28.2 C
Jakarta
21 November 2024, 20:00 PM WIB

Waspada! Gagal Ginjal Akut Misterius, RS Prof. Ngoerah Terima  17 Kasus dan 11 Orang Meninggal

DENPASAR –  Kasus gagal  ginjal akut (Acute Kidney Injury)  misterius juga menyerang anak-anak di Bali.  Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Bali mencatat ada 17 orang terkena gangguan ginjal  misterius  dan 11 orang yang meninggal  yang  dirawat di RS Prof Ngoerah. Rata-rata yang terkena gagal ginjal misterius   didominasi balita. Dokter belum mengetahui penyebabnya  sampai saat ini.

Ketua IDAI Bali, dr IGN Sanjaya Putra didampingi Divisi Nefrologi RS Prof Ngoerah  dr  Bagus Ngurah Maha Krisna  saat diwawancarai kemarin (14/10) mengatakan menerima kasus gagal ginjal misterius ini pada awal Agustus dan jumlah pasien meningkat  pada bulan September. Satu minggu bisa menerima tiga pasien. Hal itu tentu menjadi perhatian serius dan sudah termasuk kejadian luar biasa.

Dari 11 orang yang meninggal kondisinya sudah gagal ginjal akut karena   Kondisi laju filtrasi glomerulus (LFG  ) dibawah 15 ml  jauh dari  normalnya yaitu  90ml/menit/ 1,73m2.   Sanjaya mengatakan bahwa gagal ginjal misterius ini harus diwaspadai karena  menyerang anak-anak yang sehat.  Gejalanya juga tidak seperti gagal ginjal pada umumnya. Bahkan, mereka yang terkena tidak ada penyakit bawaan.  “Angka kematian juga  cukup tinggi maka kita perlu waspada mendeteksi sedini mungkin. Kalau ada gejala infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan tidak kencing.  Harus segera karena berdampak berat  kalau sampai terminal atau gagal ginjal akut akan meninggal,” ucapnya.

Dijelaskan kondisi pasien saat dibawa ke  rumah sakit mengeluh diare, ada gangguan pencernaan  napas,   jarang kencing dan tidak kencing sama sekali.  Dari 17 pasien itu, diantaranya   berusia satu tahun, sekitar atau empat orang berusia diatas 6 tahun dan satu orang serusia 17 tahun.

Ada asumsi yang terkena  gagal ginjal misterius ini sebelumnya positif Covid-19 karena hasil dari screening sebagian besar antibodi  positif Covid-19. Sanjaya mengatakan dari 11 yang meninggal 10 orang ditemukan antibodi positif Covid-19  atau yang disebut  Mis- C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) “Tapi ingat bukan itu sebagai penyebab  karena ada satu  negatif Mis-C.  Mis-C itu yang seperti disebutkan mungkin sebelumnya si anak ini pernah tertular Covid-19 karena pada anak dibawah 6 tahun tidak mendapatkan vaksin dan tes antibodi si anak  ini positif  itu menandakan terbentuk antibodi alamiah bukan karena vaksin. Menandakan apa si anak ini pernah menderita Covid-19 yang tidak diketahui orang tuanya karena   OTG. Tapi ingat bukan penyebab tapi terkait,” paparnya.

Untuk penanganan lanjut dilakukan cuci darah membantu  mengembalikan fungsi  ginjal. Hanya dua yang tidak dilakukan cuci darah karena dianggap tidak perlu.   Pasien yang sudah pulang ada lima orang. Saat ini, satu orang yang masih  dirawat di RS Prof IGNG Ngoerah dibawa ke  rumah sakit  Senin lalu. Kondisinya produksi kencingnya sudah baik dan dokter terus melakukan evaluasi. ” Pasien yang masih dirawat ini kami  terus evaluasi dan setelah terapi fungsi ginjalnya sudah membaik,” ujarnya.

Sanjaya berharap kasus ini menjadikan masyarakat lebih waspada  dan juga memperhatikan kesehatan anak-anak. Anak-anak yang meninggal dunia dikarenakan tidak ada informasi sehingga orang tuanya tidak sadar.  Gejala yang dialami dianggap sakit biasa.   Ketika  mereka merujuk ke RS dan  diperiksa  ginjalnya hasilnya sudah  tidak berfungsi baik. Bahkan terminal atau fatal.

“Mereka rata-rata anak sehat, dehidrasi tidak ada. Tiba-tiba tidak kencing. Awalnya dianggap baik-baik saja. Awalnya tidak ngeh tidak bisa mendeteksi karena tidak tahu jadi tidak aware.  Mudah-mudahan kedepan  lebih aware,”  ucapnya.

Setelah kasus ini merebak dan misterius, IDAI  sudah pernah mengadakan seminar daring tentang kasus ini. Seminar ini menyasar  dokter atau tenaga kesehatan di  pelayanan tingkat pertama seperti di puskesmas supaya mereka lebih sadar. Selain itu,  terutama orang tua  yang memiliki anak lebih memperhatikan kesehatan anak khususnya frekuensi buang air kecil.

“Harus dievaluasi terus kencingnya.  Hati-hati jika warna urine lebih pekat dan produksinya  nurinenya sedikit.  Kalau dulu tidak apa-apa  karena tidak ada kasus ini. Dengan ada kasus  ini tolong segera dirujuk  yang memungkinkan penanganan segera. Kalau ini dibiarkan  datang-datang sudah terminal LFG dibawah 15 susah dah ceritanya,” jelas Sanjaya.

RS Prof Ngoerah sudah membentuk tim untuk penanganan kasus ini. Darah setiap pasiennya juga sudah diambil dan disimpan dalam koper. Penyimpanan darah ini untuk persiapan jika Kementerian Kesehatan  meminta sampel darah. ” Dari pusat kami masih menunggu arahan. Mudah-mudahan dalam waktu cepat kita bisa periksa seperti kasus  hepatitis akut sebelumnya ” jawab Sanjaya. (feb

DENPASAR –  Kasus gagal  ginjal akut (Acute Kidney Injury)  misterius juga menyerang anak-anak di Bali.  Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Bali mencatat ada 17 orang terkena gangguan ginjal  misterius  dan 11 orang yang meninggal  yang  dirawat di RS Prof Ngoerah. Rata-rata yang terkena gagal ginjal misterius   didominasi balita. Dokter belum mengetahui penyebabnya  sampai saat ini.

Ketua IDAI Bali, dr IGN Sanjaya Putra didampingi Divisi Nefrologi RS Prof Ngoerah  dr  Bagus Ngurah Maha Krisna  saat diwawancarai kemarin (14/10) mengatakan menerima kasus gagal ginjal misterius ini pada awal Agustus dan jumlah pasien meningkat  pada bulan September. Satu minggu bisa menerima tiga pasien. Hal itu tentu menjadi perhatian serius dan sudah termasuk kejadian luar biasa.

Dari 11 orang yang meninggal kondisinya sudah gagal ginjal akut karena   Kondisi laju filtrasi glomerulus (LFG  ) dibawah 15 ml  jauh dari  normalnya yaitu  90ml/menit/ 1,73m2.   Sanjaya mengatakan bahwa gagal ginjal misterius ini harus diwaspadai karena  menyerang anak-anak yang sehat.  Gejalanya juga tidak seperti gagal ginjal pada umumnya. Bahkan, mereka yang terkena tidak ada penyakit bawaan.  “Angka kematian juga  cukup tinggi maka kita perlu waspada mendeteksi sedini mungkin. Kalau ada gejala infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan tidak kencing.  Harus segera karena berdampak berat  kalau sampai terminal atau gagal ginjal akut akan meninggal,” ucapnya.

Dijelaskan kondisi pasien saat dibawa ke  rumah sakit mengeluh diare, ada gangguan pencernaan  napas,   jarang kencing dan tidak kencing sama sekali.  Dari 17 pasien itu, diantaranya   berusia satu tahun, sekitar atau empat orang berusia diatas 6 tahun dan satu orang serusia 17 tahun.

Ada asumsi yang terkena  gagal ginjal misterius ini sebelumnya positif Covid-19 karena hasil dari screening sebagian besar antibodi  positif Covid-19. Sanjaya mengatakan dari 11 yang meninggal 10 orang ditemukan antibodi positif Covid-19  atau yang disebut  Mis- C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) “Tapi ingat bukan itu sebagai penyebab  karena ada satu  negatif Mis-C.  Mis-C itu yang seperti disebutkan mungkin sebelumnya si anak ini pernah tertular Covid-19 karena pada anak dibawah 6 tahun tidak mendapatkan vaksin dan tes antibodi si anak  ini positif  itu menandakan terbentuk antibodi alamiah bukan karena vaksin. Menandakan apa si anak ini pernah menderita Covid-19 yang tidak diketahui orang tuanya karena   OTG. Tapi ingat bukan penyebab tapi terkait,” paparnya.

Untuk penanganan lanjut dilakukan cuci darah membantu  mengembalikan fungsi  ginjal. Hanya dua yang tidak dilakukan cuci darah karena dianggap tidak perlu.   Pasien yang sudah pulang ada lima orang. Saat ini, satu orang yang masih  dirawat di RS Prof IGNG Ngoerah dibawa ke  rumah sakit  Senin lalu. Kondisinya produksi kencingnya sudah baik dan dokter terus melakukan evaluasi. ” Pasien yang masih dirawat ini kami  terus evaluasi dan setelah terapi fungsi ginjalnya sudah membaik,” ujarnya.

Sanjaya berharap kasus ini menjadikan masyarakat lebih waspada  dan juga memperhatikan kesehatan anak-anak. Anak-anak yang meninggal dunia dikarenakan tidak ada informasi sehingga orang tuanya tidak sadar.  Gejala yang dialami dianggap sakit biasa.   Ketika  mereka merujuk ke RS dan  diperiksa  ginjalnya hasilnya sudah  tidak berfungsi baik. Bahkan terminal atau fatal.

“Mereka rata-rata anak sehat, dehidrasi tidak ada. Tiba-tiba tidak kencing. Awalnya dianggap baik-baik saja. Awalnya tidak ngeh tidak bisa mendeteksi karena tidak tahu jadi tidak aware.  Mudah-mudahan kedepan  lebih aware,”  ucapnya.

Setelah kasus ini merebak dan misterius, IDAI  sudah pernah mengadakan seminar daring tentang kasus ini. Seminar ini menyasar  dokter atau tenaga kesehatan di  pelayanan tingkat pertama seperti di puskesmas supaya mereka lebih sadar. Selain itu,  terutama orang tua  yang memiliki anak lebih memperhatikan kesehatan anak khususnya frekuensi buang air kecil.

“Harus dievaluasi terus kencingnya.  Hati-hati jika warna urine lebih pekat dan produksinya  nurinenya sedikit.  Kalau dulu tidak apa-apa  karena tidak ada kasus ini. Dengan ada kasus  ini tolong segera dirujuk  yang memungkinkan penanganan segera. Kalau ini dibiarkan  datang-datang sudah terminal LFG dibawah 15 susah dah ceritanya,” jelas Sanjaya.

RS Prof Ngoerah sudah membentuk tim untuk penanganan kasus ini. Darah setiap pasiennya juga sudah diambil dan disimpan dalam koper. Penyimpanan darah ini untuk persiapan jika Kementerian Kesehatan  meminta sampel darah. ” Dari pusat kami masih menunggu arahan. Mudah-mudahan dalam waktu cepat kita bisa periksa seperti kasus  hepatitis akut sebelumnya ” jawab Sanjaya. (feb

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/