Warning: Undefined variable $reporternya in /var/www/devwpradar/wp-content/themes/Newspaper/functions.php on line 229
28 C
Jakarta
22 Juli 2024, 0:12 AM WIB

Waspada! Kasus Gagal Ginjal Akut di Bali Terus Bertambah

DENPASAR – Kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak di Bali terus bertambah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Bali, ada penambahan 1 kasus baru yang menyerang anak umur 9 tahun.

Selain itu juga ada penambahan satu  orang yang meninggal dunia. Jadi total kasus terjadi di Bali sebanyak 18 orang dengan rincian 12 meninggal dunia, 5 kasus sembuh dan 1 orang masih dirawat di RS Prof Ngoerah.

Kadiskes Bali, Dr. dr Nyoman Gede Anom, dalam keterangannya menuturkan bahwa untuk perkembangan kasus gagal ginjal akut di Bali per tiga hari lalu telah terjadi penambahan satu kasus anak perempuan umur 9 tahun dan itu sudah dilaporkan ke Kemenkes.

Sekarang pasien tersebut masih menjalani perawatan di RS Prof Ngoerah. “Total ada 18 kasus. Namun dalam perkembangannya ada laporan bertambah 1 pasien meninggal dunia.  Jadi 12 orang meninggal dunia, 1 orang dirawat dan 5 orang sembuh. Asal pasien itu ada 2 orang dari NTB dan 16 orang dari Bali,” jelas dr Anom saat bertatap muka dengan awak media di Kantor Diskes Bali, Sabtu (29/10).

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, dr. I Gusti Ngurah Sanjaya Putra membenarkan bahwa ada penambahan satu orang pasien masih dirawat di RS Prof Ngoerah umurnya 9 tahun.

Ia juga ikut dalam tim merawat pasien tersebut. Namun  yang disebut gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak harus karena intoksikasi (paparan racun).

Namun  yang disebut gangguan ginjal akut progresif atipikal artinya dia terjadi gangguan ginjal yang akut yang progresif, yang cepat yang bukan atipikal.

Gangguan ginjal akut atipikal itu ada tiga gangguan ginjal terganggu sebelum darah masuk ke ginjal. Makanya disebut progresifitas artifisial. “Kalau tidak khas dengan atipikal  itu kita sebut atipikal tapi penyebabnya sangat banyak, bukan intoksikasi saja, justru kasus yang sebelumnya kita tidak berpikir intoksikasi. Pada pasien yang sedang dirawat ini mengarah ke atipikal yang tidak khas tapi tidak intoksikasi,” terangnya.

Lebih lanjut, kasus yang terakhir ini yang namanya gangguan ginjal itu problemnya di masalah produksi kencing yang berkurang, itu hamper sama dengan gangguan ginjal pada umumnya. Namun untuk penyebab masih ditelusuri. “Waktu baru masuk pasien kejang dan banyak sekali penyebabnya. Selain itu baru masuk fungsi ginjalnya (LFG) 15 persen dan terakhir sudah 55 persen LFGnya,” bebernya.

Kemudian untuk alat cuci darah di RS Prof Ngoreah ia mengakui tidak tau pasti jumlahnya karena ada bidang lain yang menangani. Namun untuk cuci darah pada anak itu hanya bisa dilakukan di RS Prof. Ngoerah (RS Sanglah) saja.

Bahkan terakhir pasien cuci darah itu ada anak umur 7 bulan sudah bisa ditangani. “Untuk cuci darah anak itu baru hanya bisa dilakukan di RS Prof. Ngoerah saja untuk di Bali,” terangnya.

Kepala BPOM Denpasar, I Made Bagus Gerametta mengakui bahwa sesuai dengan hasil penelusuran registrasi BPOM telah dinyatakan ada 133 obat yang tidak mengandung  empat zat pelarut tambahan yang meliputi propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Obat tersebut bisa digunakan asalkan sesuai dengan resep dokter atau fasilitas kesehatan. Selain itu, yang terbaru dari hasil dari penelusuran melalui registrasi ada tambahan lagi 65 obat sirup yang tidak menggunakan empat zat pelarut tambahan tersebut. “Untuk penggunaan 65 tambahan itu  masih Surat Edaran dari Kemenkes,” bebernya.

Imbuh Kadiskes Bali, Dr. dr. Anom bahwa  menindaklanjuti dari BPOM  dan SE Kemenkes, maka 133 obat bentuk cair atau sirup tidak mengandung empat bahan yang selama ini dicurigai penyebab gangguan ginjal akut.

Namun untuk tambahan lagi 65 itu masih menunggu SE Kemenkes. “SE Kemenkes bahwa 133 obat dalam bentuk cair boleh diresepkan dan dijual di apotik. Untuk tambahan lagi 65 masih menunggu SE Kemenkes,” bebernya.

Pada intinya Diskes Bali menindaklanjuti apa yang menjadi imbauan dari Kemenkes. Yakni terkait dengan fasilitas pelayanan kesehatan.  Mulai dari adanya penelitian terbaru dari BPOM, sehingga dari Kemenkes menindaklanjuti dengan SE  bahwa di fasilitas kesehatan mulai dapat kembali meresepkan obat dalam bentuk cair atau sirup, berdasarkan dari pengumuman dari BPOM RI.

Begitu juga apotek dan toko obat dapat  menjual bebas atau bebas terbatas menjual kepada masyarakat obat-obat yang dianggap aman oleh BPOM. Kemudian untuk masyarakat terutama orang tua punya balita atau punya anak umur di bawah 18 tahun tetap memperhatikan kalau anaknya ada gejala batuk, pilek, demam, muntah dan diare yang disertai oleh menurunnya frekuensi dan jumlah air kencing itu segera bawa ke fasilitas kesehatan.

“Jangan  dulu membeli obat sendiri atau sembarangan kalau anaknya sakit.  Kalau tanpa atau dengan gejala tersebut  tapi disertai dengan penurunan frekuensi kencing anak bisa diajak ke fasilitas kesehatan terdekat. Minumlah obat  yang diberikan oleh fasilitas kesehatan. Jadi seperti biasa pola hidup bersih dan sehat, gizi tetap diberikan kepada anak-anak,” jelasnya.

Imbuhnya, informasi  terakhir sudah ada bantuan obat untuk gagal ginjal dari beberapa negara. Terlebih sekarang Bali sudah ada laporan kasus tersebut dan bantuan obat juga sudah pasti ada. “ Untuk kebutuhan obat sekarang tergantung keperluan rumah sakitnya,” pungkasnya.  (made dwija putra/radar bali)

 

 

 

 

DENPASAR – Kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak di Bali terus bertambah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Bali, ada penambahan 1 kasus baru yang menyerang anak umur 9 tahun.

Selain itu juga ada penambahan satu  orang yang meninggal dunia. Jadi total kasus terjadi di Bali sebanyak 18 orang dengan rincian 12 meninggal dunia, 5 kasus sembuh dan 1 orang masih dirawat di RS Prof Ngoerah.

Kadiskes Bali, Dr. dr Nyoman Gede Anom, dalam keterangannya menuturkan bahwa untuk perkembangan kasus gagal ginjal akut di Bali per tiga hari lalu telah terjadi penambahan satu kasus anak perempuan umur 9 tahun dan itu sudah dilaporkan ke Kemenkes.

Sekarang pasien tersebut masih menjalani perawatan di RS Prof Ngoerah. “Total ada 18 kasus. Namun dalam perkembangannya ada laporan bertambah 1 pasien meninggal dunia.  Jadi 12 orang meninggal dunia, 1 orang dirawat dan 5 orang sembuh. Asal pasien itu ada 2 orang dari NTB dan 16 orang dari Bali,” jelas dr Anom saat bertatap muka dengan awak media di Kantor Diskes Bali, Sabtu (29/10).

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, dr. I Gusti Ngurah Sanjaya Putra membenarkan bahwa ada penambahan satu orang pasien masih dirawat di RS Prof Ngoerah umurnya 9 tahun.

Ia juga ikut dalam tim merawat pasien tersebut. Namun  yang disebut gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak harus karena intoksikasi (paparan racun).

Namun  yang disebut gangguan ginjal akut progresif atipikal artinya dia terjadi gangguan ginjal yang akut yang progresif, yang cepat yang bukan atipikal.

Gangguan ginjal akut atipikal itu ada tiga gangguan ginjal terganggu sebelum darah masuk ke ginjal. Makanya disebut progresifitas artifisial. “Kalau tidak khas dengan atipikal  itu kita sebut atipikal tapi penyebabnya sangat banyak, bukan intoksikasi saja, justru kasus yang sebelumnya kita tidak berpikir intoksikasi. Pada pasien yang sedang dirawat ini mengarah ke atipikal yang tidak khas tapi tidak intoksikasi,” terangnya.

Lebih lanjut, kasus yang terakhir ini yang namanya gangguan ginjal itu problemnya di masalah produksi kencing yang berkurang, itu hamper sama dengan gangguan ginjal pada umumnya. Namun untuk penyebab masih ditelusuri. “Waktu baru masuk pasien kejang dan banyak sekali penyebabnya. Selain itu baru masuk fungsi ginjalnya (LFG) 15 persen dan terakhir sudah 55 persen LFGnya,” bebernya.

Kemudian untuk alat cuci darah di RS Prof Ngoreah ia mengakui tidak tau pasti jumlahnya karena ada bidang lain yang menangani. Namun untuk cuci darah pada anak itu hanya bisa dilakukan di RS Prof. Ngoerah (RS Sanglah) saja.

Bahkan terakhir pasien cuci darah itu ada anak umur 7 bulan sudah bisa ditangani. “Untuk cuci darah anak itu baru hanya bisa dilakukan di RS Prof. Ngoerah saja untuk di Bali,” terangnya.

Kepala BPOM Denpasar, I Made Bagus Gerametta mengakui bahwa sesuai dengan hasil penelusuran registrasi BPOM telah dinyatakan ada 133 obat yang tidak mengandung  empat zat pelarut tambahan yang meliputi propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Obat tersebut bisa digunakan asalkan sesuai dengan resep dokter atau fasilitas kesehatan. Selain itu, yang terbaru dari hasil dari penelusuran melalui registrasi ada tambahan lagi 65 obat sirup yang tidak menggunakan empat zat pelarut tambahan tersebut. “Untuk penggunaan 65 tambahan itu  masih Surat Edaran dari Kemenkes,” bebernya.

Imbuh Kadiskes Bali, Dr. dr. Anom bahwa  menindaklanjuti dari BPOM  dan SE Kemenkes, maka 133 obat bentuk cair atau sirup tidak mengandung empat bahan yang selama ini dicurigai penyebab gangguan ginjal akut.

Namun untuk tambahan lagi 65 itu masih menunggu SE Kemenkes. “SE Kemenkes bahwa 133 obat dalam bentuk cair boleh diresepkan dan dijual di apotik. Untuk tambahan lagi 65 masih menunggu SE Kemenkes,” bebernya.

Pada intinya Diskes Bali menindaklanjuti apa yang menjadi imbauan dari Kemenkes. Yakni terkait dengan fasilitas pelayanan kesehatan.  Mulai dari adanya penelitian terbaru dari BPOM, sehingga dari Kemenkes menindaklanjuti dengan SE  bahwa di fasilitas kesehatan mulai dapat kembali meresepkan obat dalam bentuk cair atau sirup, berdasarkan dari pengumuman dari BPOM RI.

Begitu juga apotek dan toko obat dapat  menjual bebas atau bebas terbatas menjual kepada masyarakat obat-obat yang dianggap aman oleh BPOM. Kemudian untuk masyarakat terutama orang tua punya balita atau punya anak umur di bawah 18 tahun tetap memperhatikan kalau anaknya ada gejala batuk, pilek, demam, muntah dan diare yang disertai oleh menurunnya frekuensi dan jumlah air kencing itu segera bawa ke fasilitas kesehatan.

“Jangan  dulu membeli obat sendiri atau sembarangan kalau anaknya sakit.  Kalau tanpa atau dengan gejala tersebut  tapi disertai dengan penurunan frekuensi kencing anak bisa diajak ke fasilitas kesehatan terdekat. Minumlah obat  yang diberikan oleh fasilitas kesehatan. Jadi seperti biasa pola hidup bersih dan sehat, gizi tetap diberikan kepada anak-anak,” jelasnya.

Imbuhnya, informasi  terakhir sudah ada bantuan obat untuk gagal ginjal dari beberapa negara. Terlebih sekarang Bali sudah ada laporan kasus tersebut dan bantuan obat juga sudah pasti ada. “ Untuk kebutuhan obat sekarang tergantung keperluan rumah sakitnya,” pungkasnya.  (made dwija putra/radar bali)

 

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/