DENPASAR – Wianta Foundation bersama Yayasan Bali Purnati dan alumni panitia memperingati 21 tahun “Art and Peace” karya monumental Made Wianta. Pada tahun 1999 silam, karya maestro seni rupa Made Wianta berupa happening art bertajuk “Art and Peace” itu digelar pada 10 Desember.
Dulunya, kegiatan itu dibuat sebagai respons terhadap konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah dunia pada masa itu. Acara kolosal tersebut dilaksanakan di Pantai Padanggalak melibatkan 2.000 orang yang mempersembahkan seni gerak dengan membawa 2.000 meter kain bertuliskan kutipan pesan perdamaian dari tokoh-tokoh dunia dengan berbagai ragam bahasa.
Dua helikopter menerbangkan Made Wianta dan kain perdamaian itu saat mengawali kegiatan happening art.
Peristiwa “Art and Peace” memang telah lama berlalu, tetapi sepeninggal Made Wianta pada 3 November 2020 lalu, para pendukung acara dan panitia “Art and Peace” ingin melakukan renungan dan peringatan.
Itu juga sekaligus memberikan penghormatan atas dedikasi Made Wianta yang telah mengajak ribuan orang menyuarakan perdamaian melalui seni.
Para pendukung “Art and Peace” di antaranya Putu Suasta, Restu Imansari, dan Yudha Bantono kembali menggelar acara serupa di Pantai Sanur, Denpasar Selatan. Kegiatan itu dibuka pada Kamis (10/12/2020) untuk memperingati 21 tahun Art and Peace.
Sebagaimana di tahun 1999 dulu, kali ini kain banner perdamaian yang merupakan artefak bersejarah “Art and Peace” sepanjang kurang lebih 2 km dipajang di Pantai Sanur. Pajangan itu juga direspons dengan sembah bumi oleh sejumlah penari dari Peliatan, Ubud. Selain itu ada yoga bersama guru IGR Panji Tisna, pemutaran video “Art and Peace”, testimoni, melepas tukik, dan tabur bunga bagi almarhum Made Wianta.
Intan Kirana Wianta yang juga istri dari almarhum Made Wianta dari Wianta Foundation mengatakan, kegiatan ini digelar untuk mengembangkan lahan pengabdian di bidang seni budaya. Katanya, seni itu juga mencakup lingkungan dan kemanusiaan seperti yang telah dirintis suaminya, Made Wianta, melalui sejumlah pameran seni dan pertunjukan.
Keinginan tersebut bergayung sambut dengan antusiasme para pendukung “Art and Peace” yang akan mendiskusikan dengan berbagai pihak dan mendeklarasikannya dalam acara peringatan hari ini.
“Di tahun itu dulu (1999) banyak pembunuhan dan penjarahan di Jakarta. Banyak orang mengungsi ke Bali. Itulah yang menggerakkan Pak Wianta untuk menyuarakan perdamaian melalui seni,” terangnya di sela kegiatan itu.
Sementara itu, Putu Suasta, Ketua Alumni Panitia Art and Peace 1999 mengatakan apa yang telah dicetuskan Made Wianta adalah hal yang menginspirasi siapapun untuk membangun kesadaran kolektif menyuarakan perdamaian, kemanusiaan, dan lingkungan melalui jalur kesenian.
“Kami sepakat melanjutkan cita-cita luhur Made Wianta dengan turut serta membumikan, menggelorakan, dan menebarkan semangat tersebut melalui berbagai kegiatan yang dapat berkontribusi bagi kebaikan bangsa,” tandasnya.