DENPASAR – Melihat sunrise ada di Kuta? Itu mustahil. Sunset atau matahari terbit di timur, sedangkan Pantai Kuta berhadapan dengan langit barat sehingga yang dimiliki hanya sunset alias matahari tenggelam.
Ketut Putrayasa, seorang perupa asal Badung, bersiap-siap mengajak kita menyaksikan sunrise di Pantai Kuta.
Untuk menemukan kemungkinan adanya sunrise di Pantai Kuta, Putrayasa merancang event spektakuler bertajuk “Sunrise Art Project” di Kuta.
Rencananya, event itu digelar awal tahun 2021. Sunrise Art Project sebuah pergelaran seni rupa yang dikemas dalam event pameran visual art yang melibatkan ratusan artisan untuk larut dalam berbagai kemungkinan kreatif.
“Tidak hanya merepresentasikan nilai estetika formal, namun publik diajak menalarkan kembali kesadarannya mengenai makna Kuta di luar dari yang formal common sense,” kata Putrayasa, Sabtu (1/8).
Dalam Sunrise Art Project, ia tidak memindahkan matahari untuk terbit di Kuta, tetapi ia mempresentasikan kata “sunrise” atau morning spirit untuk bisa hadir di pantai bagian barat, yakni Kuta.
Dengan begitu, Kuta memiliki harapan baru dari ambang-ambang batas kenormalan. “Saya rasa, ini akan menjadi sebuah keunikan tersendiri serta tantangan dalam mensublimasi ruang dan waktu
menjadi sebuah metafora makna baru (new definition) dalam karya visual art dengan format kekinian, (kontemporer),” katanya.
Sebagai seorang seniman yang biasa menjelajahi negara-negara di dunia lewat seni rupa, Putrayasa melihat Kuta, dari perspektif seni, adalah daerah yang unik.
Di luar Kuta, masyarakatnya diterjemahkan atau dikondisikan oleh ruang. Namun, di Kuta menjadi sebaliknya.
Kosmologi ruang sebagai presentasi dari masyarakatnya, Kuta mewakili dari global city (metropolis) value.
Dan event Sunrise Art Project dengan moment pasca pandemi Covid-19 mencoba melukiskan kembali kemungkinan-kemungkinan yang ditimbulkan oleh konversi istilah “tagar (#) New Normal”.
“Event ini tujuan utamanya bukan untuk tourism, melainkan untuk memulihkan rasa percaya dimasa pasca pandemik,” tandasnya.