DENPASAR – Pesraman Hare Khrisna Bhakti Yoga Sri Sri Radharaservara, yang berlokasi di Jalan Tanah Putih, gang Tanah Ayu
Desa Blumbungan Sibang Gede-Abiansemal diduga melakukan pelanggaran Perda Bali Nomor 10 Tahun 2017 tentang pengelolaan sapi Bali.
Di mana pesraman tersebut memelihara sapi perah atau sapi susu yang dikandangkan di bagian belakang pesraman.
Padahal, berdasar pasal 24 Perda No 10 Tahun 2017, setiap orang, badan usaha atau lembaga dilarang memasukkan ternak, benih atau bahan produksi.
Penelusuran Jawa Pos Radar Bali, sapi perah yang dipelihara sejak dua tahun lalu untuk diperah susunya itu ada 16 ekor.
Hasil susu dari sapi jenis spesies bos taurus ini sebagian dikonsumsi untuk para murid-murid di Pesraman dan sebagian dijual.
“Ada 16 ekor sama yang kecil-kecil. Susunya dikonsumsi sendiri, sisanya dijual,” ujar salah seorang penghuni Pesraman.
Selain, sapi ada juga beberapa bintang lain yang dikandangkan. Salah satunya merak.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra membenarkan keberadaan sapi perah yang terdapat di areal Pesraman Hare Krisna.
Kata dia, pihaknya dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika beberapa waktu yang lalu telah melakukan pertemuan dengan pihak Pesraman.
“Sudah dilakukan pertemuan. Itu sapi perah yang dulu dibuat usaha produksi susu di Bangli. Karena usaha susu di Bangli tidak menguntungkan, akhirnya tutup,” ujar Sumantra kemarin.
Dari hasil pertemuan tersebut, pemeliharaan sapi perah diperbolehkan, dengan catatan semua aktivitas terkait pengelolaan sapi perah tersebut di bawah pengawasan Dinas Peternakan.
Namun, Sumantra menampik bahwa konsumsi susu dari hasil sapi perah tersebut sebagian untuk diperjualbelikan.
Dia kukuh bahwa konsumsi susu yang dihasilkan hanya untuk kebutuhan penghuni Pesraman. “Hanya untuk konsumsi internal Pesraman saja,” tuturnya.
Soal klaim penghuni Pesraman bahwa susunya dijual, dia kembali menampik. “Itu kan kata penjaganya. Tapi, kata kepala Pesramannya itu hanya untuk konsumsi disana saja (Pesraman),” imbuhnya.
Bentuk pengawasan yang dilakukan, apabila sapi tersebut dikawinkan harus ada laporan kepada Dinas peternakan.
“Jangan sampai melakukan perkawinan mendatangkan sapi dari Jawa tanpa sepengetahuan kita,” kata Sumantra.
Kenapa? “Kami takut nanti ada penyebaran penyakit mastitis atau suatu peradangan akibat mikroplasma. Karena ketika ini dikonsumsi susunya akan mengakibatkan keguguran,” terangnya.
Diakui Bali meski merupakan daerah kecil namun sangat seksi dan menjadi perhatian publik.
Dia mencontohkan salah satu kasus flu burung yang beberapa waktu lalu ditemukan di wilayah Klungkung membuat Bali jadi pusat perhatian.
“Nah, saya tidak mau seperti itu. Kalau virus atau penyakit-penyakit pada sapi masuk, hancur lah Bali. Makanya kami awasi dan jaga,” ucap Sumantra.