR), Pajak Hiburan, serta Pajak Penghasilan (PPh). PHR dan Pajak Hiburan saat ini sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah, sementara PPh menjadi kewenangan pemerintah pusat.

“Misalnya kita memungut pajak ke hotel. Di sana kan ada beberapa potensi. PHR-nya kami di daerah yang memungut,

PPh nanti dipungut oleh Kantor Pajak Pratama (KPP) Singaraja. Jadi antara daerah dan pusat, saling memantapkan sinergi lagi,” kata Sugiartha.

Contoh lainnya ialah dalam tata kelola pungutan jual-beli tanah. Dalam proses jual beli, ada dua sektor pajak yang harus dibayar.

Yakni PPh dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PPh menjadi kewenangan pusat sementara BPHTB menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Dalam transaksi jual beli, PPh sebesar 2,5 persen akan dikenakan pada penjual tanah, sementara BPHTB sebesar 5 persen dikenakan pada pembeli tanah.

Di sisi lain, Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, kerjasama itu sangat penting untuk menyamakan persepsi dalam pemungutan pajak.

Dengan optimalisasi dan sinkronisasi antara pusat dan daerah, maka pungutan bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

“Kinerja pajak yang baik itu kan ada penagihan dan pungutan yang efektif. Karena ini akan berpengaruh juga pada pendapatan daerah.

Meskipun PPh itu dipungut pemerintah pusat, nanti juga akan kembali ke daerah dalam bentuk DBH (Dana Bagi Hasil) Pajak,” kata Suyasa.

Sekadar diketahui, pada tahun 2020 ini Pemkab Buleleng memasang target penerimaan pajak daerah sebesar Rp 88,4 miliar.

Hingga Selasa (25/8), realisasi pungutan pajak daerah telah mencapai angka Rp 66,46 miliar atau sekitar 75,16 persen dari target. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/