RadarBali.com – Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, populer dengan tradisi seni topengnya yang tersohor.
Tradisi topeng ini juga memiliki jejak dan latar historis yang panjang. Dikutip dari berbagai sumber, tradisi seni topeng Singapadu tercatat sudah ada sejak abad ke – 18.
Cokorda Agung Api, dipercaya sebagai generasi pertama seniman topeng Singapadu. Namun hingga kini, tradisi tersebut masih terus di lestarikan kemasyhurannya oleh para seniman topeng dari generasi ke generasi.
Pengamat seni, Prof. Dr, I Made Bandem, MA mengatakan salah satu kelebihan dari topeng dari Desa Singapadu ini adalah preses pembuatannya yang rumit.
Selain itu, topeng Singapadu juga mampu membangkitkan taksu atau karisma. “Kekuatan yang terdapat di balik topeng-topeng Singapadu ini adalah adanya rentangan sejarah yang panjang, legenda yang unik, estetika yang unggul, dan juga ikonografinya yang tepat,” katanya saat membuka pameran bertema, “Singapadu: The Power Behind The Mask”, di Bentara Budaya Bali Jalan Prof. Ida Bagus Mantra, Gianyar, Sabtu (6/8).
Pada pembukaan pameran yang diikuti oleh 68 seniman dengan 165 karya topeng ini Bandem mengungkap jika salah satu kelebihan khas dari topeng Singapadu adalah para senimannya yang hebat dalam mengkreasikan seni topeng.
Sehingga kekhasan dari topeng Singapadu itu sendiri muncul. “Kesadaran para senimannya juga dalam menjaga dan merawat warisan budaya, khususnya topeng ini juga terbilang bagus,” katanya.
Dia menambahkan jika setiap topeng seolah menegaskan eksistensinya tersendiri, namun secara keseluruhan terangkai tak terpisahkan sebagai jati diri masyarakat Singapadu.
Sementara itu, peresmian pameran ini ditandai pertunjukan Tari Kreasi Barong Api yang di koreograferi oleh I Nyoman Cerita dan I Kadek Sugiarta dan penata tabuh, I Wayan Darya.
Eksibisi ini berlangsung hingga 13 Agustus 2017, menghadirkan beragam tapel dari bentuk topeng barong (Bebarongan) atau topeng dramatari (Patopengan) dan juga sejumlah karya para seniman muda berupa topeng-topeng modern dan kontemporer.
Pameran ini melibatkan dua pengamat seni senior yakni Prof. Dr. I Made Bandem, MA dan Prof. Dr. I Wayan Dibia.